Takashige Egusa
Takashige Egusa (江草 隆繁 , Egusa Takashige, えぐさ たかしげ)[1][2] adalah seorang penerbang handal dari Jepang. Egusa lahir pada tanggal 4 September 1909 di Perfektur Hiroshima, Jepang. Egusa adalah anak ketiga dari pasangan petani di distrik Ashina, Hirohima. Egusa lulus dari Akademi Angkatan Laut Etajima sekitar tahun 1930 dan menjadi seorang penerbang Angkatan Laut spesialis pengeboman tukik. Egusa berpartisipasi menjadi pilot pengebom selama pengeboman Nanjing pada tahun 1936. Setelah itu, Egusa ditempatkan di kapal induk Sōryū dan menjadi salah satu pimpinan (letnan komandan) skuadron pengebom yang dipersenjatai pengebom tukik Aichi D3A (pengebom tipe 99). Egusa memimpin 78 D3A dalam penyerangan Pearl Harbor. Egusa berhasil mendaratkan bomnya di dek USS Nevada. Egusa menjadi pemimpin skuadron pengebom tukik pada penyerangan Pulau Jawa, invasi ke Ambon, pengeboman sederet pertahanan udara di Pulau Wake, Pengeboman Port Darwin, dan Pertempuran Ceylon. Selama itu, Egusa diketahui berhasil mengebom USS Edsall, HMS Hermes, dan HMS Dorsetshire. Egusa dipaksa keluar dari medan pertempuran karena dirinya terkena luka serius setelah pesawatnya terbakar di atas dek Sōryū yang tengah dibom oleh pesawat-pesawat dari USS Enterprise. Egusa akhirnya pulih dan kembali ke medan tempur. Ia menjadi pilot uji coba untuk pesawat baru Jepang yaitu P1Y Ginga. Ia mengeluhkan tentang tangki bahan bakar pesawat tersebut yang terlihat sangat rapuh. Egusa ditempatkan di Grup Udara ke-521 yang bermarkas di Guam dan nantinya di Saipan. Egusa yang memiloti sebuah P1Y bersama Grup Udara ke-521 melancarkan serangan serangan di wilayah Mariana Barat. Egusa tewas pada tanggal 15 Juni 1944 di usia 34 tahun setelah pesawatnya terkena VT fuze dari meriam anti-pesawat USS Lexington dan tertembak jatuh. Egusa naik pangkat secara anumerta menjadi seorang Kolonel. Selama kariernya, Egusa menjatuhkan bom dari pesawatnya dengan total akurasi hingga 87%.[3] Menurut after action report dari USS San Jacinto, mereka sangat menyayangkan kematian penerbang sehebat Egusa. Mereka sendiri kurang suka bagaimana Jepang menyia-nyiakan pilot mereka untuk serangan yang sudah jelas hasilnya. Kematian seorang penerbang berpengalaman seperti Egusa nyaris tidak disadari, baik oleh kawan dan lawannya. Kematian Egusa dalam membela Jepang digambarkan seperti seorang samurai. Kutipan
Referensi
Bacaan lanjutan
|