Suku Dayak Kadazandusun atau suku Kadazandusun adalah penduduk pribumi asli (bumiputera) yang tersebar di daerah Sabah, Borneo, Malaysia. Orang Kadazandusun meliputi 27 subsuku: Dusun Liwan, Dusun Lotud, Rungus, Tagahas, Tangara dan daerah lainnya.
Penamaan "Kadazandusun" sempat dilakukan oleh Hoguan siou Orang dusun yang bernama Tun Fuad pada era 50-an. Ia merubah nama lama "Orang Dusun" yang dibuat oleh Orang-orang Brunei menjadi nama baru, yakni "Kadazan". Dalam perkembangannya kemudian, nama itu berubah menjadi "Kadazandusun" dengan menyatukan dua sub kelompok masyarakat, yakni kelompok "Kadazan" dan kelompok "Orang Dusun" yang masih eksis. Dengan demikian, penamaan "Kadazandusun" sebenarnya merupakan gabungan dari kedua sub-kelompok tersebut. Di sisi lain, "Kadazandusun" diartikan sebagai penutur bahasa dusun.[1]
Orang Kadazandusun berpusat di pedalaman Sabah, yaitu Kudat (Rungus), Sandakan (Orang Sungai) Beluran, Ranau, Tambunan, Pinampang, keningau (Orang-Orang Kadazandusun di kawasan ini berasal dari Tembunan dan Ranau), Kuala Penyu (Dusun Tatana) dan beberapa daerah lagi di Sabah. Suku Dayak Kadazandusun dipanggil dengan sebutan Orang Sungai atau Sumandakia Sungut di sepanjang sungai Kinabatangan di Sandakan. Perkawinan campur antara Orang Tionghoa dan Kadazandusun telah melahirkan suku campuran "SinoKadazandusun" di Pinampang, Tembunan, Ranau dan Kuala Penyu.
Kehidupan Suku Dayak Kadazandusun
Orang Kadazandusun memiliki beberapa macam perayaan. Salah satu jenis perayaan yang berbeda daripada suku lainnya ialah perayaan Tadau Kaamatan (Harvest Day). Orang Kadazan tidak mempunyai batasan dalam jumlah anak, sehingga mereka cenderung memiliki banyak anak. Dalam berbagai hal, suku Dayak Kadazandusun memiliki tradisi kuat dalam ilmu mistik. Setelah kedatangan agama Kristen/Katolik dan Islam, kebanyakan mereka telah memeluk agama tersebut namun masih melestarikan sebagian adat leluhur, dan agama nenek moyang Momolianisme masih bertahan.
Masayarakat Kadazandusun merupakan masyarakat yang memiliki sistem sosial egaliter dengan sistem keturunan bilateral. Mereka umumnya tinggal di sebuah bangunan rumah berbentuk panjang dengan beberapa kelompok keluarga yang tinggal di satu atap. Masyarakat Kadazandusun memiliki keyakinan bahwa kehidupan sekular sangat erat kaitannya dengan kehidupan spiritual. Oleh karenanya, harus dijaga dengan baik agar hidup secara seimbang dan harmonis.[2]
Rujukan
^Nancy, dkk., Ariany (2007). Masyarakat di Heart of Borneo(PDF). Malaysia: WWF. hlm. 10.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)