Shafi bin Shayyad
Anaknya yang bernama ‘Umarah bin Abdullah bin Shayyad seorang tokoh panutan dikalangan ulama Tabi'in yang banyak meriwayatkan hadits. Ibnu Katsir mengatakan bahwa Ibnu Shayyad masuk Islam, dan anaknya adalah ‘Umarah yang termasuk di antara Tabi’in yang terkemuka. Imam Malik dan yang lainnya meriwayatkan darinya.[3] Awal kehidupanIa dilahirkan dari keluarga Arab beragama Yahudi yang tinggal di Madinah. Tatkala Nabi Muhammad datang ke Madinah, ia masih kanak-kanak. Ibnu Shayyad mengaku bahwa dia adalah seorang nabi ketika dia berada di ambang masa remaja, dan pada awalnya ia diyakini sebagai mesias palsu, karena karakteristiknya sama dengan karakteristik mesias palsu (Dajjal). Dia memiliki kemampuan yang orang biasa tidak memilikinya. Permusuhannya dengan Muhammad memberi alasan kuat para ulama bahwa ia adalah Dajjal. Keadaan Ibnu Shayyad ketika bayi ini cukup aneh. Ibunya mengandung Ibnu Shayyad selama dua belas bulan. Ketika lahir matanya buta sebelah dan dia sudah berkhitan. Keanehan-keanehan inilah yang kemudian menjadi sebab tersebar berita di penjuru Madinah bahwa dialah Al-Masih Ad-Dajjal. Tidak heran berita ini tersebar, beberapa sifatnya mirip seperti Dajjal sebagaimana rasulullah ﷺ kabarkan. Nabi pernah mengutus Abu Dzar untuk menemui ibu Shafi bin Shayyad, dikatakan bahwa ibunya mengandung selama dua belas bulan, dan tangisannya seperti tangisan bayi berumur satu bulan.[4] Imam Dzahabi berkata kisah Ibnu Shayyad dicatat oleh Ibnu Syahin, bahwa bapaknya seorang Yahudi, dan Ibnu Shayyad dilahirkan dalam keadaan buta sebelah matanya dan berkhitan.[5] Ketika remajaMengaku sebagai seorang nabiAbdullah bin Umar meriwayatkan, bahwa Umar bin Khattab pergi bersama nabi dalam satu rombongan kecil menemui Ibnu Shayyad. Nabi menemukannya sedang bermain bersama teman-teman sebayanya didekat benteng Bani Maghalah. Ketika itu Ibnu Shayyad berusia baligh (sekitar usia 15 tahun). Ia tidak merasakan kedatangan Rasulullah ﷺ sampai beliau menepuk punggungnya. Lalu terjadilah dialog berikut ini: Rasul ﷺ bertanya kepadanya, "Apakah engkau bersaksi, bahwa aku utusan Allah?" Ibnu Shayyad pun menoleh kepada nabi dan menyahut, "Aku bersaksi, bahwa engkau adalah utusan kepada orang-orang yang tidak dapat membaca." Ia lalu balik bertanya, "Apakah engkau bersaksi, bahwa aku adalah utusan Allah?" Rasulallah ﷺ tak mau mengakui dan menjawab, "Aku beriman kepada Allah dan para rasul-Nya." Rasulallah ﷺ lantas bertanya kembali kepadanya, "Apa yang engkau lihat?" Ibnu Shayyad menjawab, "Aku didatangi oleh seorang yang jujur dan seorang pendusta." Rasulullah pun memotong pembicaraan itu, "Sosokmu meragukan." Rasulullah melanjutkan, "Aku menyimpan sesuatu darimu." Ibnu Shayyad menjawab, "Yang engkau simpan itu adalah kata Dukh." Rasulallah pun menyahut, "Diam! Kemampuanmu tdak bisa mencapainya." Umar bin Khattab lalu angkat bicara, "Wahai rasulallah, izinkan aku memenggal lehernya." Nabi pun bersabda. "Jika benar bahwa Ibnu Shayyad itu Dajjal, maka engkau tidak bisa membunuhnya." Nabi melanjutkan lagi, "Jika ia bukan Dajjal, maka tidak ada gunanya engkau membunuhnya."[6] Dalam riwayat Imam Ahmad dari Jabir bin Abdillah tentang nabi menemui Ibnu Shayyad dengan beberapa pertanyaan dan permintaan Umar bin Khattab untuk membunuh Ibnu Shayyad, akan tetapi nabi memberitahu kepada Umar, bahwa yang dapat membunuh Dajjal hanyalah Nabi Isa, dan jika ia bukan Dajjal maka Umar tidak berhak membunuh seseorang yang ada di dalam perjanjian.