Share to:

 

Teori neurosis Jung

Teori neurosis Jung didasarkan pada pengaturan diri akan jiwa terhadap pertentangan ego dan alam bawah sadar. Neurosis didefinisikan sebagai ketegangan yang belum terselesaikan antara sikap yang saling bertentangan. Setiap neurosis bersifat unik dan berbeda, sehingga metode terapinya berbeda satu dengan yang lainnya. Ada serangkaian kasus yang secara khusus ditangani oleh Jung. Meski telah menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-harinya, individu tetap mengalami kehampaan makna dan tujuan hidup, serta ketiadaan keyakinan spiritual untuk menjalani hidup. Dari situlah, terlihat bahwa tidak ada cara yang mudah untuk memperbaiki kondisi ini. Dalam kasus tersebut, Jung menyelidiki lebih jauh melalui komunikasi simbolik yang sedang berlangsung dari alam bawah sadar dalam bentuk mimpi dan proses membayangkan (imajinasi).[1][2]

Ketegangan yang menyebabkan neurosis diselesaikan dengan studi konstruktif terkait fantasi (khayalan). Ego terhadap aspek-aspek mitologis dari fantasi dapat dibandingkan dengan penghargaan yang dimiliki oleh orang-orang yang percaya terhadap agamanya.[2] Proses ini bukan hanya latihan intelektual, melainkan juga sebuah latihan yang memerlukan komitmen utuh dan kesadaran bahwa alam bawah sadar memiliki hubungan dengan kekuatan spiritual. Hanya jika keyakinan didasarkan atas pengalaman, maka akan mampu menentang, menyeimbangkan, dan menyesuaikan ego dalam proses ini.[2]

Saat proses ini berhasil, neurosis jenis ini dapat dianggap sebagai hadiah yang membimbing kehidupan dari alam bawah sadar, meskipun perjalanan pribadi yang dipaksakan pada individu terkadang membutuhkan waktu puluhan tahun.[1] Hal tersebut mungkin terlihat aneh bagi individu yang beranggapan bahwa neurosis termasuk penyakit yang harus segera disembuhkan dan terkait fantasi sebagai sebuah pengalaman subjektif yang tidak dapat dinalar.[3]

Aspek penting dari teori neurosis Jung mengacu pada variasi gejala berdasarkan tipe psikologis. Hierarki fungsi psikologis pembeda menyajikan preferensi sensasi, intuisi, perasaan, atau fungsi berpikir yang dominan dengan sikap ekstrovert atau introvert pada setiap individu. Dominan yang dimaksud berada dalam kendali ego. Namun, fungsi inferior tetap membuka jalur bagi reaksi alam bawah sadar. Proses ini selanjutnya menciptakan manifestasi khas dari wawasan dan perilaku inferior ketika terjadi ketimpangan fungsi ekstrem bersamaan neurosis.[1][4]

Sikap bawah sadar

Teori neurosis Jung didasarkan pada pengaturan diri akan jiwa terhadap pertentangan ego dan alam bawah sadar. Ego, sebagai pusat kesadaran, mewakili kesatuan akan sikap kesadaran. Sikap ego berada dalam ketegangan dengan sikap komplementer dan menjadi penyeimbang di alam bawah sadar.[1]

Dalam kondisi yang tepat, sikap bawah sadar dapat secara langsung menentang sikap ego dan menghasilkan berbagai neurosis. Situasi ini terjadi ketika sikap sadar tidak mampu mengenali dan mengintegrasikan isu krusial dengan sikap bawah sadar secara efektif.[1]

"Mungkin cukup aneh ketika saya berbicara tentang 'sikap bawah sadar'. Seperti yang telah saya tunjukkan, saya menganggap sikap bawah sadar sebagai hasil dari sikap kesadaran. Berdasarkan pandangan ini, sikap bawah sadar mengemban peran yang sama pentingnya dengan sikap kesadaran." (Jung, 1921)[2]

Freud, Alfred Adler, dan tipe psikologis

Jung mengawali penyelidikannya tentang neurosis melalui teori Freud dan Adler. Freud maupun Adler menegaskan bahwa teorinya dapat diterapkan secara universal, tetapi menyangkal teori lainnya. Jung menilai bahwa kedua teori itu sebetulnya begitu penting, tetapi cakupannya tampak sangat terbatas. Oleh sebab itu, Jung menggunakan teori-teori itu pada kondisi tertentu yang ia rasa tepat. Keinginan Jung untuk menengahi kedua teori ini membuatnya terlibat dalam eksplorasi dan penyisipan tipe psikologis ke dalam teorinya. Jung menganggap teori "Eros" Freud sebagai ekstrovert dan teori kekuatan Adler sebagai introvert.[3][4]

"Perbedaan tipe psikologis yang telah saya rinci dalam 8 kelompok [Psychological Types], memberikan saya pemahaman bahwa kedua teori neurosis tersebut adalah manifestasi dari antagonisme tipe. Temuan ini menggiring sebuah kebutuhan untuk mengatasi pertentangan dan menciptakan teori yang adil dan setara untuk keduanya." (Jung, 1966).[3]

Terlepas dari perbedaan keduanya yang sulit direkonsiliasi, Jung menemukan perspektif "keadilan" dengan mengidentifikasi batasan mendasar yang sama.

