MikrografSEM berwarna semu dari bentuk prosiklikTrypanosoma brucei seperti yang ditemukan di usus bagian tengah lalat tsetse. Badan sel ditunjukkan dengan warna oranye dan flagel berwarna merah, 84 piksel/μm.
Trypanosoma brucei merupakan spesies protozoakinetoplastida yang bersifat parasitik. Parasit ini menyebabkan penyakit pada hewan vertebrata, termasuk manusia, yang ditularkan melalui vektor, yaitu lalat tsetse di Afrika Sub-Sahara. Pada manusia, T. brucei menyebabkan tripanosomiasis Afrika atau penyakit tidur. Pada hewan, T. brucei menyebabkan tripanosomiasis hewan. T. brucei ditemukan pada tahun 1894 oleh Sir David Bruce kemudian nama ilmiahnya diberikan pada tahun 1899.[1][2]
T. brucei dapat dikelompokkan menjadi tiga subspesies, yaitu T. b. brucei, T. b. gambiense, dan T. b. rhodesiense.[3] Subspesies T. b. brucei merupakan parasit bagi vertebrata nonmanusia, sedangkan T. b. gambiense dan T. b. rhodesiense diketahui merupakan parasit bagi manusia.[4] Sebagai tambahan, berdasarkan analisis genetik, T. equiperdum dan T. evansi diketahui berevolusi dari parasit yang sangat mirip dengan T. b. brucei sehingga dianggap sebagai anggota kladbrucei. Meskipun secara historis kedua spesies tersebut tidak dianggap sebagai subspesies T. brucei karena terdapat perbedaan cara penularan dan presentasi klinis serta terdapat peristiwa hilangnya DNA kinetoplas.[5]
T. brucei ditransmisikan pada inang mamalia melalui vektorserangga, yaitu berbagai spesies lalat tsetse. Transmisi terjadi melalui gigitan lalat selama mengisap darah. Selama siklus hidupnya, parasit akan mengalami perubahan morfologis yang kompleks saat mereka berpindah dari serangga menuju inang mamalia. Secara umum, terdapat dua bentuk hidup dari T. brucei, yaitu bentuk prosiklik pada usus bagian tengah dari lalat tsetse dan bentuk aliran darah pada aliran darah inang mamalia. Bentuk aliran darah dari T. brucei terkenal dengan protein permukaan selnya sebab pada bentuk tersebut parasit akan menghasilkan berbagai varian dari glikoprotein permukaan sehingga memiliki variasi antigenik yang luar biasa. Variasi antigenik ini memungkinkan parasit untuk menghindar dari sistem imun adaptif inang secara terus-menerus sehingga mampu menimbulkan infeksi kronis. T. brucei merupakan satu dari sedikit patogen yang dapat melewati sawar darah otak.[6] Pengembangan terapi obat baru sangat diperlukan untuk mengatasi penyakit akibat infeksi T. brucei karena pengobatan yang ada pada saat ini masih dapat menimbulkan efek samping yang parah sehingga berakibat fatal bagi pasien.[7]
Subspesies
T. brucei terdiri dari beberapa subspesies, antara lain:
T. brucei gambiense: menyebabkan tripanosomiasis kronis dengan onset yang lambat pada manusia; paling umum ditemukan di Afrika Tengah dan Barat. Manusia dianggap sebagai reservoir utama bagi subspesies ini.[8]
T. brucei rhodesiense: menyebabkan tripanosomiasis akut dengan onset yang cepat pada manusia; paling umum ditemukan di Afrika Selatan dan Timur. Hewan buruan serta ternak dianggap sebagai reservoir utama bagi subspesies ini.[8]
T. brucei brucei: menyebabkan tripanosomiasis hewan, bersama dengan beberapa spesies Trypanosoma lainnya. T. b. brucei tidak menginfeksi manusia karena bersifat rentan terhadap lisis yang diakibatkan oleh trypanosome lytic factor-1 (TLF-1) pada serum darah manusia.[9][10] Namun, subspesies ini saling terkait erat dan berbagi fitur fundamental dengan subspesies lain yang menginfeksi manusia.
