Suku Suluk (bahasa Suluk: Tausūg, "orang Suluk") adalah salah satu suku Bangsamoro[4] yang berasal dari kepulauan Sulu, Filipina Selatan.[5] Perkataan Suluk berarti "berasal dari Sulu". Suku Suluk mendiami wilayah Sabah, Malaysia.[6] Kota Sandakan berasal dari kata "sanda" yang artinya gadai dalam bahasa Tausug maupun dalam bahasa Banjar. Suku ini merupakan pendiri Kesultanan Sulu pada masanya.
Suku Tausug[7][8] atau Suluk adalah mayoritas di kepulauan Sulu[9] dan bahasanya Bahasa Sug adalah bahasa perantara atau lingua franca sebelum era Kesultanan Sulu lagi hingga kini.[10] Kaum Tausug atau Suluk berasal dari rumpun Melayu-Austronesian (Polenesian) sebagai mana masyarakat Nusantara di sekitarnya.
Asal nama
Tausug berasal dari dua suku kata "Tau" bermakna "orang" dan "Sug" bermakna "Arus". Jadi "Tausug" adalah bermakna "Orang Arus". Di Sabah, mereka umumnya lebih menggunakan gelar "Suluk" berbanding "Tausug" bagi membedakan mereka yang telah lama tinggal di negara bagian ini dari saudara baru mereka yang baru sampai dari Kepulauan Sulu.
Satu lagi tafsiran dari perkataan Tausug ialah "Tau Maisug", yang bermaksud "Pemberani" atau "Orang Yang Berani". Spanyol dan Tentara Amerika bahkan mengakui keberanian suku bangsa Taosug ini. Ferdinand Marcos sendiri memerangi kaum ini dengan menetapkan undang-undang tentara di Mindanao dan Sulu. Sebab itu gelar "Juramentado" (Berani Mati) adalah gelar Spanyol kepada Tausug.
Bahasa
Bahasa Sulu yang mereka tutur adalah mirip bahasa Melayu lama bercampur bahasa Arab, dan bahasa etnik lain di sekitar Mindanao. Mengikut sejarah, bahasa asal Suluk sebenarnya adalah dari bahasa asal Orang Tagimaha (Taguima dari Basilan).
Mengikut sumber dari Salsilah Sulu yang dicatat oleh pencatat sejarah Najeeb Saleeby dalam bukunya The History Of Sulu (Manila: 1908), suku kaum Tausug ini dan bahasanya berasal dari beberapa etnik yang bergabung iaitu Buranun, Tagimaha, Baklaya, Orang Dampuan, dan Orang Banjar.
[11][12][13][14][15][16][17]
Mereka berhijrah ke kepuluan Sulu sehingga terbentuk satu masyarakat yang dikenali sebagai masyarakat Tausug.
Orang Buranun dipercayai yang terawal adalah orang yang menduduki kawasan pergunungan di Sulu dan penempatan terkenal mereka ialah di Maimbung, Sulu.
Orang Tagimaha pula bermaksud kumpulan pelindung yang datang dari Pulau Basilan yang mana asal sebenar mereka adalah dari pulau besar Mindanao juga dan penempatan terkenal mereka ialah di Buansa atau sekarang dikenali sebagai Jolo, Sulu (sbt. Holo).
Orang Baklaya bermaksud orang yang menduduki persisiran pantai adalah dipercayai datang dari Pulau Sulawesi, Indonesia dan penempatan mereka ialah di Patikul, Sulu.
Orang Dampuan pula berasal dari Champa iaitu salah satu tempat bersejarah di Indochina yang sekarang dikenali sebagai Vietnam (Annam) dan inilah kaum-kaum seperti yang disebut di atas yang mewarnai wajah bahasa, dan rupa paras orang Tausug itu sendiri.
Suku Tausug memiliki beberapa dialek berdasarkan kawasan atau daerah di antaranya ialah dialek Tausug Tapul, Tausug Basilan, Lugus, Gimbahanun dan masih terdapat beberapa dialek lagi. Unsur-unsur bahasa Melayu juga terdapat dalam bahasa Sug ini. Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya pernah mempengaruhi daerah-daerah sekitar wilayah Kepulauan Sulu sebagaimana sebelum kemunculan kerajaan awal Melayu Melaka. Maka setelah kedatangan Islam muncullah Kesultanan Sulu sekitar tahun 1457 M dan pemerintahan Sultan-sultan Sulu berlangsung lama yang terserap ke dalam bahasa Sug hingga bertahan sampai hari ini.
Budaya
Suku ini memiliki budaya yang unik, yaitu yang populer adalah pakaian tradisionalnya iaitu Kupot dan tarian Daling-daling.
Masyarakat Taosug pada umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan dan memungut hasil laut seperti mutiara, agar-agar laut, gamat serta berdagang secara Barter antara Borneo Utara (Sabah) dan Zamboanga serta dengan kawasan lain sekitar Asia Tenggara. Aktivitas perdagangan mereka sampai ke luar wilayah di sekitar perairan Laut Sulu hingga ke Laut Sulawesi dan Laut China Selatan. Orang Tausug menjadikan lautan sebagai sumber kehidupan mereka.
^(Inggris) Teodoro A. Agoncillo (1969). History of the Filipino People (edisi ke-2). Malaya Books. hlm. 21.Parameter |coauthor= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)