Suriah
Suriah (bahasa Arab: سُورِيَا atau سُورِيَة, Sūriyā), dengan nama resmi Republik Arab Suriah (bahasa Arab: اَلْجُمْهُورِيَّةُ ٱلْعَرَبِيَّةُ ٱلْسُوْرِيَّة, translit. al-Jumhūriyya al-ʿArabiyya as-Sūriyya), adalah sebuah negara di Arab Levant (Syam), Timur Tengah, dan Asia Barat. Suriah berbatasan dengan Laut Mediterania di barat, Türkiye di utara, Irak di timur dan tenggara, Yordania di selatan, serta Israel, Palestina, dan Lebanon di barat daya. Siprus terletak di barat melintasi Laut Mediterania. Sebuah negara dataran subur, pegunungan tinggi, dan gurun, Suriah adalah rumah bagi beragam kelompok etnis dan agama, diantaranya mayoritas Arab Suriah, Kurdi, Turkmen, Asyur, Armenia, Sirkasia,[6] dan Yunani. Kelompok agama di antaranya adalah Kristen Ortodoks, Syiah Alawite, Syiah Dua Belas, Sunni Salafi, Sunni Sufi dan Yazidi. Ibu kota dan kota terbesar Suriah adalah Damaskus.[7] Arab adalah kelompok etnis terbesar, dan Sunni adalah kelompok agama terbesar. Suriah merupakan negara Republik Kesatuan yang terdiri dari 14 kegubernuran dan merupakan satu-satunya negara yang secara politik mendukung Baathisme. Negara ini anggota dari organisasi internasional selain Perserikatan Bangsa-Bangsa, Gerakan Non-Blok; serta ditangguhkan dari Liga Arab pada November 2011,[8] Organisasi Kerja Sama Islam,[9] dan ditangguhkan sendiri dari Union for the Mediterranean.[10] Nama "Suriah" secara historis merujuk ke wilayah yang lebih luas yang secara luas diidentik dengan Levant dan dikenal dalam bahasa Arab sebagai al-Sham. Negara modern meliputi situs beberapa kerajaan dan kerajaan kuno, termasuk peradaban Eblan pada milenium ke-3 SM. Aleppo dan ibu kota Damaskus adalah salah satu kota tertua yang terus berpenghuni di dunia.[11] Di era Islam, Damaskus adalah pusat Kekhalifahan Umayyah dan ibu kota provinsi Kesultanan Mamluk di Mesir. Negara Suriah modern didirikan pada pertengahan abad ke-20 setelah berabad-abad diperintah Ottoman dan setelah periode singkat sebagai mandat Prancis. Negara yang baru dibuat itu mewakili negara Arab terbesar yang muncul dari provinsi-provinsi Suriah yang sebelumnya dikuasai Ottoman. Ia memperoleh kemerdekaan de jure sebagai Republik parlementer pada 24 Oktober 1945. Republik Suriah menjadi anggota pendiri Perserikatan Bangsa-Bangsa, suatu tindakan yang secara hukum mengakhiri Mandat Prancis sebelumnya, meskipun pasukan Prancis tidak meninggalkan negara itu sampai April 1946. Periode pasca-kemerdekaan penuh gejolak, dengan banyak kudeta militer dan upaya kudeta mengguncang negara itu dari tahun 1949 hingga 1971. Pada tahun 1958, Suriah memasuki persatuan singkat dengan Mesir yang disebut Republik Arab Bersatu yang diakhiri oleh kudeta Suriah 1961. Republik ini berganti nama menjadi Republik Arab Suriah pada akhir tahun 1961 setelah referendum konstitusional 1 Desember tahun itu. Setelah itu keadaan semakin tidak stabil sampai kudeta Ba'athist tahun 1963, sejak Partai Ba'ath mempertahankan kekuasaannya. Suriah berada di bawah Undang-Undang Darurat dari tahun 1963 hingga 2011, yang secara efektif menangguhkan sebagian besar perlindungan konstitusional bagi warga negara. Bashar al-Assad telah menjadi presiden sejak tahun 2000 menggantikan ayahnya Hafez al-Assad,[12] yang menjabat dari tahun 1971 hingga 2000. Sepanjang pemerintahannya, Suriah dan Partai Ba'ath yang berkuasa telah dikutuk dan dikritik karena berbagai pelanggaran hak asasi manusia, termasuk seringnya eksekusi terhadap warga negara dan tahanan politik, dan penyensoran besar-besaran.