Struktur
T. brucei memiliki struktur berupa sel eukariotik uniseluler dengan panjang 8 hingga 50 μm. T. brucei memiliki tubuh memanjang yang berbentuk ramping dan meruncing. Membran selnya (disebut pelikel) membungkus berbagai organel sel, termasuk nukleus, mitokondria, retikulum endoplasma, aparatus Golgi, dan ribosom. Selain itu, terdapat organel khusus yang disebut dengan kinetoplas. Organel ini tersusun dari banyak struktur DNA melingkar (yang bersama-sama membentuk cakram DNA mitokondria[11]) dan berada pada sebuah mitokondria besar. Kinetoplas terletak di dekat badan basal. Dari badan basal tersebut, muncul sebuah flagela yang melintas menuju ujung anterior. Flagela menempel pada membran di sepanjang permukaan badan sel sehingga membentuk semacam membran yang bergelombang. Ujung flagela yang bebas hanya berada di bagian akhir anterior.[12] Permukaan sel dari bloodstream form memiliki lapisan padat yang terdiri dari glikoprotein permukaan varian (variant surface glycoprotein (VSG)). Selanjutnya, lapisan tersebut akan digantikan oleh lapisan procyclins dengan kepadatan yang sama ketika parasit berdiferensiasi menjadi bentuk prosiklik di usus bagian tengah lalat tsetse.[13]
Trypanosomatids memiliki beberapa jenis morfologi yang berbeda. Dua jenis morfologi berupa epimastigote dan trypomastigote dimiliki oleh Trypanosoma brucei pada berbagai tahap di siklus hidupnya:[12]
Epimastigote: ditemukan pada saat T. brucei berada di dalam lalat tsetse. Kinetoplas dan badan basalnya terletak di bagian anterior nukleus. Flagela muncul dari bagian tengah badan sel.
Trypomastigote: ditemukan pada saat T. brucei berada di dalam inang mamalia. Kinetoplas dan badan basal terletak di bagian posterior nukleus. Flagela muncul dari ujung posterior badan sel.
Flagela trypanosome terdiri dari aksonem khusus yang terletak sejajar dengan batang paraflagellar dan struktur kisi protein yang khas untuk kinetoplastida, euglenoida serta dinoflagellata.
Mikrotubulus dari aksonem flagela memiliki susunan normal berupa 9 + 2 dan diorientasikan dengan tanda + di ujung anterior serta - di badan basal. Struktur sitoskeletal meluas dari badan basal ke kinetoplas. Flagel terikat pada sitoskeleton dari badan sel utama oleh empat mikrotubulus khusus yang tersusun sejajar dan searah dengan tubulin flagela.
