Share to:

 

Teknologi Komunikasi Autisme

Teknologi Komunikasi Autisme adalah suatu alternatif pemulihan bagi anak penderita autisme di mana dalam proses pemulihannya banyak melibatkan kemajuan teknologi dan komunikasi. Banyak perusahaan, yang berbasis teknologi komunikasi, yang ingin terlibat dalam pengembangan proses pemulihan anak autis. Untuk anak penderita autisme, penggunaan komputer tablet dapat digunakan sebagai alat bantu komunikasi anak autis, namun memerlukan pelatihan awal pada orang tua dan anak.[1] Karena bila tidak dibatasi juga akan mengurangi porsi kegiatan motorik halus. Dengan bertambahnya peningkatan jumlah anak dengan dengan kebutuhan khusus maka diperlukan suatu sarana pembelajaran berupa Media Teknologi dan Informasi yang dapat mengintegrasikan unsur-unsur visual dan audio yang dapat menstimulasi perkembangan kemampuan pada anak-anak penderita autisme. Teknologi dapat membantu hal tersebut. Salah satu fasilitas teknologi yang dapat menolong adalah IPad. Ipad dapat membantu anak-anak penderita autisme untuk dapat belajar dan juga ipad berfungsi sebagai alat terapi . Manfaat Ipad dapat meningkatkan kemampuan belajar anak termasuk self direct learning, meningkatkan keterlibatan dan interaksi sosial. Aplikasi yang terdapat di dalam ipad diharapkan dapat meningkatkan kemandirian pada anak dengan keterampilan motorik yang terbatas, gangguan penglihatan, cacat intelektual dan perkembangan dan anak yang mengalami kesulitan berkomunikasi.[2] Anak yang menderita autisme memiliki kemampuan yang lebih dibidang visual dan lebih mudah untuk belajar dan mengingat sesuatu apabila diperlihatkan gambar atau tulisan dengan suatu konsep yang abstrak. Software yang menggunakan gambar, simbol, dan foto dapat digunakan untuk menghasilkan alat bantu visual yang dapat membantu kegiatan sehari-hari.

Google and Autism Speak

Pihak Google dan juga yayasan penelitian autis, Autism Speaks bekerjasama untuk membantu penelitian penyembuhan autisme. Pihak Google bersedia menyediakan ruang penyimpanan data untuk proyek pengurutan 10,000 Genom lengkap dari anak-anak penderita Autisme. Dalam data tersebut juga termasuk saudara dan orang tua yang anaknya mengalami autis. Selain data pengurutan genom atau Genom Sequencing, Google juga akan menyimpan berbagai data klinis lainnya. Kedua pihak yang terlibat berharap kerjasama mereka bisa memperkuat penelitian soal autisme. Pembelajaran genom ini dianggap sebagai kunci untuk memahami alzheimer, kanker dan juga autisme. Untuk mendapatkan informasi DNA tersebut ternyata dibutuhkan sistem komputasi dan penyimpanan berkapasitas besar. Tidak banyak universitas dan rumah sakit penelitian yang memilikinya. Rencananya kumpulan data ini akan menjadi bagian dari AUT 10K, sebuah program pemetaan genom oleh Autism Speaks. Data tersebut dinilai sebagai koleksi terbesar genom lengkap yang bisa terbuka untuk semua peneliti, asalkan memenuhi syarat. Perangkat analisis itu akan tersedia pada sistem Google dalam bentuk komputasi awan. Perangkat Google tersebut akan menempatkan informasi dan perangkat analisis pada server yang dapat diakses dari jauh sehingga memungkinkan kolaborasi mulus antara peneliti. Program juga menyediakan akses bagi peneliti yang tidak memiliki sistem komputer yang kuat agar dapat melakukan kajian genom secara mandiri. Penelitian genom bertujuan mecari tahu bagaimana cara kerja berbagai penyakit dan kelainan dalam tubuh.

