Seniman yang tersiksaSeniman yang tersiksa adalah karakter stok dan stereotipe kehidupan nyata yang selalu teriksa karena frustrasi dengan seni yang ditekuninya atau orang lain. KarakteristikSeniman yang tersiksa merasa terasing dan disalahpahami karena ketidaktahuan atau kelalaian orang lain yang tidak mengerti atau mendukungnya dari karya mereka atau hal-hal yang mereka rasa penting. Mereka terkadang merokok, mengalami frustrasi seksual dan berulang kali patah hati, dan umumnya tampak terbebani oleh emosi dan konflik batin mereka sendiri. Mereka sering diolok-olok dalam budaya populer karena "terlalu banyak berpikir", menjadi quixotic, atau tampil sebagai orang yang sangat menyukai kebahagiaan dan kesenangan. Ciri stereotip lainnya bervariasi dengan ekstrem—mulai dari narsistik dan ekstroversi hingga menjadi pembenci diri sendiri dan introversi. Seniman yang tersiksa sering kali memiliki perilaku merusak diri sendiri dan umumnya terkait dengan masalah kesehatan mental seperti penyalahgunaan zat terlarang, gangguan kepribadian atau depresi mayor. Seniman yang tersiksa sering kali rentan terhadap swa-mutilasi dan memiliki tingkat bunuh diri tinggi. Seniman Indonesia yang dapat dianggap merepresentasikan hal ini contohnya Chairil Anwar.[butuh rujukan] Lihat pula
Bacaan lanjutan
|