Sindrom Munchausen melalui proksi
Sindrom Munchausen melalui proksi atau dikenal juga dalam Bahasa Inggrisnya, Factitious disorder imposed on another adalah kondisi orang yang mendampingi atau merawat dengan sengaja menciptakan kesan adanya gangguan kesehatan yang dialami oleh orang yang berada dalam tanggung jawabanya, biasanya anak-anak. Lebih lanjut tindakan ini bisa dilakukan dengan melukai korban atau memalsukan sampel pemeriksaan kesehatannya, dengan tujuan korban disimpulkan sakit oleh tenaga kesehatan. Hal ini bisa terjadi bahkan tanpa keuntungan apapun yang diterima oleh penamping tersebut. Dalam jangka panjang, perbuatan ini bisa menghasilkan cedera atau bahkan kematian bagi korbannya. Perilaku ini bisa disebabkan keinginan untuk mendapat perhatian.[1] Manajemen yang diperlukan untuk kondisi ini adalah menitipkan anak yang menjadi korban di fasilitas pengasuhan khusus. Terapi bisa diberikan kepada pendamping tersebut. Terapi bisa membantu jika pendamping menyadari kondisinya dan membutuhkan bantuan. Angka kejadian kondisi ini tidak diketahui, walaupun dianggap jarang terjadi. Lebih dari 95 persen pelaku adalah ibu korbannya sendiri. Kondisi ini ditemukan pada tahun 1977 oleh Robert Meadow. Kondisi ini bisa jadi menjadi petunjuk adanya tindak kejahatan di baliknya. TandaTanda yang bisa dikenali dari korban kondisi ini adalah:
DiagnosaSindrom Munchausen melalui proksi sebenarnya istilah yang kontroversial. Dalam dokumen ICD-10 yang diterbitkan WHO, diagnosa resmi untuk kondisi ini adalah factious disorder' (301.51 in ICD-9, F68.12 in ICD-10). Tahun 2013, kondisi ini mulai diakui sebagai sebuah gangguan, sementara di Inggris, kondisi ini dianggap sebagai penyakit yang dibuat-buat oleh pengasuh. Sementara dalam DSM-5, diagnosa kondisi ini diklasifikasi sebagai factious disorder 300.19, dengan dua turunan:
Untuk diagnosa factitious disorder imposed on another, kriterianya meliputi:
Diagnosa dilakukan terhadap penyandangnya, bukan korban perbuatannya. [3] Refrensi
|