[7] Dalam riwayat lain, bahwasanya nabi bertanya kepada Ibnu Shayyad, mengenai apa yang dia lihat. Ibnu Shayyad menjawab bahwa ia melihat singgasana di atas air, nabi menjelaskan bahwa itu adalah singgasana Iblis yang berada di atas lautan. Kemudian nabi bertanya kembali apa yang dia lihat, Ibnu Shayyad menjawab ia melihat dua orang jujur dan satu orang pendusta atau dua orang pendusta dan satu orang jujur. Nabi berkata untuk meninggalkan Ibnu Shayyad karena pikirannya sudah kacau.[8] Usaha nabi menyingkap Ibnu ShayyadSalim bin Abdullah juga menuturkan, ia mendengar Abdullah bin Umar meriwayatkan, bahwa setelah kejadian itu rasulallah ﷺ dan Ubay bin Ka'ab al Anshari mendatangi kebun kurma, tempat Ibnu Shayyad berada. Ketika memasuki kebun kurma itu, rasulallah ﷺ berjalan perlahan dibalik pepohonan, dan mengendap-endap mendekati Ibnu Shayyad, untuk mendekati Ibnu Shayyad untuk mendengar apa saja yang dibicarakan, sebelum ia melihat kedatangan nabi. Pada saat itu, rasulallah ﷺ melihatnya sedang berbaring di atas selembar kain, menggumamkan kalimat-kalimat samar yang nyaris tidak bisa dipahami. Pada saat bersamaan ibu Ibnu Shayyad melihat rasulallah yang bersembunyi dibalik pohon kurma. Ia pun berteriak kepada anak lelakinya, "Hai Shafi, Muhammad datang!" Mendengar teriakan ibunya itu, Ibnu Shayyad langsung bangun. Rasulallah pun berkata, "Jika ibunya membiarkan, kita pasti bisa tahu siapa dia sebenarnya."[6] Ketika dewasaMengetahui keberadaan DajjalKetika sudah dewasa Ibnu Shayyad memeluk Islam sepeninggal nabi, suatu ketika ia pergi beserta Abu Sa’id dalam suatu perjalanan. Ibnu Shayyad mendengar apa-apa yang dibicarakan manusia tentang-nya, lalu dia merasa sangat terluka karenanya. Dia membela diri bahwa dia bukanlah Dajjal, dan berhujjah bahwa yang dikabarkan oleh nabi ﷺ tentang sifat-sifat Dajjal tidak sesuai dengan keadaannya. Dijelaskan dalam sebuah hadits dari Abu Sa’id, dia berkata, “Kami pernah keluar untuk melakukan haji atau umrah dan Ibnu Sa'id ikut bersama kami, kemudian kami singgah. Selanjutnya orang-orang berpisah sementara aku bersamanya. Aku merasa sangat takut karena apa yang dikatakan manusia tentangnya.” (Abu Sa’id) berkata, “Dia datang dengan perbekalannya, lalu dia meletakkannya bersama perbekalanku.” Aku berkata kepadanya, “Udara sangat panas, sebaiknya engkau meletakkannya di bawah pohon itu,” (Abu Sa’id) berkata, “Akhirnya dia melakukannya.” Kemudian kami diberikan satu ekor kambing, lalu dia pergi dan kembali dengan membawa satu wadah besar, dia berkata, “Minumlah wahai Abu Sa’id!” Aku berkata, “Sesungguhnya udara sekarang ini panas sekali, dan susu itu juga panas,” sebenarnya tidak ada masalah bagiku, hanya saja aku tidak ingin meminum sesuatu yang berasal dari tangannya, (atau dia berkata) mengambil dari tangannya,” lalu dia berkata, “Wahai Abu Sa’id, sebelumnya aku hendak mengambil tali, lalu menggantungkannya di pohon, kemudian aku ikat leherku (karena merasa sakit hati) terhadap segala hal yang dikatakan oleh semua orang. Wahai Abu Sa’id, siapakah yang tidak mengetahui hadits rasulullah ﷺ. Tidak ada sesuatu yang tersembunyi dari kalian wahai orang-orang Anshar. Bukankah engkau orang yang paling mengetahui hadits rasulullah ﷺ? Bukankah rasulullah ﷺ telah bersabda, ‘Dia (Dajjal) adalah orang kafir, sementara aku adalah seorang muslim? Bukankah rasulullah ﷺ pernah bersabda bahwa dia (Dajjal) adalah orang yang tidak memiliki anak, sementara aku telah meninggalkan anak-anakku di Madinah? Bukankah rasulullah ﷺ pernah bersabda bahwa dia (Dajjal) tidak akan pernah memasuki Madinah dan Makkah, sementara aku datang dari Madinah menuju Makkah?” Abu Sa’id al-Khudri berkata, “Hampir saja aku menerima alasannya.” Kemudian dia berkata, “Demi Allah, sesungguhnya aku mengenalnya dan mengetahui tempat kelahirannya, dan di mana dia sekarang.” Abu Sa’id berkata, “Aku berkata kepadanya, ‘Celakalah engkau pada hari-harimu.’”