Tedunan, Kedung, Jepara
GeografiDesa ini berbatasan dengan Sowan Kidul di sebelah utara, Karangaji di sebelah barat, Kaliombo di sebelah tinur, Kali Serang di sebelah selatan. Pemdes TedunanStruktur pemdes Tedunan periode 2019 - 2025
RencanaPetinggi Desa Tedunan memiliki proyek memajukan desa, yaitu:
OlahragaPuluhan tahun yang lalu desa Tedunan mempunyai lapangan sepak bola di bantaran kali SWD II, namun karena terkena dampak normalisasi kali tersebut lapangan bola digusur. Praktis kegiatan para remaja berlatih dan bermain terhenti total. H. Mustofa[1] merupakan petinggi periode 2008-2013, ia juga gemar sepak bola ingin memberi fasilitas baru yaitu memangunkan lapangan sepak bola kepada warga Tedunan. Tapi melihat kondisi PAD (Penghasilan Asli Desa) yang tidak begitu besar maka program pembuatan lapangan sepak bola itu baru terealisasi pada tahun 2011. Sayangnya desa Tunahan belum memiliki klub sepak bola resmi yang terdaftar di PSSI Pengcab Jepara dan belum mengikuti Liga Jepara. SejarahHubungan sejarah Tedunan dengan orang-orang Kalimantan dan Malaka. Tedunan dan Jepara dalam Suma Oriental menurut Tomé Pires (Tahun 1513 Masehi)JEPARA (JAPARA) Jepara dipimpin Pate Unus, seorang kesatria tangguh dan bijaksana, yang sering menjadi bahan pembicaraan di Jawa. Negeri yang dikuasainya pun luas. Kakek Pate Unus adalah pekerja di Kepulauan Laue (Pulau Lawai/Kalimantan). Dengan modal kecil ia pergi ke Malaka dan menikah di sana, hingga lahirlah ayah Pate Unus. Ia kemudian menjadi pedagang di Jawa, dan sekitar 40 – 50 tahun yang lalu berhasil membunuh pate Jepara yang lemah dan hanya memiliki 90 – 100 penduduk. Ia juga berhasil merebut Tedunan dan menyatukan penduduk kedua negeri itu. Pelabuhan Jepara terletak di kaki gunung dan merupakan pelabuhan terbaik di Jawa. Semua orang yang pergi ke Jawa dan Maluku pasti akan singgah di Jepara. Wilayahnya pun sangat rindang. Pate Unus seorang pemberani yang mampu menaklukkan Bangka, Tanjungpura, Laue (Lawai di Kalimantan Barat), dan pulau-pulau lainnya. Meskipun Jepara berada di bawah Demak, namun Pate Unus memiliki kekuasaan yang hampir sama dengan Pate Rodim. Pate Unus berniat untuk menaklukkan Malaka dan merebut negeri itu dari rajanya. Pada saat Pate Unus menyerang, Malaka telah dikuasai oleh Portugis. Pate Unus membangun armada dengan bantuan dari Jawa dan Palembang. Mereka pun berangkat menyerang Malaka dengan membawa 100 kapal. Mereka tiba di Malaka pada malam hari dan kembali pada malam berikutnya, dengan hanya membawa 7 – 8 kapal yang tersisa, sedangkan yang lain dibakar, karam, atau tertangkap. Saat ini Pate Unus berusia sekitar 25 tahun. Ia jauh lebih hebat dari dugaaan orang Jawa. Ia menikah dengan saudara perempuan Pate Rodim, serta mengajukan lamaran pula kepada mantan Raja Malaka untuk menikahi salah satu putrinya. Jepara merupakan kunci bagi seluruh Jawa, mengingat letaknya yang di tengah dan di puncak. Jarak menuju Cirebon sama jauhnya dengan jarak menuju Gresik.[2] TEDUNAN (TIDANA) Tedunan dipimpin oleh Pate Orob, yang merupakan paman dari Pate Unus. Ia merupakan orang yang bijak dan tidak tunduk kepada siapa pun. Negeri Tedunan menghasilkan beras dalam jumlah yang besar dengan penduduk sekitar 2.000 sampai 3.000 jiwa. Pate Orob sering berperang dengan orang-orang pedalaman. Ia juga membantu Pate Rodim karena Guste Pate sering menyerang Demak, Tedunan, dan Jepara. Serangan Guste Pate ini banyak menghilangkan nyawa di ketiga negeri tersebut. Pate Orob banyak memberikan nasihat kepada Pate Rodim dan Pate Unus. Keduanya pun mematuhi Pate Orob meskipun kekuasaan mereka lebih besar daripada dia.[2] Tedunan menurut naskah Hikayat BanjarMenurut Hikayat Banjar-Kotawaringin, raja Kesultanan Demak Sultan Surya Alam (Raden Surya Pangeran Sabrang Lor, wafat 1521) yang telah mengirimkan seribu pasukan untuk membantu Pangeran Samudera untuk berperang melawan pamannya Pangeran Tumenggung penguasa terakhir Kerajaan Negara Daha (lokasinya sekarang di kecamatan Daha Selatan sekitar 145 km di utara Kota Banjarmasin). Konflik tersebut berakhir dengan kemenangan diraih oleh Pangeran Samudera sebagai Sultan Banjarmasin pertama, sedangkan Pangeran Tumenggung diizinkan menguasai dan menetap pada sebuah distrik di pedalaman (daerah Alay) dengan seribu penduduk. Dalam peperangan tersebut tertangkap pula sejumlah orang Negara Daha yang kemudian 40 orang diantaranya dibawa (sebagai tawanan) ke Demak dan Tadunan (Tedunan, Jepara) sebagai ganti 20 orang prajurit Demak yang gugur. Hikayat Banjar: Referensi
Pranala luar
|