Share to:

 

Sejarah Jawa Timur

Peta Provinsi Jawa Timur

Jawa Timur merupakan salah satu dari delapan provinsi paling awal di Indonesia. Provinsi lainnya adalah Sumatra, Borneo, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil. Gubernur pertama provinsi Jawa Timur adalah R.M.T.A. Surjo.

Kehidupan manusia sebagai masyarakat baru muncul sekitar abad 8, yaitu, dengan ditemukannya prasasti Dinoyo di daerah Malang. Prasasti yang bertahun 760 M ini menceritakan peristiwa politik dan kebudayaan di Kerajaan Dinoyo. Nama Malang sendiri diperkirakan berasal dari nama sebuah bangunan suci yang disebut Malangkuseswara. Nama ini setidaknya terdapat dalam satu prasasti, yaitu, prasasti Mantyasih yang bertahun 907 M. Kerajaan Dinoyo berdiri sekitar abad ke-8 hingga awal abad ke-11 Masehi. Setelah itu, Kerajaan Kediri pun muncul, sekitar abad ke-11 hingga abad ke-13 Masehi. Dinoyo merupakan salah satu kerajaan yang lebih awal di Jawa Timur sebelum digantikan oleh Kediri dan kemudian Singasari.

Era kerajaan Singasari

Pada tahun 1222, Ken Arok mendirikan Kerajaan Singasari. Ia berkuasa di kerajaan itu sampai tahun 1292. Sebelum berkuasa, Ken Arok merebut kekuasaan di Tumapel, Kediri, dari Tungul Ametung. Keturunan Dinasti Ken Arok ini kemudian menjadi raja-raja Singasari dan Majapahit pada abad ke 13 sampai abad 15.

Pada tahun 1227, Anusapati membunuh Ken Arok. Ia kemudian menjadi raja Singasari. Kekuasaan Anusapati hanya berlangsung 20 tahun. Ia dibunuh Tohjaya. Tiga tahun kemudian, Tohjaya terbunuh dalam pemberontakan yang dipimpin oleh Jaya Wisnuwardhana, putra Anusapati. Tahun 1268, Wisnuwardhana meninggal, takhtanya sebagai raja Singasari digantikan oleh Kertanegara (1268-1292). Pada tahuan 1292, Kertanegara dikalahkan oleh pemberontak bernama Jayakatwang, maka berakhirlah kekuasaan Kertanegara sekaligus mengakhiri riwayat Kerajaan Singasari.

Era kerajaan Majapahit

Pada tahun 1294, Kerajaan Majapahit berdiri. Pendirinya adalah Raden Wijaya. Majapahit mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Dia didampingi oleh mahapatih Gajah Mada. Bersama patihnya ini Hayam Wuruk berhasil menyatukan wilayah yang luas di bawah nama Dwipantara.

Pada tahun 1357, Terjadi peristiwa Bubat, yaitu perang antara Raja Sunda dan Patih Majapahit Gajah Mada. Peristiwa ini bermula dari keinginan raja Hayam Wuruk untuk mengambil putri Sunda yang bernama Dyah Pitaloka sebagai permaisurinya. Namun karena terjadi salah paham mengenai prosedur perkawinan, rencana tersebut berujung pada suatu pertempuran di Bubat. Pasukan Majapahit, di bawah pimpinan Patih Gajah Mada berhasil menaklukan Pajajaran dalam perang Bubat tersebut. Pada tahun 1389, Hayam Wuruk meninggal dunia. Posisinya digantikan oleh Wikramawardhana. Era ini merupakan awal dari runtuhnya Majapahit. Salah satunya diakibatkan adanya kekecewaan anak Hayam Wuruk yang lain, yaitu Wirabumi.

Setelah periode itu, mulai bermunculan kerajaan Islam. Perkembangan lain, bangsa Eropa mulai datang ke Nusantara dan berusaha untuk membangun kekuatan. Pada akhirnya mereka menerapkan kolonialisme. Pada permulaan abad 20, sistem pemerintahan kerajaan dihapuskan, diganti dengan sistem keresidenan.