Flagela memiliki dua fungsi, yaitu sebagai alat gerak dengan cara berosilasi di sepanjang flagela yang menempel pada badan sel serta sebagai alat penempelan pada usus lalat selama fase prosiklik.[14]
Siklus hidup
Dalam inang mamalia
Infeksi terjadi ketika vektor lalat tsetse menggigit inang mamalia. Lalat tersebut akan menyuntikkan trypomastigote metasiklik ke dalam jaringan kulit. Trypomastigote memasuki sistem limfatik dan juga ke aliran darah. Awalnya, trypomastigote berbentuk pendek dan gemuk tetapi ketika berada di dalam aliran darah, trypomastigote akan tumbuh sehingga memiliki bentuk yang panjang dan ramping. Bentuk trypomastigote tersebut mampu membuatnya menembus endotel pembuluh darah serta menyerang jaringan ekstravaskular, termasuk sistem saraf pusat (SSP).[14] Kemudian terjadi replikasi dengan pembelahan biner yang menghasilkan sel anak berbentuk pendek dan gemuk kembali.[15][16] Terkadang, hewan liar dapat terinfeksi oleh lalat tsetse dan mereka bertindak pula sebagai reservoir. Pada hewan ini, infeksi trypomastigote tidak akan menghasilkan penyakit, tetapi parasit tersebut tetap hidup dan masih dapat ditularkan kembali ke inang normal.[15]
Dalam lalat tsetse
Trypomastigote pendek dan gemuk diambil kembali oleh lalat tsetse selama menghisap darah. Trypomastigote memasuki usus bagian tengah lalat sehingga terjadi perubahan menuju trypomastigote prosiklik. Bentuk prosiklik dapat dengan cepat membelah sehingga menjadi epimastigotes. Epimastigotes bermigrasi dari usus ke kelenjar ludah melalui proventrikulus sehingga terjadi penempelan pada epitel kelenjar ludah. Di dalam kelenjar ludah tersebut, beberapa parasit dapat terlepas dan mengalami transformasi menjadi trypomastigote yang pendek dan gemuk. Kemudian terjadi perubahan lanjutan sehingga menjadi trypomastigote metasiklik infektif. Saat terjadi gigitan, bentuk trypomastigote metasiklik akan disuntikkan kembali ke inang mamalia bersamaan dengan air liur lalat. Perkembangan yang lengkap dari T. brucei di dalam lalat membutuhkan waktu sekitar 20 hari.[15][16]
Reproduksi
Pembelahan biner
Reproduksi T. brucei tidak dapat dibandingkan dengan kebanyakan sel eukariotik. Hal ini disebabkan karena membran inti dari T. brucei tetap utuh dan kromosom tidak memadat selama mitosis. Tidak seperti sentrosom pada kebanyakan sel eukariotik, badan basal tidak berperan dalam pengorganisasian spindel dan justru terlibat dalam pembelahan kinetoplas. Peristiwa reproduksi T. brucei, yaitu sebagai berikut:[12]
Badan basal menduplikasi dan keduanya tetap berhubungan dengan kinetoplast. Setiap badan basal akan membentuk flagel terpisah.
DNA kinetoplas mengalami sintesis kemudian kinetoplas membelah dan terjadi pemisahan dua badan basal.
DNA inti mengalami sintesis dan flagela mulai memanjang dari tubuh basal yang lebih muda serta lebih posterior.
Inti sel mengalami mitosis.
Sitokinesis berkembang dari anterior ke posterior.
Pembelahan diselesaikan dengan cara absisi.
Meiosis