Aplikasi Look At Me

Dalam rangka salah satu kegiatan CSR nya, Samsung meluncurkan suatu aplikasi menggunakan platform Android yang diberi nama Look At Me. Aplikasi ini bisa membuat anak-anak penderita autisme belajar bagaimana cara memperbaiki kontak mata dengan orang lain dihadapan mereka. Dirilisnya aplikasi Look At Me ini tidak hanya dijadikan pengangkat kegiatan CSR Samsung, namun juga memberikan pengertian kepada yang sebelumnya kurang memahami kompleksitas autisme.[3] Look At Me dapat di temukan di Google Play. Aplikasi ini dikembangkan oleh para dokter dan akademisi di Seoul National University, Bundang Hospital, dan Program Studi Psikologi Yonsei University. Aplikasi ini menggunakan foto-foto, teknologi pengenalan wajah dan serangkaian Games untuk membantu anak-anak penderita autisme membaca emosi dan berkomunikasi dengan orang lain. Tim yang melatarbelakangi aplikasi Look At Me melakukan penelitian klinis dengan melibatkan 20 orang anak selama 8 pekan dan terlihat bahwa 60% dari anak-anak ini menunjukan perbaikan dalam kontak mata. Samsung menyarankan untuk menggunakan aplikasi ini secara rutin dengan waktu 15-20 menit setiap hari.

Aplikasi Game Therapy Attention Deficit Hyperactive Disorder

Aplikasi game ini diciptakan oleh 3 Mahasiswa Program Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, berhasil menciptakan satu permainan yang dapat digunakan juga sebagai sarana Terapi bagi para penderita autisme. Alat ini menggunakan Sensor gerak sejenis Kinect seperti yang digunakan di perangkat game seperti Xbox atau Wii U. Terdapat 3 pilihan game yang telah disediakan yaitu Catch The Jellyfish, Falling Party, dan Go Fishing. Pada permainan Catch The Jellyfish pemain harus menangkap Ubur-ubur yang lewat dengan menggunakan tangan kanannya saja. Sedangkan permainan kedua yaitu Falling Party, mengharuskan pemain menggerakan kedua tangan kiri dan kanan untuk menangkap berbagai ikan yang jatuh dari arah atas. Sedangkan permainan ketiga yaitu Go Fishing, pemain harus memilih satu ikan yang warnanya sesuai dengan perintah yang diberikan oleh sistem. Selain dapat melatih Konsentrasi dan fokus anak pendrita autisme, aplikasi game ini juga dapat melatih perkembangan kognitif mereka. Rencana jangka panjang untuk aplikasi ini adalah akan dikembangkan untuk tujuan sosial terutama bagi sekolah anak penderita autisme yang memang membutuhkan. Sekarang, aplikasi ini sudah mulai diterapkan disekolah berkebutuhan khusus yang ada di kota Malang. Aplikasi game yang diusung oleh ketiga mahasiswa yang tergabung dalam Raion's Head ini berhasil meraih Medali emas dalam kategori permainan diajang kompetisi Gemastik 6.

Aplikasi Mobile BIUTIS

Aplikasi mobile BIUTIS merupakan aplikasi yang ditujukan untuk pembelajaran Kosakata untuk anak penderita autis berdasarkan gambar atau suara. Teknologi ini diciptakan oleh group penelitian Technology for Autism dari Teknik komputer, School Pf Electrical Enginnering and Informatics, ITB yang diketuai oleh Ir. Emir M. Husni, M.Sc, Ph.D dibantu oleh Budianingsih dan Ida Rachmaniar Sahali. Aplikasi mobile BIUTIS dibuat menggunakan Handphone Android dan diutamakan untuk anak autis di daerah Pedesaan berdasarkan kenyataan bahwa belum tersedianya pusat pengembangan untuk anak autis di pedesaan. Pembelajaran kosakata pada aplikasi BIUTIS merupakan salah satu terapi Wicara. Sistem aplikasi pembelajaran yang akan dibangun menggunakan Perangkat keras handphone berbasis android 2.1 . Pendamping atau orang tua Login kedalam aplikasi yang dilengkapi dengan proses otentikasi. Pendamping memasukan data anak berupa nama, foto, beserta gambar atau tokoh Kartun dan musik yang disukai anak. Admin juga dapat menambah atau menghapus kategori gambar atau kosakata yang ingin diajarkan ke anak. Input gambar dan suara kosakata diambil dari kamera, hasil recording atau dengan Unduh data dari server yang sudah disediakan. Selanjutnya pendamping atau orang tua bisa keluar dari aplikasi dan anak bisa langsung memulai pembelajaran. Pada sisi anak, tidak ada proses otentikasi untuk masuk bagian pembelajaran. Anak mulai bisa belajar berdasarkan kategori yang diinginkan. Aplikasi BIUTIS dapat diprogram sesuai dengan rancangan orang tua atau pendamping shingga dapat disesuaikan dengan program terapi wicara mulai dari level terendah sampai level lanjutan.