Pada era penjajahan Jepang, perlawanan rakyat tetap terjadi. Di Blitar terjadi pemberontakan PETA (Pembela Tanah Air) pada awal tahun 1945. Pemberontakan ini dipimpin oleh Supriyadi, Moeradi, Halir Mangkudijoyo, dan Soemarto. Meskipun pada akhirnya pemberontakan ini dapat dipadamkan. Namun jiwa pemberontakan tersebut mampu mengobarkan semangat kemerdekaan pada seluruh rakyat Jawa Timur.

Dua pekan setelah proklamasi kemerdekaan, Surabaya telah memiliki pemerintahan sendiri dan berbentuk residen. Residennya yang pertama adalah R. Soedirman. Terbentuknya pemerintahan di Surabaya ini menimbulkan sengketa dengan Jepang, bahkan terjadi berbagai pertempuran. Penyebabnya adalah Jepang yang saat itu telah menyerah kepada sekutu, diwajibkan untuk tetap berkuasa sampai saatnya kekuasaan tersebut diserahkan kepada sekutu.

Kedatangan pasukan sekutu dengan diboncengi Belanda (NICA) ke Surabaya, menambah panas suasana. Puncaknya terjadi pada tanggal 10 November 1945 di mana terjadi perang besar antara arek-arek Suroboyo melawan Sekutu. Tanggal 10 November kemudian ditetapkan sebagai hari pahlawan.

Pertempuran tersebut memaksa gubernur Suryo, atas saran Tentara Keamanan Rakyat (TKR), memindahkan kedudukan pemerintahan daerah ke Mojokerto. Seminggu kemudian, pemerintahan pindah lagi ketempat yang lebih aman, yaitu, di Kediri. Namun kondisi keamanan Kediri kian hari kian buruk sampai akhirnya, pada bulan Februari 1947, pemerintahan provinsi Jawa Timur dipindah lagi ke Malang. Pada waktu pemerintahan berada di Malang ini, terjadi pergantian Gubernur, Suryo digantikan oleh R.P. Suroso yang kemudian digantikan lagi oleh Dr. Moerdjani. Pada tanggal 21 Juli 1947, meskipun masih terikat dengan perjanjian Linggarjati dan perjanjian gencatan senjata yang berlaku sejak tanggal 14 Oktober 1946, Belanda melakukan Aksi Militer I. Aksi militer Belanda ini menebabkan kondisi keamanan di Malang memburuk. Akhirnya Pemerintahan Provinsi Jawa Timur pindah lagi ke Blitar.

Protes rakyat menolak berdirinya Negara Jawa Timur, Agustus 1950

Aksi militer ini berakhir setelah dilakukan perjanjian Renville. Namun perjanjian ini berakibat negatif bagi Jawa Timur, yakni, berkurangnya wilayah kekuasaan pemerintah provinsi Jawa Timur. Belanda kemudian menjadikan daerah yang dikuasainya sebagai negara baru, misalnya negara Madura dan negara Jawa Timur.

Ditengah kesulitan yang dihadapi pemerintah RI ini, terjadi pemberontakan PKI di Madiun tanggal 18 September 1948. Namun akhirnya pemberontakan ini dapat ditumpas oleh Tentara Republik Indonesia. Tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Aksi Militer II. Blitar, yang waktu itu masih dipergunakan sebagai tempat pemerintahan provinsi Jawa Timur diserang. Gubernur Dr. Moerdjani dan stafnya terpaksa menyingkir dan bergerilya di lereng Gunung Willis. Aksi militer II berakhir setelah tercapai persetujuan Roem-Royen tanggal 7 Mei 1949.

Belanda menarik pasukannya dari Jawa Timur setelah diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) yang menghasilkan piagam pengakuan kedaulatan negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Jawa Timur berubah status dari provinsi menjadi negara bagian. Namun rakyat Jawa Timur ternyata tidak mendukung perubahan status tersebut. Rakyat menuntut dibubarkannya negara Jawa Timur. Akhirnya pada tanggal 25 Februari 1950, negara Jawa Timur dibubarkan dan menjadi bagian wilayah Republik Indonesia. Keputusan untuk bergabung kembali dengan RI ini diikuti oleh negara Madura.

Lihat pula

Kembali kehalaman sebelumnya