Share to:

 

Tenda gaul

Tenda gaul, warung gaul atau warung tenda artis adalah sebutan untuk kedai-kedai makan yang menjamur di Jakarta[a] akibat Krisis Moneter 1998 yang melanda Asia. Kedai makan sederhana ini dijalankan oleh para pegawai swasta atau artis yang kehilangan pekerjaannya di tengah keadaan ekonomi yang buruk. Ketiadaan lowongan pekerjaan di pasaran membuat orang-orang berbondong mendirikan beragam usaha kuliner. Tenda gaul didirikan dari tenda sederhana di pinggir jalan yang biasanya buka pada malam hari. Fenomena ini berlangsung sekitar 1997 s.d 2000. Sementara fenomena tenda gaul yang dijalankan para artis baru mengemuka pada Mei 1998, tetapi berusia lebih pendek, berlangsung tidak sampai satu tahun saja.[1][2][3] Fenomena ini dianggap sebagai salah satu tonggak penting yang mengawali popularitas kuliner malam di Indonesia.[4]

Beberapa tenda gaul diberi nama dengan menyesuaikan situasi politik kala itu, sebagai contoh "Nasi Uduk Reformasi" atau "Nasi Goreng Demonstran."[5] Salah satu tempat berkumpulnya tenda gaul berada di kawasan SCDB, yakni Kafe Tenda Semanggi yang saat ini sudah tidak ada lagi.[6]

Contoh

Beberapa artis Indonesia yang pernah membuka tenda gaul di antaranya:[2]

  • Ronny Sianturi, anggota Trio Libels, menjual aneka jus di jalan Tirtayasa, Jakarta Selatan.
  • Marcellino, model dan pemain sinetron, menjual pempek di Pintu IX Senayan.
  • Gugun membuka warung tenda nasi goreng bersama adiknya
  • Rina Gunawan yang membuka tenda gaul dengan nama acara yang dibawakannya di TPI masa itu, AM-KM.

Tanggapan

Salah satu kritik datang dari Meriam Bellina yang berpendapat bahwa tren membuka tenda gaul di kalangan artis dapat berdampak buruk bagi rakyat kecil yang memang mencari rezeki dari usaha membuka warung tenda. Ia menambahkan bahwa warung tenda biasa mengalami penurunan penjualan akibat maraknya tenda gaul artis yang mencuri perhatian masyarakat.[2]

Warisan

Umumnya usaha tenda gaul hanya bertahan satu atau dua tahun, tetapi beberapa tenda gaul berkembang dan bertahan hingga saat ini. Contoh keberhasilan itu di antaranya adalah Roti Bakar Eddy dan Dimsum Festival di kawasan Kemang.[5]

Fenomena maraknya tenda gaul pada masa itu juga mengilhami Debby Sahertian menamai kamus bahasa percakapan karyanya dengan nama Kamus Gaul. Ia juga mendaku yang pertama kali menyebut bahasa Indonesia percakapan dengan Bahasa Gaul.[7] Bahasa ini sebelumnya lebih dikenal sebagai bahasa prokem atau bahasa okem.[8]

Keterangan

  1. ^ Kemungkinan juga terjadi di kota-kota lain di Indonesia.

Pranala luar

Catatan kaki

  1. ^ riki.frindos@gmail.com (2017-10-04). "Mengenang Huru-Hara Krismon yang Meluluh-lantakkan Indonesia". Frindos on Finance (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-03-03. 
  2. ^ a b c "Mengenang Warung Tenda Artis, Siasat Seleb di Saat Krismon '98". archive.tabloidbintang.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-01-05. Diakses tanggal 2020-03-03. 
  3. ^ Deskarina, Rekta (2011). Pusat Remaja di Surakarta. Universitas Sebelas Maret. 
  4. ^ RS Mintanto. Perancangan Informasi Kuliner Malam di Tangerang.[pranala nonaktif permanen]
  5. ^ a b Erwin, Lilly T. Erwin, Abang (2008). 100 PTM Jajanan Gaul & Favorit. Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-979-22-3999-7. 
  6. ^ Okezone (2018-04-21). "5 Tempat Ngetop di Jakarta yang Sekarang Tinggal Kenangan". Okezone.com. Diakses tanggal 2020-03-03. 
  7. ^ Torchia, Christopher; Djuhari, Lely (2012-11-27). Indonesian Slang: Colloquial Indonesian at Work (dalam bahasa Inggris). Tuttle Publishing. ISBN 978-1-4629-1057-1. 
  8. ^ "Bahasa Gaul Gitu Looh... | PELITAKU". pelitaku.sabda.org. Diakses tanggal 2021-02-23. 
Kembali kehalaman sebelumnya