"Kedua teori tersebut mengandung metode kritis. Seperti kritik yang menyatakan bahwa kekuatan untuk berbuat baik muncul ketika ada sesuatu yang harus dihancurkan, dileburkan, atau dikurangi, tetapi hanya mampu membahayakan ketika ada sesuatu yang harus dibangun." (Jung, 1966)[3]

Arti positif dari neurosis

Jung berpendapat bahwa neurosis tidak sepenuhnya negatif, meski elemennya kerap bersifat melemahkan. Neurosis yang dimaknai secara positif dapat menghasilkan tujuan mendasar bagi sebagian orang.

"Pembaca pasti akan bertanya: Apa sebenarnya nilai dan makna dari neurosis? Apakah ini sesuatu yang tidak berguna bagi umat manusia? Apa manfaatnya menjadi neurotik? Saya sendiri mengenal lebih dari satu orang yang memanfaatkan neurosis untuk mencegah kesia-siaan dalam hidupnya dan mendorongnya agar mengembangkan potensinya. Dengan kendali penuhnya, neurosis tidak menahannya ke tempat ia seharusnya berada." (Jung, 1966)[4]

Gambar mitologi kolektif

Jung membedakan antara ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif. Jung mengidentifikasi dan menafsirkan visual mimpi yang dihasilkan oleh ketidaksadaran kolektif dengan cara yang konstruktif daripada mereduksinya menjadi indikasi pribadi. Mengingat tema kolektif tergolong umum bagi seluruh manusia, maka mereka dapat menemukan bayangannya dalam motif mitologis.[4]

"[Teori Freud dan Adler] didasarkan pada prosedur kausal dan reduktif eksklusif yang memisahkan mimpi (atau fantasi) ke dalam komponen memorinya dan proses insting yang mendasarinya. Saya melihat adanya batasan prosedur ini. Prosedur ini cukup lemah jika simbol-simbol mimpi tidak lagi dapat direduksi menjadi kenangan atau aspirasi pribadi, yakni saat visual ketidaksadaran kolektif mulai muncul." (Jung, 1966).[4]

Kenormalan jiwa yang terbagi

Jung menganggap jiwa yang terbagi itu normal meski jiwa tersebut bermanifestasi secara patologis dalam neurosis dan secara khusus dalam psikosis.

"Untuk pertama kalinya, studi tersebut memungkinkan psikolog untuk menyelidiki aspek bawah sadar dari peristiwa psikis sadar melalui mimpi."[1]

"Berdasarkan bukti itu, para psikolog mengakui keberadaan jiwa bawah sadar, meski banyak ilmuwan dan filsuf menyangkal keberadaannya. Para psikolog berpendapat bahwa hal semacam itu menyiratkan "dua subjek" atau dapat dikatakan juga "dua kepribadian dalam individu yang sama". Hal tersebut memanglah benar. Banyak manusia modern menderita kepribadian terbagi. Kepribadian ini bukan termasuk gejala patologis, tetapi itu merupakan fakta normal yang dapat diamati kapan saja dan di mana saja. Tidak hanya orang neurotik yang tangan kanannya tidak tahu apa yang dilakukan tangan kirinya. Kesulitan ini adalah gejala dari ketidaksadaran umum yang diwariskan kepada umat manusia." (Jung, 1964)[1]

"Ia mendengar dan tidak mendengar; ia melihat, tetapi buta; ia tahu dan bodoh." (Jung, 1964)[1]

Neurosis kolektif dalam politik

Jung berpendapat bahwa jiwa yang terbagi dalam individu normal tercermin dalam sifat neurotik politik global dan sebaliknya.[1]

"Anggaplah umat manusia sebagai satu individu. Kita melihat ras manusia seperti seseorang yang terbawa oleh kekuatan bawah sadar dan umat manusia kerap menyimpannya dalam ruang terpisah. Dapat dikatakan bahwa dunia kita dipisahkan seperti orang neurotik, di mana tirai besi membentuk garis pembagian simbolik. Wajah bayangan jahatnya menyeringai kepada dirinya yang berada di balik tirai besi." (Jung, 1964)[1]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j Jung, Carl Gustav (1964). Man and his Symbols. New York: Anchor Books. hlm. 5–221. ISBN 9780385052214. 
  2. ^ a b c d Jung, Carl Gustavo (1928). Two Essays On Analytical Psychology. Princeton: Princeton University Press. hlm. 10–25. ISBN 9781614277170. 
  3. ^ a b c d Jung, Carl Gustavo (1923). Psychological Types, or the Psychology of Individuation. Princeton: Princeton University Press. hlm. 330–521. ISBN 978-1138687424. 
  4. ^ a b c d e Jung, Carl Gustavo (1961). Memories, Dreams, Reflections Carl Jung (dalam bahasa English). New York: Vantage Books. hlm. 15–220. ISBN 9780006540274. 
Kembali kehalaman sebelumnya