Share to:

Suku Angli

Peta Kekaisaran Romawi pada masa pemerintahan Kaisar Hadrianus (memerintah 117–138), menunjukan kampung halaman orang Angli (Anglii) di Jazirah Jutlandia yang sekarang menjadi wilayah Jerman dan Denmark
Angles
Ængle / Engle
Penyebaran suku Angles (oranye) dan Saxon (biru) ke kepulauan Britania Raya, sekitar 500 M.
Daerah dengan populasi signifikan
Jutland (Schleswig (Anglia), Holstein), Frisia, Heptarchy ([[|Britania Raya]])
Bahasa
Bahasa Inggris Kuno
Agama
Mulanya Paganisme Germanik dan Paganisme Anglo-Saxon, kemudian Kristen
Kelompok etnik terkait
Anglo-Saxons, Anglo-Normans, Inggris, Lowland Scots,[1] Saxons, Frisii, Jutes

Angli (bahasa Latin: Anglus, jamak: Angli) adalah salah satu suku utama di antara suku-suku bangsa Jermani yang menetap di Britania Raya pada kurun waktu pasca-Romawi. Orang Angli mendirikan sejumlah kerajaan di Inggris pada masa jaya Angli-Saksen, dan nama suku mereka adalah cikal bakal dari kata England (negeri Inggris) yang berarti "negeri orang Angli". Nama suku mereka berasal dari nama Angeln, jazirah kecil di pesisir Laut Baltik yang sekarang bernama Schleswig-Holstein.

Nama

Nama suku Angli mungkin telah tercatat untuk pertama kali dalam bentuk Latinnya, yakni Anglii, dalam kitab Germania karangan Tacitus. Sebutan Anglii diduga diturunkan dari nama daerah tempat mereka mula-mula bermukim, yakni Jazirah Angeln (bahasa Denmark: Angel). Nama Angeln diperkirakan berasal dari akar kata angh dalam rumpun bahasa Jermani yang berarti "sempit" (kata eng dalam bahasa Jerman dan bahasa Belanda berarti "sempit"), sehingga Angeln mungkin berarti "[perairan] sempit", yakni perairan estuarium Schlei. Menurut teori lain, nama Angeln berarti "mata kail", sesuai dengan bentuk daratan Semenanjung Angeln; Julius Pokorny, ahli bahasa India-Eropa, mengemukakan bahwa nama Angeln diturunkan dari akar kata *ang-, yang berarti "tekuk". Dalam beberapa catatan berbahasa Norse Kuno dan Gotik, ada nama raja mitologi bernama Angul, yang mungkin merupakan asal-usul nama dari suku Angli.[2]

Pada abad ke-5, semua suku Jermani yang menginvasi Britania disebut sebagai orang Englisc, yakni orang-orang yang menuturkan bahasa Inggris Kuno (kala itu disebut bahasa Englisc, Ænglisc, atau Anglisc). Kata Englisc juga berasal dari *h₂enǵʰ- yang berarti "sempit" dalam bahasa Proto-Indo-Eropa.[3] Ditinjau dari semua perkiraan ini, orang Angli mungkin diberi sebutan demikian karena mereka adalah sebuah masyarakat penangkap ikan atau keturunan dari masyarakat penangkap ikan. Dengan demikian England (negeri Inggris) dapat berarti "negeri kaum nelayan", dan English (bahasa Inggris) dapat berarti "bahasa kaum nelayan".[4]

Dalam sepucuk suratnya, Paus Gregorius Agung menyederhanakan bentuk Latin Anglii menjadi Angli. Bentuk Angli inilah yang akhirnya digunakan secara luas. Negeri orang Angli disebut Anglia dalam bahasa Latin. Karya terjemahan Raja Alfred Agung dari kitab sejarah dunia karangan Orosius menggunakan istilah Angelcynn (kaum Angel) sebagai sebutan bagi negeri Inggris maupun orang Inggris; Pujangga Beda menggunakan istilah Angelfolc (orang Angel); bentuk-bentuk lain seperti Engel, Englan (sebutan untuk bangsa Inggris), Englaland, dan Englisc juga muncul, semuanya menampakkan umlaut-i.[5]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Steven L. Danver (2014). "Groups: Europe". Native Peoples of the World: An Encyclopedia of Groups, Cultures and Contemporary Issues. Routledge. hlm. 372. ISBN 978-0765682949. 
  2. ^ Pyles, Thomas dan John Algeo 1993. Origins and development of the English language. Edisi ke-4. (New York: Harcourt, Brace, Jovanovich).
  3. ^ Barber, Charles, Joan C. Beal dan Philip A. Shaw 2009. Other Indo-European languages have derivities of the PIE Sten or Lepto or Dol-ə'kho as root words for narrow. The English language. A historical introduction. Edisi kedua dari karya tulis Charles Barber (1993). Cambridge: University Press.
  4. ^ Baugh, Albert C. dan Thomas Cable 1993 A history of the English language. Edisi ke-4. (Englewood Cliffs: Prentice Hall).
  5. ^ Fennell, Barbara 1998. A history of English. A sociolinguistic approach. Oxford: Blackwell.
Kembali kehalaman sebelumnya