Pada tahun 1980-an, analisis DNA terhadap tahap perkembangan dari T. brucei mulai menunjukkan bahwa trypomastigote dalam lalat tsetse mengalami fase reproduksi seksual berupa meiosis.[17] Tetapi fase tersebut tidak selalu diperlukan untuk siklus hidup yang lengkap.[18] Selanjutnya pada tahun 2011, keberadaan protein khusus meiosis mulai teridentifikasi.[19] Kemudian pada tahun 2014, gamet haploid (sel anak yang diproduksi setelah meiosis) berhasil ditemukan. Gamet haploid dari trypomastigote dapat berinteraksi satu sama lain melalui flagela. Setelah itu, dapat terjadi peristiwa fusi sel (proses ini disebut dengan syngamy).[20][21] Jadi, selain pembelahan biner, T. brucei juga dapat berkembang biak dengan cara reproduksi seksual. Secara umum, trypanosome termasuk ke dalam supergrup Excavata dan merupakan salah satu garis keturunan paling awal di antara eukariota.[22] Penemuan reproduksi seksual pada T. brucei mendukung hipotesis bahwa meiosis dan reproduksi seksual merupakan ciri leluhur eukariota.[23]
Infeksi dan patogenisitas
Vektor serangga T. brucei merupakan spesies lalat tsetse yang berbeda (genus Glossina). Vektor utama dari T. b. gambiense yang menyebabkan penyakit tidur di Afrika Barat, yaitu G. palpalis, G. tachinoides, dan G. fuscipes. Sedangkan vektor utama dari T. b. rhodesiense yang menyebabkan penyakit tidur di Afrika Timur, yaitu G. morsitans, G. pallidipes, dan G. swynnertoni. Sementara itu, tripanosomiasis hewan ditularkan oleh beberapa spesies Glossina.[24]
Dalam tahap infeksi lanjutan dari T. brucei pada inang mamalia, parasit ternyata dapat bermigrasi dari aliran darah menuju getah bening hingga cairan serebrospinal. Invasi jaringan tersebut menyebabkan terjadinya penyakit tidur.[15]
Selain transmisi melalui lalat tsetse, T. brucei juga dapat ditransmisikan antar mamalia melalui pertukaran cairan tubuh, misalnya transfusi darah dan kontak seksual. Walaupun sebetulnya transmisi tersebut bersifat jarang.[25][26]
Evolusi
Trypanosoma brucei gambiense berevolusi dari satu nenek moyang sekitar 10.000 tahun yang lalu. T. b. gambiense berevolusi secara aseksual dan genomnya menunjukkan efek Meselson. Efek Meselson menunjukkan suatu fenomena ketika dua alel, atau salinan gen, dalam individu yang diploid aseksual berevolusi secara independen satu sama lain sehingga menjadi semakin berbeda dari waktu ke waktu.[27]
Genetika
Secara genotipe dan fenotipe, terdapat dua kolompok berbeda dari dua subpopulasi T. b. gambiense. Kelompok 2 diketahui memiliki kemiripan yang lebih tinggi dengan T. b. brucei dibandingkan kelompok 1.[28]
Keseluruhan T. b. gambiense memiliki resistensi terhadap lisis yang diakibatkan oleh komponen serum berupa faktor litik trypanosome (TLF) pada inang mamalia. TLF terdiri dari dua jenis, yaitu TLF-1 dan TLF-2. Kelompok 1 T. b.gambiense mampu menghindari penyerapan partikel TLF, sedangkan kelompok 2 mampu menetralisir efek dari TLF.[29]
Sementara itu, resistensi dari T. b. rhodesiense sangat bergantung pada ekspresi gen terkait resistensi serum atau SRA (serum resistance associated).[30] Gen ini tidak ditemukan pada T. b. gambiense.[31]
11 pasang kromosom besar berukuran 1 hingga 6 Mbp.
3–5 kromosom intermediet berukuran 200 hingga 500 kbp.
Sekitar 100 mini-kromosom berukuran 50 hingga 100 kbp. Mini-kromosom kemungkinan terdapat dalam banyak salinan per genom haploid.
Sebagian besar gen diketahui berada pada kromosom besar, sedangkan mini-kromosom hanya membawa gen VSG (variant surface glycoprotein).
Selain itu, mitokondria juga mengandung genom yang ditemukan terkondensasi dalam kinetoplas. Kinetoplas merupakan suatu fitur unik yang terdapat pada protozoa kinetoplastid. Kinetoplas dan badan basal flagel saling terkait satu sama lain melalui struktur sitoskeletal.