Cakra Therapy Autis

Pembuatan aplikasi Cakra Therapy Autis dilatarbelakangi akan kepedulian atas mahalnya biaya terapi anak-anak autis di Indonesia. Aplikasi Cakra ini diciptakan oleh M. Rizky Habibi yang mengenyam pendidikan di ITS surabaya jurusan Teknik Informatika. M. Rizky Habibi merupakan juara II Program Young Mandiri Technopreneur Bank Mandiri dengan kategori Teknologi Digital. Aplikasi ini diciptakan pada tahun 2011 dan membutuhkan waktu selama 3 tahun untuk proses penyelesaiannya. Sehingga baru diluncurkan tahun 2014 yang lalu. Aplikasi pertama yang diciptakan adalah Aplikasi Cakra Croze. Di dalam aplikasi ini terdapat 3 fitur yang berisi 77,000 pertanyaan anak. Orangtua si anak penderita autis hanya perlu memberikan Umpan balik kepada si anak, dan akan dinilai secara otomatis oleh aplikasi ini. Edisi aplikasi ini juga dilengkapi 137 jenis Terapi yang bisa digunakan oleh orang tua pasien penderita autis. Telah dilakukan uji coba ke 9 orang penderita di Cakra Autism Center dengan kategori parah, menengah, dan ringan. Hasil uji coba setelah mencoba aplikasi ini adalah Pasien tetap ada yang stagnan dan meningkat. Seberapa besar pengaruh dari aplikasi ini tergantung kemampuan timbal balik anak itu sendiri. Untuk mendapatkan aplikasi cakra ini, pengguna harus mendownload di Website cakra-app.com. Aplikasi ini gratis dan hanya tinggal digunakan di layar monitor komputer. Aplikasi ini sudah digunakan oleh Dokter di kota besar Surabaya, Bandung, Jakarta, Medan dan Makassar.

Space Place (Game For Autism)

Anak-anak autis cenderung Apatis dengan lingkungan sekitarnya. Salah satu cara untuk membantu anak-anak berinteraksi yaitu melalui Game komputer. Catalyst Video merupakan studio Animator yang merancang game komputer kartun ini. Mereka mengembangkan game komputer yang diberi nama Space Place. Game ini menghadirkan 12 cerita yang berfokus pada kaitan antara Emosi dan Ekspresi wajah. Game ini diharapkan menjadi alat bantu bagi orang tua dan guru untuk membangun kemampuan empati pada anak autis. Dengan penggunaan alat bantu seperti ini secara teratur, anak penyandang autis dapat mengembangkan kepekaan dan emosi mereka sehingga dapat menerapkannya dalam situasi yang berbeda. Space Palce direkomendasikan oleh Psikolog Dr. Janine Spencer, yang mendirikan Centre For Research in Infant Behaviour lab di Brune University.