[13][14] Sejak Maret 2011, Suriah telah terlibat dalam perang saudara multi-sisi, dengan sejumlah negara di kawasan dan di luar yang terlibat secara militer atau sebaliknya. Akibatnya, sejumlah entitas politik yang memproklamirkan diri telah muncul di wilayah Suriah, diantaranya Oposisi Suriah, Rojava, Tahrir al-Sham dan kelompok Negara Islam. Suriah menduduki peringkat terakhir pada Indeks Perdamaian Global dari 2016 hingga 2018,[15] menjadikannya negara paling kejam di dunia karena perang. Konflik tersebut telah menewaskan lebih dari 570.000 orang,[16] menyebabkan 7,6 juta pengungsi internal (perkiraan UNHCR Juli 2015) dan lebih dari 5 juta pengungsi (Juli 2017 terdaftar oleh UNHCR),[17] membuat sensus populasi menjadi sulit dalam beberapa tahun terakhir. Selama periode Desember 2024, pemerintahan Presiden Bashar al-Assad diguncang sejumlah pemberontakan di Suriah. Kelompok pemberontak Suriah, Hayat Tahrir al-Sham telah menguasai beberapa kota penting, dari Aleppo, Hama, Homs dan terakhir Damaskus setelah pemberontak berhasil merangsek masuk menduduki ibu kota Damaskus dalam 24 jam terakhir.[18][19] Presiden Assad juga dilaporkan telah meninggalkan Suriah menggunakan pesawat dari bandara Damaskus setelah sempat diincar pemberontak Suriah.[20] SejarahSuriah tampaknya datang dari nama Kekaisaran Neo-Asiria yang didirikan pada abad ke-10 SM. Suriah modern meraih kemerdekaan pada 1946 setelah masa penjajahan Prancis (1917–20) dan Mandat (1920-1946). Pada 1958, Republik Suriah menjadi bagian dari Republik Arab Bersatu namun pada 1961 menarik diri dari federasi tersebut. Dari 1963, Republik Arab Suriah telah dikuasai oleh Ba'ath dengan keluarga Assad secara eksklusif dari 1970. Suriah saat ini menghadapi perseteruan antara pasukan-pasukan yang saling bersaing dalam Perang Saudara Suriah. Sejarah kawasan tersebut terbagi dalam periode-periode berikut ini,
GeografiSuriah terletak di Asia Barat, bersebelahan dengan Laut Mediterania, antara Lebanon dan Turki. Suriah terdiri dari dataran tinggi kering, meskipun bagian barat lautnya yang bersebelahan dengan Laut Tengah cukup hijau. Sungai Eufrat, sungai paling penting di Suriah, melintasi negara ini di timur. Negara ini dianggap sebagai salah satu dari lima belas negara yang dianggap termasuk kedalam "tempat berawalnya tamadun" (cradle of civilization). Kota besar termasuk ibu kota negara Damaskus di barat daya, Aleppo di utara, dan Homs. Kebanyakan kota penting lain terletak di sepanjang pesisir. Iklim di Syria panas dan kering, meskipun musim dingin termasuk ringan. Dikarenakan kondisi ketinggian negara ini, terkadang terjadi hujan salju pada saat musim dingin. Keadaan iklimSepanjang barat gunung pantai, Suriah beriklim mediteranian, sebagaimana di daerah beriklim mediterania lain, di sana ada musim kering yang panjang dari bulan Mei ke bulan Oktober. Hujan musim panas sangatlah jarang terjadi di Suriah. Di pantai, musim panas sangat panas dan lembap, dengan suhu rata-rata 29°C, ketika musim dingin, daerah ini mempunyai suhu minimal harian 10 °C.[21] Ini hanya wilayah yang musim panasnya dingin di Suriah, adalah tempat dengan ketinggian di atas 600 meter. Slunfeh, Bludan dan Mashtan al Helou adalah lokasi wisata favorit penduduk lokal.[21] Di Aleppo, di arah utara-barat, suhu rata-rata pada bulan Agustus adalah 30 °C, sedangkan pada bulan Januari suhunya sekitar 4,4 °C dan di Damaskus sangat mirip.[21] PolitikPolitik Suriah menggunakan bentuk republik Semi Presidensial dengan multi partai. Keluarga Presiden Bashar al-Assad dan Partai Sosialis Arab Ba'ath menguasai dunia perpolitikan Suriah sejak Gerakan Korektif Suriah 1970.[22][23] Hingga tahap awal Perang Saudara Suriah, presiden memiliki wewenang dekrit yang luas dan tidak terkendali di bawah keadaan darurat yang sudah berlangsung lama. Akhir dari keadaan darurat ini adalah permintaan utama dari oposisi, dan keputusan ini harus disetujui oleh Dewan Rakyat, legislatif negara.[24] Partai Ba'ath adalah partai yang berkuasa di Suriah dan konstitusi Suriah tahun 1973 sebelumnya menyatakan bahwa "Partai Ba'ath Sosialis Arab memimpin masyarakat dan negara." Setidaknya 167 kursi dari 250 anggota parlemen menjadi Front Progresif Nasional, yang merupakan koalisi Partai Ba'ath dan beberapa partai sekutu yang jauh lebih kecil.[23] Konstitusi Suriah baru tahun 2012 memperkenalkan sistem multi-partai berdasarkan prinsip pluralisme politik tanpa jaminan kepemimpinan dari partai politik mana pun. Pembagian administratifSuriah dibagi menjadi 14 kegubernuran, yang dibagi menjadi 61 distrik, yang selanjutnya dibagi menjadi sub-distrik. Federasi Demokratik Suriah Utara, meskipun otonom de facto, tidak diakui oleh Republik Arab Suriah..[25]
EkonomiPada 2015, ekonomi Suriah bergantung pada sumber pendapatan yang tidak dapat diandalkan secara inheren seperti menyusutnya bea cukai dan pajak penghasilan yang sangat didukung oleh jalur kredit dari Iran. Iran diyakini menghabiskan antara $ 6 miliar dan US $ 20 miliar setahun untuk Suriah selama Perang Saudara Suriah. Ekonomi Suriah telah berkontraksi 60% dan pound Suriah telah kehilangan 80% nilainya, dengan ekonomi menjadi bagian badan usaha milik negara dan sebagian ekonomi perang. Pada awal Perang Saudara Suriah yang sedang berlangsung, Suriah diklasifikasikan oleh Bank Dunia sebagai "negara berpenghasilan menengah ke bawah". Pada tahun 2010, Suriah tetap bergantung pada sektor minyak dan pertanian. Sektor minyak memberikan sekitar 40% pendapatan ekspor. Ekspedisi lepas pantai yang terbukti menunjukkan bahwa ada sejumlah besar minyak di dasar Laut Mediterania antara Suriah dan Siprus. Sektor pertanian menyumbang sekitar 20% dari PDB dan 20% lapangan kerja. Cadangan minyak diperkirakan akan menurun di tahun-tahun mendatang dan Suriah telah menjadi pengimpor minyak netto. Sejak perang saudara dimulai, ekonomi menyusut hingga 35%, dan pound Suriah telah jatuh hingga seperenam dari nilai sebelum perang. Pemerintah semakin mengandalkan kredit dari Iran, Rusia dan Tiongkok. Referensi
Bacaan lebih lanjut
|