Tu Er ShenTu Er Shen (Hanzi: 兔儿神; pinyin: tù ér Shén; lit. dewa pemuda kelinci) atau Tu Shen (Hanzi: 兔神; pinyin: tù Shén; lit. dewa kelinci) adalah dewa dalam mitologi China pelindung cinta dan seksualitas pria homoseksual. Ia digambarkan dalam wujud seorang pemuda tampan bertelinga kelinci. Sebuah gambar menunjukkan Hu Tianbao (Hanzi: 胡天保; pinyin: Hútiān Bǎo), nama aslinya, dalam pelukan seorang pria. Tu Er Shen juga dipanggil dengan sebutan kehormatan Dàye (Hanzi: 大爺). EtimologiAksara 兔 (tù) memiliki arti "kelinci". Aksara 儿 (ér) memiliki makna "putra" atau kata ganti orang pertama bagi seorang putra saat berbicara dengan orang tuanya". Aksara 神 (shén) memiliki arti "Tuhan; dewa, roh, jiwa, tidak biasa, misterius, hidup, ekspresif, ekspresi, melihat".[1] Secara utuh, nama Tù Er Shén bisa diartikan sebagai "Dewa Pemuda Kelinci" dan Tù Shén adalah "Dewa Kelinci". Biografi dan legendaDalam buku Zi Bu Yu (Hanzi=子不语) yang ditulis oleh Yuan Mei (袁枚) (1716-1798), seorang penulis dari dinasti Qing), Tu Er Shen dahulunya adalah seorang pria bernama Hu Tianbao (胡天保). Ia adalah seorang pejabat Dinasti Qing yang hidup pada abad ke-18. Hu Tianbao jatuh cinta dengan seorang inspektur kekaisaran Provinsi Fujian yang masih muda dan tampan. Namun, karena kedudukannya lebih rendah, ia tidak berani mengungkapkan perasaannya.[2] Suatu hari Hu Tianbao tertangkap mengintip inspektur melalui sekat kamar mandi, saat itu ia mengaku tidak bisa mencintai laki-laki lain. Akhirnya, Hu Tianbao dijatuhi hukuman pukul sampai mati oleh sang inspektur. Satu bulan setelah kematiannya, seorang pria di kampung halamannya bermimpi bahwa Hu Tanbiao menemui dirinya. Raja alam baka telah menunjukknya menjadi dewa pelindung percintaan sesama jenis, dan Hu Tanbiao meminta untuk didirikan sebuah kuil untuknya.[2] Setelah mimpinya, pria itu mendirikan sebuah kuil Hu Tianbao yang menjadi sangat populer di Provinsi Fujian hingga akhir era Qing. Dalam salah satu versi, Hu Tanbiao muncul dalam mimpi si penduduk dalam wujud seekor kelinci muda.[3] Kisah tersebut diakhiri sebagaimana berikut ini:
KultusHu Tianbao juga dikenal sebagai Tuzi (dewa Kelinci). Tuzi (kelinci)[4] adalah sebuah istilah slang untuk homoseksual pada masa akhir kekaisaran China, meskipun dalam kenyataannya Tianbao tidak punya kaitan dengan kelinci dan seharusnya tidak tertukar dengan tuer ye (兔儿 爷) kelinci di bulan. Lu Weiming (Hanzi=盧威明), seorang pendeta Taoisme (Hanzi=法師; fanshi) berkata:[5]
Lu juga mengatakan bahwa Hu Tanbiao bekerja di bawah Cheng Huang (城隍), sang dewa kota, ia memiliki pengetahuan dan jaringan sosial dalam dunia spiritual untuk menuntaskan berbagai masalah yang dihadapi manusia. Kuil yang didirikannya bukan hanya diperuntukkan untuk kaum gay, tetapi juga untuk para lesbian.[5]
Penelitian mengenai asal usul pemujaan Hu TanbiaoLu Weiming mendirikan Kuil Dewa Kelinci di Taiwan. Sebagai seorang pendeta, ia sering menerima komplain dari umat yang homoseksual bahwa tidak ada dewa yang khusus mendengarkan doa-doa mereka. Ia merasa bahwa salah satu tugasnya adalah untuk melayani kebutuhan orang-orang yang tersisihkan dari masyarakat umum, ia bermaksud membangkitkan kultus Tu Er Shen yang sudah terlupakan. Menurut penelitiannya, Hu adalah seorang tokoh kelas atas yang berasal dari akhir Dinasti Ming dan awal Dinasti Qing.[2] Namun, menurut Michael Szonyi, anggota asosiasi profesor mengenai sejarah China pada Universitas "East Asian Languages and Civilizations", Harvard, dewa kelinci adalah murni tokoh rekaan Yuan, sang novelis, karena sumber cerita sang dewa tidak ada yang berasal dari luar Fujian. Meskipun beberapa bagian dari cerita merupakan rekaan, keberadaan kultus Hu Tianbao di Fujian pada abad ke-18 telah didokumentasikan dengan baik dalam catatan Dinasti Qing.[2] Kisah yang ditulis Li Yu dan pejabat Shen Defu mungkin merupakan suatu usaha untuk memitologikan sistem pernikahan sesama pria di Fujian. Pria yang lebih tua akan berperan sebagai qixiong atau "kakak angkat", memberikan "uang pernikahan" kepada keluarga pria yang lebih muda- dikatakan bahwa yang perawan akan dihargai lebih mahal- yang menjadi qidi, atau "adik angkat". Li Yu menggambarkan upacaranya, "Mereka tidak melewatkan tiga cangkir teh atau enam ritual pernikahan- ini dilakukan seperti pernikahan biasa dengan upacara formal."[6] Qidi kemudian pindah ke rumah qixiong, di sana ia akan bergantung seluruhnya kepadanya si kakak, diperlakukan sebagai anak menantu oleh orang tua qixiong, dan bahkan kemungkinan akan membantu membesarkan anak-anak yang diasopsi oleh qixiong. Pernikahan ini dapat bertahan hingga 20 tahun hingga kedua pria diharapkan menikahi wanita untuk meneruskan garis keturunan.[7] Keith Stevens juga melihat perilaku serupa ada di komunitas Fujian di Malaysia, Taiwan, Thailand dan Singapura.[8] Menurut Steven, pemujaan terhadap sosok yang dinamai Taibao (太保) itu mengacu ke penggambaran 'saudara' atau 'pangeran', tampak bertolak belakang dengan Tianbao. Stevens diberitahu bahwa gambar dua pria berperlukan itu bersaudara, dan hanya di satu kuil di Fujian gambar itu dicitrakan sebagai pasangan homoseksual. Foto sebuah kuil di Kaohsiung disisipkan oleh Stevens di halaman 434 dalam artikel tulisannya. Sayangnya, sejarah Hu Tianbao telah dilupakan bahkan oleh para penjaga kuil. Usaha pemerintah menghapuskan kultus Hu TanbiaoMeskipun Tu Er Shen cukup populer dan dihormati di beberapa kuil, sejumlah sekolah Tao menganggap homoseksualitas sebagai pelanggaran seksual. Dalam literatur beberapa sekolah, homoseksualitas disebutkan sebagai salah satu bentuk pelecehan seksual.[9][10] Alasan para penduduk (dalam cerita) harus tetap merahasiakan alasan mereka membangun kuil, mungkin berhubungan dengan tekanan dari Pemerintah China pusat untuk meninggalkan praktik homoseksualitas. Zhu Gui (朱珪, 1731-1807), pejabat pajak yang menjabat di Fujian pada tahun 1765, berkeinginan untuk meningkatkan standar moral penduduk dengan menetapkan "Larangan Sekte Cabul". Salah satu kultus yang ia anggap sangat mengerikan adalah kultus Tu Er Shen atau Hu Tianbao. Ia mencatat dalam laporannya:[11]
Menurut Hu Tianbao digambarkan sebagai "dua laki-laki berangkulan; wajah pertama tampak tua karena usia, sementara yang lainnya tampak lembut dan pucat".[11] Zhu menyatakan niatnya untuk memperbaiki sistem moral warga di bawah pimpinannya. Zhu Gui mengkritik penghormatan warga Fujian atas penyembahan yinci (阴 祠). Di ibu kota provinsi, Fuzhou, penyembahan Hu Tianbao telah membangkitkan kemarahan Zhu. Zhu Gui menyebutkan "Semua bajingan bejat dan tak tahu malu berhasrat untuk bersenggama dengan lelaki, mereka berdoa memohon tuntunan dari idolanya (Hu Tianbao). Lalu mereka membuat rencana untuk menarik dan mendapatkan objek seksual mereka. Ini dikenal sebagai bantuan rahasia Hu Tianbao".[11] Kuil yang memuja
Lihat pulaReferensi
|