Sindangkasih, Ranomeeto Barat, Konawe Selatan
SejarahPada tahun 1968, diadakan program transmigrasi yang disponsori oleh Pemerintah Indonesia ke Provinsi Sulawesi Tenggara. Salah satu daerah yang di sediakan pemerintah adalah Kecamatan Ranomeeto di Kabupaten Konawe Selatan. Kecamatan Ranomeeto saat itu terdiri dari sepuluh desa, yaitu desa Ambaipu, Boro-Boro, Amoito, Onewila, Amokuni, Lameuru, Opaasi, Onewila, Ranooha, dan Rambu-Rambu Jaya. Wilayah yang di Jadikan lahan transmigrasi adalah desa Ambaipua, Boro-Boro, Opaasi, dan Lameuru. Desa Ambaipua menampung warga transmigrasi terutama yang berasal dari Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat dan Bali sebagiannya tersebar di desa lain. Setelah penduduk semakin banyak dilakukanlah pemekaran desa. Desa Ambaipua dimekarkan menjadi tiga desa yaitu desa Ambaipua, Sindangkasih, Jati Bali. Nama Sindangkasih diusulkan oleh transmigran suku Sunda dari Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat dan nama Jati Bali di usulkan oleh warga transmigran dari Bali.[2] DemografiPada awal transmigrasi tahun 1968 penduduk yang bermukim di desa Sindangkasih sekitar 50 kepala keluarga. Namun pada 2013, jumlahnya mencapai 1.536 jiwa yang terdiri dari 783 laki-laki dan 753 perempuan. Pada tahun 1968, masyarakat transmigran dipercayakan oleh pemerintah untuk mengelola sawah, kebun, dan ladang sebagai sumber mata pencaharian. Oleh karena itu banyak dari mereka berprofesi sebagai petani dan sekian tahun terbukti desa Sindangkasih ini mulai memiliki koperasi, penggilingan padi sebanyak 2 unit, dan akses transportasi serta peternakan yang dimiliki warga tersebut. Mayoritas penduduk Sindangkasih menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa sehari-hari.[3] GeografiSecara geografis, desa ini terletak di sebelah utara Sulawesi Tenggara. Sindangkasih merupakan wilayah transmigrasi yang letaknya tidak jauh dari kota Kendari, yang memiliki jarak tempuh kira-kira 35 km dari pusat kota Kendari.[2] Referensi
Pranala luar
|