Trubusan (silvikultur)Trubusan[1] atau terubusan adalah teknik, dan juga sistem silvikultur, yang digunakan di bidang kehutanan untuk menghasilkan pohon baru melalui pemeliharaan tunas yang muncul pada tunggak. Asal katanya adalah "terubus" yang berarti bertunas atau tumbuh tunas,[2] dari bahasa Jawa: trubus yang artinya bersemi.[3] Terubusan juga berarti tunasan atau cabang yang muncul dari suatu batang pohon atau perdu yang terpotong. Sistem silvikultur trubusan (penerubusan) dikenal sebagai coppice system atau coppicing di negara-negara Barat; dan tegakan hutannya disebut coppice (Ingg.).[4][5][6] SilvikulturSistem permudaan dengan trubusan adalah serangkaian teknik atau cara untuk memperbarui hutan, melalui penebangan pohon dan menyisakan tunggak (stump) yang pendek, untuk merangsang munculnya tunas pada tunggak sebagai upaya regenerasi berikutnya.[7] Dalam sistem ini regenerasi pohon dilakukan secara vegetatif; yakni, bergantung kepada jenis pohonnya, mengandalkan tunas pada tunggak atau dengan memanfaatkan tunas adventif dari perakaran sebagai sumber tanaman baru.[4][5] Dalam satu bidang, penebangan biasanya dilakukan serentak, dan dengan cara tebang habis, sehingga di masa berikutnya akan diperoleh tegakan yang berumur seragam.[5][6] Dari satu tunggak pohon, umumnya akan muncul beberapa tunas, yang masing-masing akan tumbuh sebagai batang pohon yang baru. Bergantung kepada tujuan akhir produksi kayunya (atau produk lainnya), maka hanya satu atau beberapa batang yang terbaik yang akan dipelihara dari setiap tunggaknya. Tunasan-tunasan yang lain akan dipotong atau dibuang, untuk memberi kesempatan kepada batang yang dipertahankan untuk tumbuh besar dengan kualitas kayu yang bagus. Teknik ini disebut penunggalan.[8] Sistem trubusan ini di Indonesia digolongkan sebagai bagian dari sistem silvikultur THPA (Tebang Habis Permudaan Alam).[1] Meskipun demikian, di lingkungan petani hutan rakyat di Jawa, teknik trubusan ini sering pula diterapkan tanpa perlakuan tebang habis. Petani kecil terutama, setiap kalinya biasanya hanya menebang beberapa pohon yang dipilih sesuai dengan kebutuhannya, dari banyak pohon yang terdapat di lahan miliknya.[9][10] Sistem trubusan hanya diberlakukan bagi jenis-jenis pohon berdaun lebar tertentu; dan tidak bisa diterapkan untuk tegakan pohon-pohon konifer.[11] KeuntunganDengan sistem trubusan, daur tebangan dapat diperpendek.[4][7] Anakan pohon (tunas) lebih cepat tumbuh dalam sistem trubusan, karena perakaran pohonnya telah berkembang dengan baik.[12] Daur (rotasi) dalam sistem trubusan di Eropa berkisar antara 5-30 tahun;[4] sementara di Inggris antara 12-20 tahun, dan untuk rotasi pendek 3 tahun.[11] Karena tidak perlu menanam individu baru, biaya pembuatan tegakannya pun dapat ditekan;[7] bahkan dianggap sebagai yang paling murah biayanya.[12] Meskipun demikian, setelah beberapa daur biasanya tegakan perlu diperbarui; dibongkar dan ditanami kembali dengan bibit pohon yang baru.[4] Sistem trubusan terutama dipakai untuk menghasilkan kayu-kayu berdaur pendek, kayu berdiameter kecil, kayu bakar, atau hasil hutan bukan kayu (HHBK).[4] VarianSistem silvikultur trubusan dapat dilakukan dengan beberapa variasi. Beberapa di antaranya yaitu sistem trubusan sederhana, trubusan dengan pohon inti, trubusan dengan pilihan, atau trubusan daur pendek.[4][6][11] Catatan kaki
|