Tenggelamnya KM Sinar Bangun
Kapal Motor (KM) Sinar Bangun merupakan sebuah kapal feri berjenis ro-ro yang tenggelam di utara Danau Toba, Sumatera Utara, Indonesia, pada 18 Juni 2018.[4] Kapal feri ini mengangkut penumpang dari Simanindo di Kabupaten Samosir menuju Tigaras di Kabupaten Simalungun. Diperkirakan 164 penumpang hilang akibat tenggelamnya kapal ini,[5] akan tetapi ketiadaan manifes mempersulit kepastian jumlah penumpang dan kendaraan yang terangkut saat pelayaran.[6] Hingga 21 Juni 2018, sedikitnya 3 orang meninggal dunia serta 21 orang selamat akibat kejadian ini.[2][7] KronologiKM Sinar Bangun berlayar dari Pelabuhan Simanindo di Kabupaten Samosir, yang terletak di Pulau Samosir, menuju Pelabuhan Tigaras di Kabupaten Simalungun. Laporan dari pihak terkait menunjukkan bahwa penumpang yang menaiki kapal ini adalah wisatawan yang mengunjungi kawasan Danau Toba pada masa libur Hari Raya Idulfitri 1439H. Kapal tersebut diduga tenggelam sekitar pukul 17:00 dan 17:30 waktu setempat.[8] Laporan awal menunjukkan kapal tersebut memuat hingga 5 kali kapasitas maksimal penumpang dari 43 penumpang.[9] Saksi mata yang selamat dari musibah menutukan bahwa kapal berlayar saat cuaca hujan berangin dan ombak tinggi.[10][11] Saksi mata lain menuturkan bahwa kemudi kapal tersentak saat musibah.[11] Kapal tersebut terombang-ambing setidaknya tiga kali sebelum terbalik ke arah kanan dari berlayarnya kapal. Kapal tersebut tenggelam 22 menit setelah bertolak dari Pelabuhan Simanindo. Korban selamat menuturkan bahwa para penumpang berteriak dan berjuang untuk keluar dari kapal secepat mungkin. Beberapa orang hancur atau terinjak-injak saat menyelamatkan diri. Seorang wanita korban selamat menuturkan bahwa bahwa dia telah mencoba menyelamatkan anak-anaknya tetapi tidak mampu karena mereka diinjak-injak oleh penumpang lain.[12] Sebuah video amatir menunjukkan usaha penumpang untuk menyelamatkan diri dari kapal yang terbalik. Sekitar 50–60 orang mencoba memanjat lambung kapal untuk menyelamatkan diri saat kapal terus tenggelam. Suara teriakan dan tangisan dapat terdengar dari video tersebut. Video tersebut juga menunjukkan bahwa para penumpang tidak menggunakan pelampung atau perangkat penyelamat lain saat kapal tenggelam.[13] Penumpang dan awak kapalKetiadaan manifes menyebabkan jumlah penumpang dan kendaraan saat pelayaran sulit diketahui.[14][15] Laporan awal menunjukkan ada sekitar 80 hingga 100 penumpang yang menaiki kapal. Jumlah penumpang tersebut berubah menjadi 70. Akan tetapi, sejak pihak terkait terus menerima laporan-laporan dari pihak keluarga yang mengaku kehilangan anggota keluarga yang menaiki kapal tersebut, angka tersebut meningkat menjadi 94. Pada 19 Juni, meningkatnya laporan kehilangan menyebabkan jumlah korban yang dilaporkan hilang bertambah menjadi 145 orang. 45 orang yang dilaporkan hilang diumumkan di posko Pelabuhan Simanindo, sementara 104 orang lainnya diumumkan di Pelabuhan Tigaras. Menurut laporan petugas terkait, ada sekitar 128 penumpang dan 50 kendaraan yang menaiki kapal tersebut, dan data ini bisa bertambah sesuai laporan terbaru.[16] Sementara itu, beberapa saksi mata mengakui sekitar 200 orang dan 100 sepeda motor yang terangkut pada kapal ini.[17] Pada 20 Juni 2018, Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan mengonfirmasi bahwa ada 166 orang dilaporkan hilang.[18] Pada siang hari pada hari yang sama, angka tersebut bertambah menjadi 192 orang.[19] Namun demikian, beberapa nama yang dilaporkan hilang dihapus dari daftar karena penumpang tersebut dilaporkan tidak menaiki kapal tersebut. Pada 26 Juni, pihak terkait mengumumkan bahwa ada 188 penumpang yang berada dalam kapal ini. 164 orang di antaranya hilang.[3] InvestigasiPascakejadian, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia mengirimkan tim dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi ke lokasi. Sementara itu, kepolisian melaporkan bahwa kejadian tersebut terjadi saat cuaca buruk. Hal tersebut dapat menjadi sebab kejadian tenggelamnya kapal ini. Berdasarkan tambahan laporan dari saksi mata, polisi kemudian menambahkan faktor muatan berlebih yang menyebabkan kapal tersebut tenggelam.[20] Beberapa jam sebelum musibah, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika sudah memperingatkan sebanyak dua kali kepada pelaku jasa penyeberangan untuk tidak berlayar di sekitar Danau Toba karena cuaca buruk.[21] Peringatan tersebut diumumkan pada pukul 11:00 dan 14:00 WIB.[22] BMKG memperingatkan bahwa terjadi peningkatan kecepatan angin dari dua hingga tiga meter per detik menjadi enam meter per detik sekitar pukul 17.00 WIB di Kabupaten Samosir atau sekitar Danau Toba. Kecepatan angin tersebut setara 12 knot dan berpotensi memicu ombak setinggi 75 sentimeter hingga 1,25 meter.[23] Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan bahwa kapal ini mengangkut beban berlebih saat kejadian tersebut terjadi. Bobot kapal dengan massa 35GT hanya mampu mengangkut hingga 43 orang dalam sekali pelayaran.[24] Presiden Joko Widodo menginstruksikan Kementerian Perhubungan untuk mengevaluasi standar keamanan angkutan penyeberangan.[25] Laporan dari kepolisian sementara menyimpulkan bahwa pelayaran tersebut ilegal karena tidak memiliki manifes dan surat izin pelayaran.[26] Polisi kemudian mengembangkan kemungkinan kasus pidana dari musibah ini. Pada 21 Juni 2018, polisi menangkap nakhoda kapal Situa Sagala yang kembali ke rumahnya beberapa jam setelah musibah kapal.[27] Keesokan harinya, nakhoda kapal tersebut ditetapkan sebagai tersangka.[28] Lihat pulaReferensi
|