Lapisan VSG
Permukaan trypanosome ditutupi oleh lapisan padat berupa glikoprotein permukaan varian (VSG) sebanyak 5 x 106 molekul.[33] Lapisan ini memungkinkan populasi T. brucei yang menginfeksi mamalia untuk dapat terus-menerus menghindari sistem imun inang sehingga dapat menyebabkan terjadinya infeksi kronis. VSG sangat imunogenik sehingga terjadi peningkatan respon imun terhadap lapisan VSG spesifik. Hal ini dapat membunuh trypanosome yang mengekspresikan varian tersebut dengan cepat. Eliminasi trypanosome yang dimediasi oleh antibodi juga dapat diamati secara in vitro dengan uji lisis yang dimediasi komplemen. Namun dengan setiap kejadian pembelahan sel pada trypanosome, terdapat kemungkinan bahwa salah satu atau kedua keturunannya akan memperbaharui ekspresi untuk mengubah VSG yang sedang diekspresikan. Frekuensi pengubahan ekspresi VSG telah diukur dan tercatat sekitar 0,1% di setiap pembelahan.[34] Karena populasi T. brucei dapat mencapai jumlah sekitar 1011 sel di dalam suatu inang,[35] maka laju pengubahan ekspresi yang cepat tersebut dapat memastikan bahwa populasi parasit memiliki keragaman yang tinggi.[36][37] Dikarenakan respon dari sistem imun inang terhadap VSG tertentu tidak berkembang secara langsung, maka beberapa parasit akan beralih ke varian VSG yang berbeda secara antigen sehingga dapat terus berkembang biak untuk melanjutkan infeksi. Efek klinis dari siklus ini, yaitu terbentuknya 'gelombang' parasitemia (trypanosome dalam darah) yang terjadi secara berturut-turut.[33]
Ekspresi gen VSG terjadi melalui sejumlah mekanisme yang belum sepenuhnya dipahami.[38] VSG yang diekspresikan dapat dialihkan atau diubah dengan dua cara. Pertama, VSG akan mengaktifkan situs ekspresi yang berbeda sehingga dapat menyebabkan perubahan pengekspresian VSG di situs tersebut. Kedua, gen VSG tersebut diubah dari situs aktif menuju varian yang berbeda. Genom mengandung ratusan bahkan ribuan gen VSG, baik pada mini-kromosom maupun pada bagian berulang ('array') yang terdapat di dalam kromosom. Gen tersebut ditranskripsikan secara silent, biasanya dengan bagian yang dihilangkan atau kodon stop prematur, tetapi penting dalam evolusi gen VSG yang baru. Diperkirakan hingga 10% dari genom T. brucei terdiri dari gen VSG atau pseudogen. Diduga salah satu dari gen ini dapat dipindahkan ke situs aktif melalui rekombinasi untuk dapat diekspresikan.[39] Mekanisme silencing pada gen VSG sebagian besar disebabkan oleh efek dari varian histon H3.V dan H4.V. Histon tersebut menyebabkan perubahan pada struktur genom T. brucei sehingga mengakibatkan pengurangan ekspresi. Gen VSG biasanya terletak di daerah subtelomerik kromosom yang membuatnya lebih mudah untuk dibungkam (silenced) saat tidak digunakan.[40][41]
Eliminasi parasit oleh serum manusia dan resistensi terhadap serum tersebut
Trypanosoma brucei brucei (serta spesies terkait, seperti T. equiperdum dan T. evansi) tidak menginfeksi manusia karena rentan terhadap sistem imun bawaan berupa faktor 'trypanolytic' yang terdapat dalam serum beberapa primata, termasuk manusia. Faktor trypanolytic ini telah diidentifikasi sebagai dua kompleks serum, yaitu TLF-1 dan TLF-2. Keduanya mengandung protein Hpr (haptoglobin-related protein) dan apolipoprotein L1 (ApoL1). TLF-1 merupakan anggota dari famili partikel lipoprotein densitas tinggi, sedangkan TLF-2 merupakan kompleks pengikat protein serum.[42][43] Komponen protein TLF-1, yaitu protein Hpr, ApoL1, dan apolipoprotein A-1 (apoA-1). Ketiga protein ini terko-lokalisasi dalam partikel berbentuk bundar yang mengandung fosfolipid dan kolesterol. Komponen protein TLF-2 meliputi IgM dan apolipoprotein A-1 (apoA-1).
Faktor trypanolytic hanya ditemukan pada beberapa spesies, antara lain manusia, gorila, mandril, babun, dan mangabey hitam. Hal ini disebabkan karena Hpr dan ApoL1 merupakan suatu keunikan bagi primata.[44]
Subspesies yang bersifat infektif pada manusia, yaitu T. b. gambiense dan T. b. rhodesiense telah mengembangkan suatu mekanisme untuk melawan faktor trypanolytic tersebut.