T. JACKET (JACKET FOR AUTISM)

T.Jacket dirancang oleh Roshni Mahtani, yang juga pendiri dan CEO TheAsianParent.com, untuk mengurangi reaksi kecemasan dan gugup pada anak autis. Dikembangkan pada awal 2012, T.Ware berfungsi sebagai pengendali otomatis yang bisa menekan perilaku anak autis. Jaket ini secara khusus dirancang untuk anak-anak autis yang sering bereaksi tiba-tiba dengan lingkungan baru, rutinitas yang berbeda, suara keras dan wajah-wajah baru yang dapat mengganggu pembelajaran dan pengembangannya. T.Ware 's T.Jacket ini merupakan alat bantu untuk para penderita autis karena bisa memberi simulasi pelukan dan berefek menenangkan pada pemakainya. Sebuah sistem cerdas tertanam dalam T.Jacket yang dapat dikontrol dan dimonitor melalui perangkat mobile seperti ponsel pintar atau tablet. Hal ini akan memberikan kemudahan bagi pengurus atau orang tua dari anak autis.

Adaptive Robot Mediated Intervention Architecture

Tim peneliti di Vanderbilt University membuat suatu terobosan untuk menarik perhatian anak-anak penderita autis. Robot tersebut memiliki sistem ARIA (Adaptive Robot Mediated Intervention Architecture). Robot ini dilengkapi dengan kamera, sensor, dan sistem komputer. Robot ini dirancang untuk membantu anak-anak autis mengembangkan keterampilan dasar mereka dalam pembelajaran sosial. Robot ini bisa memberikan petunjuk secara lisan dan memberi isyarat melalui gerakan kepada anak-anak untuk menarik perhatian meraka. Robot ini dapat memperkenalkan Lagu dan Video untuk memicu minat anak penderita autis. Ketika anak merespon, robot akan berusaha memberi isyarat melalui gerak tubuh. Robot ini dapat berfungsi sebagai alat pembelajaran interim.

ECHOES (Karakter Virtual Untuk Anak Autis)

Banyak anak autis mengalami kesulitan berkomunikasi dengan orang sekitarnya. Perangkat teknologi terbaru ini berasal dari Laboratorium Pengetahuan London di Inggris dibawah Pimpinan proyek Dr. Kaska Porayska-Pomsta. Perangkat teknologi ini membantu anak-anak di sekolah dasar untuk meningkatkan interaksi anak-anak penderita autis di ruang kelas. Proyek penelitian ECHOES memungkinkan anak-anak autis untuk berkomunikasi dengan karakter virtual bernama “Andy“, lewat layar sentuh monitor televisi. Gagasan di balik proyek ECHOES ini adalah mengajak anak-anak autis untuk berinteraksi dengan karakter virtual “Andy“. Bersama Andy mereka mempelajari kemampuan sosial, sehingga bisa mengaplikasikannya dalam dunia nyata. Interaksi dengan lingkungan buatan dan Andy, difasilitasi lewat layar sentuh selebar 42 inci. Anak-anak dapat memainkan berbagai objek dalam lingkungan buatan ini. Di layar sentuh itu, anak-anak penderita autisme seolah bisa menggoyang-goyangkan awan sehingga terjadi hujan dan menumbuhkan tanaman. Idenya di sini adalah objek-objek tersebut diharapkan memancing interaksi sosial. Program komputer bekerja seperti konsol game modern Nintendo Wii dan Kinect untuk Xbox. Anak-anak bereaksi atas apa yang terjad di layar monitor, sementara program komputer bereaksi pada gerakan anak-anak itu, sentuhan dan suara mereka. eknologi yang dikembangkan ECHOES diuji coba di sekolah dasar Topcliffe di Birmingham. ada sekitar 50 dari 250 murid yang menderita autis.

Referensi

  1. ^ "Teknologi dan Komunikasi Anak Autisme". LSPR News. 5 April 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-07. Diakses tanggal 2015-04-03. 
  2. ^ Fadliyana Ekawaty (23 Juni 2014). "Pemanfaatan Teknologi IPads untuk Anak dengan Kebutuhan Khusus". Kompasiana. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-07. Diakses tanggal 2015-04-03. 
  3. ^ "Drone Ramah Lingkungan dari Material Jamur". Ciputra Entrepreneurship. 23 Desember 2014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-06. Diakses tanggal 2015-04-03. 

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya