Syair Lampung Karam adalah syair yang menceritakan peristiwa meletusnya Gunung Krakatau pada tanggal 26-28 Agustus1883. Naskah syair ini pertama kali diterbitkan di Singapura, tertanggal tahun 1301 H (November1883-Oktober1884), dengan judul Syair Negeri Lampung yang Dinaiki oleh Air dan Hujan Abu). Syair yang ditulis dalam bahasa Melayu dialek Riau[1] dan dicetak dengan huruf Jawi ini merupakan kesaksian satu-satunya yang diketahui dari penduduk pribumi atas letusan dahsyat tersebut.
Syair Lampung Karam mengandung 374 bait, dicetak dalam 36-42 halaman tergantung edisinya.
Pengarang
Pada pembukaan Syair Lampung Karam dicantumkan bahwa pengarangnya adalah Muhammad Saleh. Disebutkan juga bahwa pengarang sedang berada di Lampung saat kejadian letusan Krakatau tersebut. Muhammad Saleh kemudian mengungsi ke Singapura, dan tinggal di Kampung Bangkahulu (sekarang Bencoolen Street), tempat dia kemudian menuliskan syairnya tersebut.[2] Pengarang kemungkinan bukan orang Lampung asli.
Isi syair
Syair Lampung Karam dapat disebut sebagai syair kewartawanan karena kuat menonjolkan nuansa jurnalistik. Dalam syair ini, dengan bahasa Melayu logat Riau, Muhammad Saleh menggambarkan dengan dramatis bencana dahsyat akibat letusan Gunung Krakatau. Diceritakan musnahnya desa-desa dan kematian para warga akibat letusan yang menimbulkan tsunami serta hujan abu dan batu itu. Disebutkan daerah-daerah seperti Bumi, Kitambang (Ketimbang dalam laporan berbahasa Belanda), Talang, Kupang, Lampasing, Umbulbatu, Benawang, Badak, Limau, Lutung, Gunung Basa, Gunung Sari, Minanga, Kuala, Rajabasa, Tanjung Karang, juga Pulau Sebesi, Sebuku, dan Merak hancur lebur akibatnya.[3]
Dalam syair tersebut dikisahkan bahwa dalam bencana orang masih mau saling tolong-menolong, baik dari kalangan orang Belanda maupun penduduk lokal. Sebaliknya, ada pula yang mencari kesempatan untuk memperkaya diri sendiri dengan mengambil harta orang-orang yang tertimpa musibah.[2]
Edisi
Terdapat empat edisi berbeda Syair Lampung Karam yang sudah ditemukan. Semua edisi diterbitkan di Singapura. Tidak lama setelah terbitan edisi pertama muncul edisi kedua dengan judul Inilah Syair Lampung Dinaiki Air Laut, dengan tebal 42 halaman. Edisi kedua ini juga diterbitkan di Singapura pada 2 Safar 1302 H (21 November 1884).
Edisi ketiga diberi judul Syair Lampung dan Anyer dan Tanjung Karang Naik Air Laut dengan tebal 49 halaman. Edisi ketiga ini diterbitkan oleh oleh Haji Said. Edisi ketiga ini diterbitkan di Singapura, bertarikh 27 Rabiulawal 1301 H (3 Januari 1886). Dalam beberapa iklan, edisi ketiga ini disebut Syair Negeri Anyer Tenggelam.
Pada edisi keempat syair ini kembali diterbitkan dengan judul berbeda. Sekarang syair ini diberi nama Inilah Syair Lampung Karam Adanya, dengan tebal 36 halaman. Edisi keempat ini juga diterbitkan di Singapura, bertarikh 10 Safar 1306 Hijriah (16 Oktober 1888).[3]