Serf
Serf adalah istilah bagi budak yang bekerja menjadi buruh tani pada masa feodalisme di Eropa. Petani budak ini bekerja di ladang milik tuan tanah dan timbal baliknya, tuan tanah memberikan perlindungan, keadilan, dan hak untuk mengelola sebagian ladang milik tuan tanah untuk kehidupan mereka sendiri. Petani budak sering tidak hanya bekerja di ladang, tetapi juga di tambang dan hutan milik tuannya, juga bekerja dalam pembangunan jalan. Dalam masyarakat Eropa, kedudukan serf berada di antara orang merdeka dan slave (juga sering diterjemahkan menjadi 'budak' dalam bahasa Indonesia). Kedudukan dan tugasBudak tani (serf) memiliki kedudukan tersendiri dalam masyarakat feodal. Atas perlindungan yang telah diberikan, budak tani akan tinggal dan bekerja di ladang milik tuan tanah. Dalam hal ini, tuan tanah berperan sebagai apa yang disebut dengan manor (seperti 'mandor' dalam bahasa Indonesia). Prinsipnya adalah "serf bekerja untuk semua, ksatria dan baron bertarung untuk semua, dan agamawan berdoa untuk semua." Meski kedudukannya yang rendah, serf masih memiliki beberapa hak tertentu terkait ladang dan hak kepemilikan tertentu, berbeda dengan slave. Tuan tanah tidak dapat menjual budak taninya secara perorangan sebagaimana bangsa Romawi menjual budak-budak mereka. Namun budak tani dapat dijual bila ladang tempatnya bekerja dijual sang tuan kepada pemilik baru karena keberadaan mereka terikat dengan tanah tersebut. Budak tani biasanya membayar pajak dalam bentuk tenaga kerja musiman. Biasanya sebagian dari pekan itu diperuntukkan untuk bekerja di ladang yang diperuntukkan secara pribadi untuk tuan tanah, memanen tanaman, menggali parit, atau bekerja di rumah manor (kediaman tuan tanah). Sisa waktu para budak tani dapat digunakan untuk merawat ladang, tanaman, dan ternaknya sendiri untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Pekerjaan-pekerjaan ini biasanya dipisahkan antara jenis kelamin. Namun saat panen, diharapkan semua anggota keluarga dapat bekerja di ladang. Kesulitan utama menjadi budak tani adalah dia harus mengutamakan pekerjaan untuk tuannya daripada mengurus ladangnya sendiri. Sebagai ganti karena telah bekerja di ladang tuan tanah, budak tani dapat diberi beberapa hak tertentu, seperti mengumpulkan kayu mati dari hutan tuan mereka. Selain itu, budak tani juga harus membayar pajak dan upeti. Pajak didasarkan atas nilai dari tanah dan kepemilikan budak tani, sedangkan upeti biasanya dibayarkan dalam bentuk hasil pertanian. Hasil gandum terbaik dari ladang budak tani biasanya diperuntukkan untuk tuan tanah. Pada umumnya, berburu dalam kawasan tuan tanah tidak diperkenankan. Bila wanita dari keluarga budak tani hendak menikahi laki-laki yang tinggal di luar wilayah sang manor, dia harus membayar upeti kepada tuannya sebagai ganti atas berkurangnya jumlah pekerja. Bila terjadi peperangan dan tuan tanah kalah, nasib para budak tani menjadi sangat tidak menentu, sehingga para serf akan selalu mendukung tuannya demi keberlangsungan hidup mereka sendiri juga. HakMeski memiliki banyak batasan, budak tani juga memiliki beberapa hak dan kebebasan, meski dalam pepatah dikatakan bahwa kebebasan itu hanya terkait "masalah perutnya". Budak tani dapat memiliki sejumlah hak milik dan kekayaan. Budak tani juga dapat menanam apa saja yang dirasa cocok untuk ladangnya, meski pajak seringnya dibayarkan dengan gandum. Selisih kelebihan pajak dan jumlah panen dapat dijual di pasar. Tuan tanah tidak bisa mengusir para budak taninya tanpa alasan hukum, dan bahkan seharusnya dia bertanggung jawab untuk melindungi para budak taninya dari perampokan dan gangguan tuan tanah, juga diharapkan dapat memberikan bantuan amal di masa-masa kelaparan. Menjadi budak taniSeorang yang merdeka dapat menjadi budak tani karena paksaan atau kebutuhan. Kekuatan tuan tanah yang besar dapat mengguncang para petani mandiri untuk tunduk di bawah kendalinya. Gagal panen, perang, dan bahaya perampokan dapat berisiko seorang petani mandiri tidak dapat bertahan hidup sendiri, sehingga dia meminta perlindungan dari tuan tanah dan dia menjadi budak taninya sebagai balasan. Proses tawar-menawar ini diresmikan dalam sebuah upacara khusus dan di sana, tangan tuan tanah diletakkan di kepala budak tani yang kemudian menyatakan sumpah setia.[1] Sumpah setia atas kesediaan untuk menjadi budak tani tidak hanya mengikat dirinya saja, tetapi juga keturunannya. Anak dari orang tua budak tani secara otomatis akan menjadi budak tani pula. Lihat pulaRujukan
Bacaan lanjut
|