[9] Dalam satu riwayat lain, Ibnu Shayyad berkata, “Demi Allah, sesungguh-nya aku mengetahui di mana dia (Dajjal) sekarang, dan mengenal bapak juga ibunya.” (Perawi berkata) dikatakan kepadanya, “Apakah engkau senang jika engkau adalah dia?” Dia menjawab, “Jika ditawarkan kepadaku, maka aku tidak akan membencinya.”[10] Pada kisah yang lain Ibnu Umar bertanya tentang cahaya matanya yang redup, kemudian Ibnu Shayyad berbohong dengan bersumpah atas nama Allah, kisah ini diriwayatkan oleh Abdurrazzaq.[11] Di akhir riwayat Ibnu Umar sempat bertanya jika Ibnu Shayyad terpilih jadi Dajjal apa ia mau, kemudian Ibnu Shayyad menjawab dengan lugas, bahwa kalau ditawarkan maka ia tidak akan meolak. Kemudian Ibnu Umar berkata, berdoa kepada Allah untuk membinasakannya. Pada akhirnya, hal tersebut menjadi sebuah kerancuan dalam kisah-kisahnya tentang jatidiri siapa sebenarnya Ibnu Shayyad ini. Pendapat UlamaAbu ‘Abdillah al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Pendapat yang benar bahwa Ibnu Shayyad adalah Dajjal, berdasarkan dalil-dalil yang telah lalu, dan tidak mustahil bahwa dia telah ada sebelumnya di pulau tersebut, dan ada di depan para sahabat di waktu yang lain.”[12] Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama telah berkata, ‘Kisahnya itu musykil (sulit difahami), dan perkaranya samar-samar, apakah dia itu Masihud Dajjal yang terkenal atau yang lainnya? Akan tetapi tidak diragukan bahwa dia termasuk Dajjal di antara para Dajjal. Para ulama berkata, ‘Tampak di dalam hadits-hadits tersebut bahwa nabi ﷺ tidak diberikan wahyu apakah dia itu Dajjal atau yang lainnya. Beliau hanya diwahyukan tentang sifat-sifat Dajjal, sementara Ibnu Shayyad memiliki ciri-ciri yang memungkinkan. Karena itulah nabi ﷺ tidak menyatakan secara pasti bahwa dia adalah Dajjal atau yang lainnya, dan karena itu pula beliau berkata kepada ‘Umar, ‘Jika dia memang Dajjal, maka engkau tidak akan pernah bisa membunuhnya. Adapun alasan yang dikemukakan Ibnu Shayyad bahwa dia adalah seorang muslim sementara Dajjal adalah seorang kafir, Dajjal tidak memiliki keturunan sementara dia (Ibnu Shayyad) memiliki keturunan, dan Dajjal tidak akan bisa memasuki Makkah dan Madinah padahal dia bisa memasuki Madinah dan pergi menuju Makkah, semua ini bukan merupakan dalil karena nabi ﷺ hanya memberikan sifat-sifatnya ketika fitnahnya muncul dan ketika dia keluar mengelilingi bumi. Di antara kerancuan kisahnya bahwa dia salah satu Dajjal pembohong adalah perkataannya kepada nabi ﷺ, ‘Apakah engkau bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah?!’ dan pengakuannya bahwa dia didatangi orang yang jujur dan orang dusta, dia melihat singgasana di atas air, tidak benci kalau ia Dajjal, dia mengetahui tempatnya, dan perkataannya, ‘Sesungguhnya aku mengenalnya, mengetahui tempat kelahirannya dan mengetahui di mana dia sekarang,’ dan kesombongannya yang memenuhi jalan. Adapun sikapnya yang menampakkan keislaman, hajinya, jihadnya, dan pengingkarannya akan tuduhan yang ditujukan kepadanya sama sekali bukan dalil yang menunjukkan secara tegas bahwa dia bukan Dajjal.”[13] MenghilangShafi bin Shayyad terakhir terlihat selama Pertempuran al-Harrah, ketika Khalifah Umayyah, Yazid bin Muawiyah, mengirim pasukan untuk menaklukkan kota Madinah. Jabir bin Abdullah meriwayatkan bahwa Shafi menghilang selama pertempuran dan tidak pernah terlihat lagi.[14] Lihat pulaCatatan kaki
Bacaan lanjutan
Pranala luar
|