Tanah Laut (perusahaan)
PT Tanah Laut Tbk adalah sebuah perusahaan publik di Indonesia (IDX: INDX) yang bergerak sebagai perusahaan investasi, terutama di anak usahanya yang bergerak dalam pelayaran, jasa pelabuhan, penyewaan properti, dan lainnya. Berkantor pusat di Grha HRH, Jl. Lebak Bulus Raya, Lebak Bulus, Jakarta Selatan,[1] perusahaan ini telah beberapa kali mengganti nama dan bidang usaha yang digelutinya. Manajemen
Kepemilikan
Anak usaha
SejarahPerusahaan internetPada 19 September 1991, didirikan sebuah perusahaan bernama PT Sanggrahamas Dipta.[1] Awalnya, perusahaan ini dibentuk dengan tujuan untuk berusaha di bidang rekayasa, teknik dan arsitektur,[3] namun kemudian banting setir ke bisnis internet yang saat itu masih baru, sejak mulai beroperasi pada Februari 1996.[4] Pada bulan Oktober 1996, PT Sanggrahamas meluncurkan salah satu situs web terawal di Indonesia, bernama indoexchange.com (Indonesian Net Exchange).[5] Indoexchange merupakan situs yang memberikan informasi tentang dunia bisnis, keuangan, dan pasar modal di Indonesia.[4][6] Tidak hanya di Indonesia, situs indoexchange.com dapat dianggap sebagai salah satu situs finansial pertama di Asia.[7] Indoexchange.com sendiri merupakan situs yang dirintis oleh Masyarakat Pasar Modal Indonesia,[8] dan kemudian dibantu permodalannya oleh sejumlah investor Australia.[9] Kemudian, di bulan April 1997, indoexchange.com melangkah lebih jauh lagi dengan menggandeng Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) untuk mempublikasikan informasi tentang seluruh perusahaan publik yang ada di Indonesia secara update, seperti pemegang saham, harga saham, dan informasi keuangannya. Pada tahun tersebut, indoexchange.com tercatat memiliki 55.000 halaman.[10][11] Selain itu, dalam perkembangannya, situs indoexchange.com juga menghimpun berita dari sejumlah media massa[12][13] dan lembaga kajian ekonomi (seperti Econit).[14] Indoexchange.com kemudian terus berkembang dengan menjaring banyak pengunjung, termasuk dari Hong Kong, Kanada dan Jerman, dan menarik berbagai kalangan, seperti bankir, investor, profesional dan pelajar untuk mengunjungi situsnya.[7] Pada tahun 2002, indoexchange.com mencatatkan sekitar 98.000 anggota terdaftar.[15] Kemudian, PT Sanggarahamas juga mengembangkan bisnis lainnya yang masih terkait, seperti desain dan operasionalisasi laman web (web solution) bagi perusahaan dan bisnis,[7] dan menyentuh sektor lain seperti usaha kecil dan menengah (UKM).[16] Dirintis juga kemudian NEXIAonline.com (ditangani oleh anak usahanya PT Nexia Sourcing Indonesia), sebuah situs web yang menawarkan jasa perdagangan, promosi dan informasi usaha tekstil baik dari dalam maupun ke luar negeri dan sebuah situs web tentang bisnis pertambangan bernama miningindo.com (ditangani oleh anak usahanya juga, PT Icorp Asia Dotcom).[4] Selanjutnya, di awal 2000-an (2000-2001), PT Sanggrahamas Dipta mengganti namanya menjadi PT Indoexchange Dotcom.[4][17][18] Sesuai pemiliknya yang memang berasal dari kelompok masyarakat pasar modal, PT Indoexchange Dotcom kemudian memutuskan untuk melepas sebagian sahamnya (120 juta lembar) ke publik pada 17 Mei 2001. Harga saham yang ditawarkan adalah Rp 125/lembar, dan perusahaan diberi kode emiten INDX yang sampai saat ini masih digunakan.