Ini adalah nama Melayu; nama "Syed Abdul Rahman" merupakan patronimik, bukan nama keluarga, dan tokoh ini dipanggil menggunakan nama depannya, "Syed Saddiq".
Saddiq lahir pada 6 Desember 1992 di Pulai, Johor Bahru, Johor, Malaysia. Ayahnya adalah seorang pekerja bangunan berkewarganegaraan Singapura yang berulang-alik dari Johor ke Singapura setiap harinya untuk bekerja. Ibunya adalah seorang guru bahasa Inggris yang membuka kursus tambahan hingga malam hari untuk menambah pendapatan.[2] Saddiq belajar di Maktab Tentera Diraja, Sungai Besi, dan melanjutkan kuliahnya di Universitas Islam International Malaysia (UIA). Pada saat kuliah di UIA, Saddiq aktif dalam kegiatan debat parlementer dan berhasil memenangkan United Asian Debating Championship (UADC).[3]
Pada tahun 2017, Saddiq dikatakan menolak sebuah beasiswa senilai RM400,000 untuk melanjutkan kuliahnya di Universitas Oxford di Inggris karena kesibukannya di politik Malaysia.[4] Setahun kemudian, setelah terpilih ke Parlemen, ia kembali menolak tawaran Beasiswa Chevening untuk mengambil program Master of Public Policy (Magister Kebijakan Publik) di Oxford.[5]
Politik
Partai politik
Partai Pribumi Bersatu Malaysia
Saddiq adalah pemimpin Armada, sayap pemuda PPBM.[6] Ia menjadi juru bicara partai sejak didirikan pada September 2016 serta dianggap sebagai salah satu anggota pendiri dan duduk di dewan partai.[7][8] Ia menjadi politikus independen pada Mei 2020 diberhentikan sebagai anggota dan Ketua Armada. Menyusul pemecatannya dari PPBM, Mahathir dan anggota parlemen yang dipimpinnya telah membentuk sebuah partai baru,[9] bernama Partai Pejuang Tanah Air (Pejuang).[10] Akan tetapi, pada 21 Agustus, Syed Saddiq mengumumkan bahwa ia akan mendirikan sebuah partai multiras baru yang berpusat pada pemuda daripada bergabung dengan rekan-rekannya di PPTA.[11][12]
Kementerian Pemuda dan Olahraga
Saddiq menapaki karier politiknya lebih lanjut saat bertanding di Muar dalam pemilihan umum pada tahun 2018 dan terpilih menjadi anggota parlemen.[13][14] Ia kemudian diangkat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga di pemerintahan baru PH, sehingga menjadikannya menteri federal termuda pada tahun 2018 sejak kemerdekaan Malaysia menggantikan Khairy Jamaluddin.[15]
Sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga, Saddiq mendorong usia pemilih yang lebih rendah dari 21 hingga 18 tahun menjelang pemlihan umum ke-15.[16] Namun, ia bersetuju bahwa pertama-tama diperlukan program pemaparan politik untuk kaum muda Malaysia.[17] Pada Juli 2019, Saddiq telah mengajukan RUU ini di Dewan Rakyat bagi mengubah Konstitusi Federal untuk menurunkan usia pemilih menjadi 18,[18] tetapi ditarik dan diajukan kembali kemudian setelah diubah untuk mengakomodasi beberapa perubahan.[19] Dewan Rakyat pada 16 Juli dengan suara bulat mengesahkan RUU amandemen yang diajukan kembali untuk menurunkan usia pemilih, serta hak untuk ikut dalam pemilu menjadi 18 dan pendaftaran pemilih secara otomatis oleh Komisi Pemilihan (SPR).[20][21][22]
Hubungan dengan politikus lain
Pada September 2015, Saddiq menyebut akan "menyekolahkan" anak Wakil Perdana Menteri Ahmad Zahid Hamidi, Nurulhidayah, yang mengkritik peserta unjuk rasa Bersih 4.0.[23] Pada November 2015, Saddiq sempat mengakui ia sempat mendukung Najib Razak, tetapi kemudian menyebut Najib telah memalukan negara sebab skandal 1Malaysia Development Berhad.[24]
Kontroversi
Pada November 2016, Saddiq membuat surat terbuka kepada Sultan Johor Ibrahim. UMNO menyebut tindakan Saddiq biadab.[25]
Pada Oktober 2018, Saddiq mengatakan bahwa ketuanan Melayu telah berakhir dengan menyebut istilah itu tidak lebih dari sekadar frasa tanpa makna semata-mata. Pernyataannya kemudian menimbulkan pelbagai tanggapan dari banyak pihak.[26]
Pada Oktober 2019, seorang wanita yang berkunjung ke kantor tempat Saddiq bekerja dituduh sebagai pembantu pribadi Saddiq dan seorang transgender, tetapi ia membantahnya.[27]