Skimming webSkimming web, juga dikenal sebagai skimming digital adalah teknik peretasan yang menargetkan bisnis digital dengan memanipulasi aplikasi web sisi klien yang tidak terkontrol dan disusupi. Biasanya, serangan ini dimulai dengan menempatkan kode JavaScript (JS) berbahaya secara strategis pada pembayaran situs web dan laman tempat pengguna yang tidak menaruh curiga memasukkan informasi pribadi maupun keuangan secara mendetail. Platform yang diserang umumnya ditemukan pada situs e-niaga. Namun, platform perbankan, keuangan, perawatan kesehatan, perjalanan, dan layanan elektronik lainnya juga menjadi incaran dalam peretasan.[1]
Jenis skimming webSerangan langsungSerangan langsung merupakan jenis skimming web melalui kode skimming (malware) yang telah ditanamkan pada web yang akan dieksploitasi. Jenis serangan ini cukup sulit dilakukan karena membutuhkan perencanaan dan koordinasi yang tepat. Agar menemukan detail dan kredensial admin yang tepat, peretas dapat mengotomatiskan kredensial login. Selain itu, peretas juga dapat mengeksploitasi kelemahan zero-day.[1] Serangan rantai pasokan perangkat lunak situs webJenis serangan ini menjadi populer karena penggunaannya yang meluas oleh pihak ketiga (saat ini rata-rata lebih dari 60 situs e-commerce). Sementara pihak ketiga ini meningkatkan fitur dengan cepat, mereka juga membuat dependensi baru. Malware disuntikkan ke situs hosting pihak ketiga tepercaya dan muatannya kemudian dijalankan di semua situs menggunakan aplikasi web.[1]
Eksekusi skimming webPada dasarnya serangan skimming web adalah serangan rantai pasokan perangkat lunak melalui situs web pihak ketiga yang dieksploitasi dan dapat menjangkau ratusan atau ribuan situs web. Server web pihak ketiga ini menjadi sasaran peretas karena HTML/JavaScript pihak ketiga dikirim ke situs web dari repositori yang sama sekali berbeda dan tidak dapat dikontrol oleh pemilik situs web (serta tidak dapat dikontrol secara langsung). Hal ini memberikan akses tidak sah kepada penyerang ke beberapa perpustakaan pihak ketiga. Ini masalah menambahkan kode enkripsi ke salah satu file JavaScript yang ada dan menyembunyikannya.
Keamanan aplikasi pihak ketigaTeknologi keamanan tradisional seperti Web Application Firewall (WAF), Intrusion Prevention Systems (IPS), dan Content Protection Policies (CSPs) tidak dapat mendeteksi masalah pihak ketiga. Fakta mengkhawatirkan lainnya adalah banyak penyedia pihak ketiga mengintegrasikan aplikasi pihak ketiga (empat pihak) mereka sendiri untuk memanfaatkan fungsi-fungsi penting. Ini menambah ketergantungan dan kerentanan ke dalam campuran.
Cara kerja skimming ATM dan cara pencegahanCara kerja skimmer ATMSkimmer akan membaca dan merekam data di kartu ATM tersebut, baik strip magnetik maupun PIN ATM korban saat kartu ATM dipakai di mesin ATM. Data yang sudah terekam membantu pelaku mendapatkan semua data yang diperlukan. Dengan begitu, pelaku dapat melakukan transaksi tanpa sepengetahuan korban. Metode pembobolan rekening ini agak sulit dideteksi. Masyarakat bisa lebih berhati-hati ketika melakukan transaksi via kartu ATM.[2] Cara menghindari skimming ATM[2]
Perlindungan hukum terhadap nasabah yang dirugikan akibat kejahatan skimmingPerlindungan hukum dalam konteks hukum pidanaKejahatan skimming termasuk dalam pelanggaran terhadap pasal 30 ayat 2 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik yaitu tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. Sanksi terhadap pasal 30 ayat 2 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terdapat pada pasal 46 ayat 2 Undang-undang yang sama yang berbunyi “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah)”.[3] Perlindungan hukum dalam konteks hukum perdataPasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menjelaskan bahwa “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut". Dalam regulasi sektor jasa keuangan, pihak perbankan harus bertanggung jawab terhadap kerugian yang menimpa para nasabah. Hal ini dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan pelaku usaha dalam hal ini perbankan bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerugian konsumen akibat mengkonsumsi jasa yang dihasilkan. Aturan mengenai kewajiban perbankan harus bertanggung jawab atas dana nasabah juga tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/1/2014 tentang Perlindungan Konsumen.Dalam Pasal 10, aturan tersebut menyebutkan “Penyelenggara wajib bertanggung jawab kepada konsumen atas kerugian yang timbul akibat kesalahan pengurus dan pegawai Penyelenggara. Referensi
|