[19] Dari IPO tersebut, perusahaan meraih dana segar Rp 13 miliar.[20] Indoexchange merupakan perusahaan dot-com keempat di Indonesia yang melakukan IPO.[21] Nama perusahaan kemudian berganti lagi menjadi PT Indoexchange Tbk di tanggal 14 Juni 2002,[4] sebagai upaya menjangkau bisnis selain portal internet. Sayangnya, pasca-IPO, nasib perusahaan ini justru lebih banyak merugi dan ditimpa kelesuan bisnis. Pada periode kuartal I-2001, perusahaan merugi Rp 3,37 miliar dan periode yang sama di tahun 2002 merugi Rp 1,16 miliar, sedangkan pada September 2001, pertumbuhan pendapatannya hanya 6,27%, menjadi Rp 3,9 miliar dari Rp 3,67 miliar.[22] Maka, PT Indoexchange kemudian melakukan perubahan strategi, seperti mulai melirik jasa konsultan bisnis sebagai bisnisnya,[23] dan efisiensi di berbagai biaya seperti promosi. Naik-turunnya bisnis Indoexchange Tbk ini sejalan dengan runtuhnya gelembung dot-com yang menimpa banyak perusahaan sejenis di dunia pada awal 2000-an.[22][24] Memasuki pertengahan 2000-an, kinerjanya semakin merosot, ditunjukkan dengan pada tahun 2004 harga sahamnya melorot menjadi Rp 10/lembar, terendah kedua di BEJ.[25] Malahan, kemudian pada tahun 2005, perusahaan ini merugi Rp 4,2 miliar dan tahun selanjutnya mengalami hal serupa, mencapai Rp 1,68 miliar,[6] dan aset serta ekuitas perusahaan terus mengalami penurunan.[26] Malahan, karena tercatat sempat menunggak biaya pencatatan di bursa lainnya (Bursa Efek Surabaya), perusahaan yang pada 2006 ini sudah menjadi perusahaan jasa dan investasi, diancam pihak bursa akan disuspensi perdagangannya.[27] Sejak awal 2007, tercatat situs indoexchange.com tidak lagi di-update,[28] dan akhirnya lenyap dari dunia internet Indonesia sejak tahun 2009.[29] Perubahan kepemilikan, bisnis dan namaPada saat stagnasi dan kesulitan bisnis tersebut, masuklah Integrax Bhd., sebuah perusahaan dari Malaysia yang bergerak dalam bidang investasi dan infrastruktur, mengakuisisi perusahaan ini. Pada 29 Maret 2007, Integrax mengumumkan akuisisi 32,56% saham PT Indoexchange Tbk dari beberapa pemegang saham, seperti ASEAN Small Cap Fund dengan harga Rp 100/lembar saham.[30] Kemudian, di bulan Mei-Juni 2007, Integrax meningkatkan sahamnya di perusahaan ini lewat skema tender offer.[31] Pasca-akuisisi, kepemilikan INDX menjadi Integrax Bhd. 34,85%, Yayasan Masyarakat Pasar Modal Indonesia 5,18%, Soetanto Pranoto 9,3%, dan publik 58,82%. Namun, beberapa bulan setelah akuisisi, perdagangan saham Indoexchange Tbk disuspensi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 30 November 2007. Baru pada 26 Mei 2009, sahamnya bisa ditransaksikan kembali.[32] Beberapa saat sebelum pencabutan suspensi itu, pada April 2009 Indoexchange mengumumkan rencana rights issue seharga Rp 36,7 miliar, yang dananya akan digunakan untuk akuisisi Radikal Rancak Sdn. Bhd. (anak usaha induknya, Integrax Bhd.),[1] dan sisanya untuk modal perusahaan.[33] Dengan rights issue itu, maka Integrax memiliki 70,3% saham Indoexchange Tbk, dan Radikal Rancak (yang bergerak di bidang jasa pelabuhan) bisa masuk ke pasar modal dengan mekanisme backdoor listing sebagai anak usaha Indoexchange Tbk.