Share to:

 

Tragedi Rumoh Geudong

Tragedi Rumoh Geudong adalah sebuah tragedi penyiksaan terhadap masyarakat Aceh yang dilakukan oleh aparat TNI (Kopassus) selama masa konflik Aceh (1989–1998).[1] Tragedi ini terjadi di sebuah rumah tradisional Aceh yang djadikan sebagai markas TNI di Desa Bili, Kemukiman Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie.[2]

Sejarah

Rumoh Geudong dibangun pada tahun 1818 oleh Ampon Raja Lamkuta, uleebalang yang tinggal di Rumoh Raya yang berjarak sekitar 200 meter dari Rumoh Geudong. Semasa perang dengan Belanda, Rumoh Geudong sering digunakan sebagai pos pengatur strategi perang oleh Raja Lamkuta. Setelah Raja Lamkuta wafat, Rumoh Geudong ditempati oleh adiknya, Teuku Cut Ahmad, kemudian Teuku Keujren Rahmad, Teuku Keujren Husein, dan Teuku Keujren Gade. Rumoh Geudong juga dijadikan sebagai basis perjuangan melawan tentara Jepang. Sejak masa Jepang hingga Indonesia merdeka, rumah itu dihuni oleh Teuku Raja Umar dan keturunannya, anak dari Teuku Keujreh Husein.

Saat pemerintahan Orde Baru memberlakukan Operasi Militer di Aceh, pada April 1990, Rumoh Geudong ditempati sementara oleh tentara tanpa sepengetahuan pemiliknya. Saat itu, pemilik Rumoh Geudong sempat menyatakan keberatannya. Namun, pasukan pemerintah sudah membuat rumah itu sebagai lokasi tahanan.[3]

Referensi

  1. ^ "Kisah Korban Rumoh Geudong: Disetrum dan Digantung karena Dituduh GAM (1) - Acehkini.ID". 2023-06-25. Diakses tanggal 2023-10-04. 
  2. ^ Salam, Fahri (20 Augustus 2020). Salam, Fahri, ed. "Rumoh Geudong dan Setengah Hati Pengusutan Korban Konflik Aceh". tirto.id. Diakses tanggal 2023-06-27. 
  3. ^ Gade, Fakhrurradzie (2016-08-20). "Rumoh Geudong, Jejak Pilu Konflik Aceh". ACEHKITA.COM (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-06-27. 


Kembali kehalaman sebelumnya