ApoL1
ApoL1 merupakan anggota dari enam famili gen, yaitu ApoL1-6. ApoL1 muncul melalui duplikasi tandem. Protein ini umumnya terlibat dalam apoptosis sel inang atau kematian autofagik.[45] ApoL1 telah diidentifikasi sebagai komponen toksik yang terlibat dalam proses trypanolisis.[46] Secara umum, gen ApoL telah menjadi subjek evolusi selektif yang mungkin terkait dengan resistensi terhadap patogen.[47]
Gen pengkode ApoL1 ditemukan di bagian lengan panjang kromosom 22 (22q12.3). Varian dari gen ini yang disebut dengan G1 dan G2 memberikan perlindungan terhadap infeksi T. b. rhodesiense.[48]
Gen pengkode ApoL1 mengkodekan protein sebanyak 383 residu termasuk peptida sinyal khas sebanyak 12 residu asam amino.[49] ApoL1 memiliki domain pembentuk pori membran yang secara fungsional mirip dengan kolisin (suatu jenis bakteriosin) pada bakteri.[50] Domain pembentuk pori diapit oleh membrane-addressing domain. Domain-domain tersebut diperlukan untuk mengeliminasi parasit.
Dalam ginjal, ApoL1 ditemukan pada podosit di glomerulus, epitel tubular proksimal, dan endotel arteriol.[51] ApoL1 memiliki afinitas tinggi terhadap asam fosfatidat dan kardiolipin serta dapat diinduksi oleh interferon gamma dan faktor nekrosis tumor-alfa.[52]
Hpr
Hpr memiliki kemiripan sebanyak 91% dengan haptoglobin (Hp) yang merupakan protein serum fase akut. Hpr memiliki afinitas tinggi terhadap hemoglobin (Hb). Ketika Hb dilepaskan dari eritrosit yang mengalami hemolisis intravaskular, haptoglobin (Hp) akan membentuk kompleks dengan Hb. Selanjutnya, kompleks tersebut dikeluarkan dari peredaran darah oleh reseptor CD163. Berbeda dengan Hp-Hb, kompleks Hpr-Hb tidak mengikat CD163 dan konsentrasi serum Hpr tampaknya tidak terpengaruh oleh hemolisis.
Mekanisme eliminasi
Asosiasi Hpr dengan hemoglobin memungkinkan pengikatan dan serapan TLF-1 menuju kantong flagela trypanosome melalui reseptor TbHpHbR (trypanosome haptoglobin-hemoglobin).[53] TLF-2 kemudian memasuki trypanosome secara independen melalui TbHpHbR.[53] Serapan TLF-1 ditingkatkan dalam kadar haptoglobin rendah sebab Hpr akan berkompetisi dengan Hp untuk mengikat hemoglobin bebas dalam serum. Namun demikian, ketiadaan haptoglobin diasosiasikan dengan penurunan tingkat eliminasi parasit oleh serum.[54]
TbHpHbR akan membentuk struktur berupa tiga bundel heliks yang memanjang dengan membran kecil di bagian kepala distal.[55] Protein ini meluas di atas lapisan VSG yang mengelilingi parasit.