[34] Juga, setelah akuisisi, perusahaan meluaskan usahanya sebagai perusahaan pelayaran.[35] Akuisisi ini dianggap manajemennya dapat berguna demi meningkatkan bisnis perusahaan yang menurun saat itu.[36] Tidak lama kemudian, di akhir tahun, perusahaan juga mengumumkan rencana quasi-reorganisasi dengan menata struktur keuangannya.[37] Proses ini sudah dilakukan pada 5 April 2010.[1] Pada April dan November 2010, Indoexchange kemudian mendirikan dua anak usaha baru yang direncanakan juga bergerak di bidang kelautan bernama PT Pelayaran Indx Lines dan PT Carya Myna.[38] Belakangan, saham Integrax kemudian dijual kepada perusahaan asal Malaysia lain, Equatorex Bhd., yang pembeliannya dilakukan pada 11 Februari 2011. Tidak lama kemudian, juga dilakukan tender offer sebesar 29,69% saham yang ada dengan harga Rp 130/lembar saham.[39] Maka, kemudian kepemilikan Equatorex (anak usaha Halim Rasip Holdings Group) menjadi 81,07%, sisanya publik.[40] Akhirnya, nama perusahaan diganti dari PT Indoexchange Tbk menjadi PT Tanah Laut Tbk di tanggal 22 Juni 2011.[41] Beberapa bulan setelah pergantian nama, di Agustus 2011, perusahaan membeli kapal batu bara bernama "Parmameswara".[42] Bisnis Tanah Laut Tbk kemudian difokuskan pada bidang penyediaan jasa kapal tunda dan tongkang, floating crane, kapal konversi untuk kegiatan transhipment/penyimpanan massal, operator terminal laut dan pelabuhan, serta kerjasama sebagai pelaksana proyek pembangunan pelabuhan.[40] Perkembangan pasca-akuisisiHingga akhir Desember 2012, perusahaan ini mencatatkan penjualan Rp 81,24 miliar dan aset Rp 150,5 miliar.[43] Namun, angka kinerja keuangannya tercatat naik-turun, dengan pada tahun 2015 mengalami penurunan laba bersih 96% dari Rp 47,85 miliar pada 2015 menjadi Rp 1,46 miliar.[44] Pada tahun selanjutnya, malah Tanah Laut Tbk tidak mencatatkan pendapatan sama sekali dan masih merugi.[45] Penurunan drastis kinerja INDX ini disebutkan karena penurunan kinerja anak usahanya, terutama PT Virgo Makmur Perkasa dan Lumut Maritime Sdn. Bhd. yang kontraknya sudah habis.[46] Namun, pada 2019 dan 2020, tercatat perusahaan ini bisa mendapatkan laba kembali.[47][48] Sempat juga perusahaan ini mendirikan anak usaha PT Iona Laut Logistik pada Mei 2014,[49] namun kemudian melikuidasi anak usahanya yang lain, Radikal Rancak Sdn. Bhd. pada 1 April 2016.[50] Untuk mengembangkan usahanya, baru-baru ini manajemen PT Tanah Laut Tbk sudah merencanakan untuk terjun ke bisnis baru. Bisnis tersebut seperti penyewaan kantor, kerjasama dengan startup, pengembangan energi terbarukan, pengembangan pelabuhan di berbagai daerah, dll.[51][52] Sempat juga perusahaan ini berusaha terjun dalam bisnis infrastruktur di Banyuasin, Sumatera Selatan dalam proyek KEK Tanjung Api-api, namun dihentikan pada akhir 2021 karena tidak kunjung mendapat izin.[53] Pada 31 Desember 2021, PT Tanah Laut Tbk mencatatkan pendapatan Rp 4,8 miliar, merugi Rp 1,02 miliar, memiliki aset Rp 65,16 miliar dan memiliki 9 orang karyawan, naik dari tahun sebelumnya sebanyak 8 karyawan.[1] Rujukan
Pranala luar |