Terentang putih
Terentang putih (Campnosperma auriculatum) adalah sejenis pohon penghuni rawa-rawa dari suku Anacardiaceae. Pohon ini menghasilkan kayu terentang yang berkualitas cukup baik dan diperdagangkan secara internasional. Beberapa nama daerahnya, antara lain, madang rimueng (Aceh); antumbus (Bat.); pauh lebi (Mly.).[4] Nama ilmiah penunjuk spesiesnya, auriculatum, yang artinya bercuping, merujuk pada cuping-cuping di pangkal daunnya.[5] PengenalanPohon yang berukuran sedang hingga agak besar; tinggi hingga 38 m dan gemang batang hingga 80(-135) cm.[6] Berbanir pendek dan melebar. Tajuk mendatar di bagian atasnya, percabangan serupa Terminalia. Pepagan abu-abu hingga kuning, beralur atau memecah dangkal, atau mengeripik seperti kertas. Pepagan bagian dalam cokelat merah jambu hingga merah. Kayu gubalnya keputihan.[5] Daun-daun tunggal, seperti jangat, tersusun dalam spiral, menggerombol di ujung ranting. Daun besar, bundar telur terbalik atau lanset terbalik, 20,5-52 × 5,5–16 cm; ujungnya hampir selalu melekuk; pangkalnya melanjut sempit, dengan cuping-cuping yang jelas menyerupai telinga (Gr.: auricula, telinga); tangkai daun tidak begitu jelas tampak. Bunga kuning, dalam karangan berbentuk malai besar di ketiak. Buah batu hampir bulat, 6-8 × 5-6 mm, lembayung kemerahan pudar jika masak.[5][6] EkologiTerentang putih biasa merajai (dominan) secara setempat, bercampur dengan kayu-kayu lain di hutan rawa air tawar; di sini terentang menyukai tempat-tempat yang tergenang air secara teratur. Pohon ini juga umum dijumpai hingga jarang, pada hutan-hutan primer campuran dan sekunder hingga ketinggian 1.000(-1.600) m dpl.[6] ManfaatTerentang putih menghasilkan kayu lunak yang berbobot ringan; kerapatan kayunya kira-kira 370 kg/m³ pada kandungan air sekitar 17%.[6] Kayu terentang dinilai berkualitas baik, ringan, halus, lurus seratnya, tidak mudah belah, mudah dikerjakan, bebas dari bubuk, dan pada umumnya bebas dari rayap. Di Bangka, kayu ini dipakai untuk membuat papan dan baling-baling kincir air. Kayunya juga dipakai untuk membuat sampan.[4] Dari biji terentang, setelah digoreng dan dikempa, dapat diperoleh minyak nabati. Oleh orang-orang Sumatra bagian selatan, minyak ini dipakai sebagai minyak goreng dan minyak lampu.[4] Catatan kaki
Pranala luar
|