Langkah pertama dalam mekanisme eliminasi parasit, yaitu pengikatan TLF ke reseptor berafinitas tinggi, yaitu TbHpHbR yang terletak dalam kantong flagela parasit.[53][56] TLF yang terikat tersebut akan diendositosis melalui vesikula berlapis kemudian diantar ke lisosom parasit. ApoL1 merupakan faktor letal utama dalam TLF yang dapat mengeliminasi trypanosome setelah masuk ke dalam membran endosom / lisosom.[46] Partikel TLF-1 yang mengandung ApoL1 diantar ke lisosom. ApoL1 diaktifkan oleh perubahan konformasi yang dimediasi pH. Secara spesifik, setelah fusi dengan lisosom, terjadi penurunan pH dari 7 menjadi 5 sehingga menginduksi perubahan konformasi dalam membrane-addressing domain ApoL1. Perubahan konformasi ini menyebabkan engsel pada jembatan garam terbuka. Selanjutnya terjadi pelepasan ApoL1 dari partikel HDL menuju membran lisosom. Protein ApoL1 kemudian menciptakan pori-pori anionik di membran yang dapat menyebabkan depolarisasi membran, masuknya klorida secara terus menerus, dan pembengkakan osmotik pada lisosom. Hal ini menyebabkan lisosom pecah sehingga parasit dapat mengalami kematian.[57]
Mekanisme resistensi: T. b. gambiense
Trypanosoma brucei gambiense menyebabkan 97% kasus penyakit tidur pada manusia. Resistensi terhadap ApoL1 dimediasi oleh ß-sheet hidrofobik dari glikoprotein spesifik pada T. b.gambiense. Hal ini dapat mencegah toksisitas APOL1 dan menyebabkan pengerasan membran saat berinteraksi dengan lipid.[58] Faktor lain yang berkontribusi dalam resistensi T. b. gambiense, yaitu perubahan aktivitas protease sistein yang menyebabkan berkurangnya spesifisitas terhadap ApoL1 dan adanya inaktivasi TbHpHbR karena terdapat substitusi leusin menjadi serin (L210S) pada kodon 210.[58][59]
Mekanisme resistensi: T. b. rhodesiense
Trypanosoma brucei rhodesiense memiliki mekanisme resistensi yang berbeda dengan T. b. gambiense karena bergantung pada serum resistance associated protein (SRA). SRA merupakan versi terpotong dari VSG.[60] Protein SRA sebagian besar terlokalisasi pada vesikula sitoplasmik kecil di antara kantong flagela dan nukleus. Pada T. b. rhodesiense, TLF akan diarahkan menuju SRA yang mengandung endosom, tetapi terdapat beberapa perdebatan yang menyatakan bahwa keberadaan SRA tetap di lisosom.[46][61] SRA kemudian berikatan dengan ApoL1 melalui interaksi melingkar pada domain SRA-ApoL1 saat berada dalam lisosom trypanosome.[46] Interaksi ini mencegah pelepasan protein ApoL1 sehingga lisis lisosom hingga kematian parasit tidak akan terjadi.
Babun diketahui merupakan primata yang memiliki kekebalan terhadap Trypanosoma brucei rhodesiense. Gen ApoL1 yang terdapat pada babun memiliki perbedaan dengan gen yang terdapat pada manusia. Perbedaan gen ApoL1 terletak dalam beberapa hal, diantaranya dua lisin yang terletak di dekat ujung C sehingga hal tersebut mampu mencegah ApoL1 mengikat SRA (serum resistance associated protein).[62] Secara eksperimental, mutasi yang memungkinkan ApoL1 terlindungi dari netralisasi oleh SRA telah terbukti dapat memberikan aktivitas trypanolytic pada T. b. rhodesiense.[30] Secara umum, mutasi ini ternyata memiliki kemiripan dengan mutasi yang ditemukan pada babun. Selain itu, mutasi tersebut juga menyerupai mutasi alami yang terkait dengan penyakit ginjal sehingga memberikan perlindungan pula bagi manusia terhadap T. b. rhodesiense.[48]
^ abBarrett, Michael P; Burchmore, Richard JS; Stich, August; Lazzari, Julio O; Frasch, Alberto Carlos; Cazzulo, Juan José; Krishna, Sanjeev (2003-11). "The trypanosomiases". The Lancet (dalam bahasa Inggris). 362 (9394): 1469–1480. doi:10.1016/S0140-6736(03)14694-6.Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)