Share to:

 

Ular cabai

Ular cabai
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Domain: Eukaryota
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Reptilia
Ordo: Squamata
Subordo: Serpentes
Famili: Elapidae
Genus: Calliophis
Spesies:
C. intestinalis
Nama binomial
Calliophis intestinalis
Sinonim
  • Aspis intestinalis Laurenti, 1768[2]
  • Elaps intestinalis Cantor, 1847
  • Callophis [sic] intestinalis
    Günther, 1859
  • Adeniophis intestinalis
    Boulenger, 1890
  • Doliophis intestinalis
    — Boulenger, 1896[3]
  • Calamaria klossi M.A. Smith, 1926
  • Maticora intestinalis
    Loveridge, 1944
  • Calliophis intestinalis
    Slowinski et al., 2001[4]

Ular cabai atau ular cabe (Calliophis intestinalis) adalah spesies ular berbisa kecil yang (endemik) di Asia Tenggara. Sebutan "ular cabai" mengacu pada bagian bawah ekornya yang berwarna cerak kemerahan menyerupai cabai. Sedangkan sebutan ular ini dalam bahasa Inggris di antaranya: Banded malayan coralsnake,[5] Banded coralsnake,[6][7] dan Malayan striped coralsnake.[8]

Deskripsi

Panjang tubuh ular cabai mencapai 60 cm. Kepalanya berukuran kecil dan hampir sama lebar dengan lehernya.[9] Tubuh bagian atas berwarna kehitaman dengan satu garis berwarna keputihan, kekuningan, atau jingga, yang membentang di sepanjang jalur vertebranya. Garis ini bercabang dua membentuk seperti huruf "Y" di bagian atas kepalanya. Pada kedua sisi badan bagian bawah terdapat garis berwarna keputihan yang membentang hingga ekor. Bagian bawah tubuhnya berwarna belang hitam-putih, dengan bagian bawah ekor berwarna merah cerah.[9][10]

Sisik-sisik pada dorsal (punggung) tersusun sebanyak 13 deret di bagian tengah tubuh. Sisik-sisik ventral (bagian bawah tubuh) berjumlah 197-273 buah, sedangkan sisik-sisik subkaudal berkisar antara 15-33 buah. Perisai (sisik) labial atas berjumlah 6 buah, beberapa di antaranya terletak di tepian mata, dan salah satunya bersentuhan dengan sisik perisai nasal posterior.[5] Perisai anal tunggal dan tidak berbelah.[7]

Penyebaran dan ekologi

Ular cabai tersebar di Thailand, Malaysia (Sem. Malaya dan Serawak-Sabah), Singapura, dan Indonesia (Sumatra, Jawa, Kalimantan).[11]

Ular cabai tinggal di hutan yang lembap, tetapi juga sering terlihat di sawah, perkebunan desa dan pekarangan.[7][10] Ular pemalu ini aktif pada malam hari dan mampu berkelana di atas tanah maupun di dalam tanah (semi-fossorial). Ular ini sering ditemukan di bawah kayu, tumpukan bebatuan, dan juga serasah.[9] Makanan utamanya adalah ular-ular kecil penggali liang (fosorial), di antaranya jenis-jenis Calamaria dan Liopeltis.[7][9]

Pada siang hari, ular cabai tidak agresif dan tidak menghindar walaupun diganggu.[5][7] Jika terganggu, ular ini akan memipihkan tubuhnya dan mengangkat ekornya, sehingga terlihat bagian bawah ekornya yang berwarna merah.[7][9] Kadang-kadang ular ini juga menggulingkan badannya atau memperlihatkan perutnya yang berwarna belang hitam-putih.[5][7][9]

Ular cabai berkembang biak dengan bertelur (ovipar). Jumlah telur yang dihasilkan sebanyak 3-5 butir. Telur-telur tersebut akan menetas setelah diinkubasi selama 80 sampai 85 hari.[9]

Galeri

Racun bisa

Seperti halnya jenis-jenis Elapidae lainnya, ular cabai termasuk berbisa kuat. Bisa ular ini bersifat neurotoksin atau mampu melumpukhkan saraf.[9] Jika tergigit, gejala-gejala yang muncul di antaranya pusing, mual-mual, kesulitan bernafas,[12] terasa sakit di sekitar luka gigitan, pembengkakan, dan bahkan kematian jaringan (nekrosis).[6] Pernah dilaporkan ada orang meninggal akibat gigitan ular ini, walaupun belum ada bukti yang jelas.[8]

Referensi

  1. ^ IUCN Detail 177500
  2. ^ Laurenti, J.N. 1768. Specimen medicum, exhibens synopsin reptilium emendatum cum experimentis circa venena et antidota reptilium austriacorum. Vienna: "Joan. Thom. Nob. de Trattnern". 214 pp. + Plates I-V. (Aspis intestinalis, p. 106).
  3. ^ Boulenger GA. 1896. Catalogue of the Snakes in the British Museum (Natural History). Volume III., Containing the Colubridæ (Opisthoglyphae and Proteroglyphæ), ... London: Trustees of the British Museum (Natural History). (Taylor and Francis, printers). xiv + 727 pp. + Plates I-XXV. (Doliophis intestinalis, pp. 401-404).
  4. ^ Slowinski J.B., J. Boundy, & R. Lawson. 2001. The phylogenetic relationships of Asian coral snakes (Elapidae: Calliophis and Maticora) based on morphological and molecular characters. Herpetologica 57 (2): 233-245.
  5. ^ a b c d Tweedie, M.W.F. 1983. The Snakes of Malaya, 3rd Ed.: 112-3. Singapore Nat. Printers, Singapore.
  6. ^ a b Lim, B.L. 1991. Poisonous Snakes of Peninsular Malaysia, 3rd Ed.: 36. Malayan Nature Society, Kuala Lumpur.
  7. ^ a b c d e f g Stuebing, R.B. & R.F. Inger. 1999. A Field Guide to the Snakes of Borneo: 195-6. Natural History Publ. (Borneo), Kota Kinabalu.
  8. ^ a b Das, I. 2006. A Photographic Guide to Snakes and Other Reptiles of Borneo: 62. New Holland Publishers (UK), London. ISBN 978-1-84773-881-3.
  9. ^ a b c d e f g h Supriatna, J. 1981. Ular Berbisa Indonesia: 36. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
  10. ^ a b Ular Asli Indonesia: Ular Cabai Kecil (Calliophis intestinalis)
  11. ^ Calliophis intestinalis di Reptarium.cz Reptile Database
  12. ^ Jacobson, E. 1937. A case of snakebite (Maticora intestinalis). Bull. Raffles Mus. 13: 77-9.

Bacaan lanjut

  • Boulenger GA. 1890. The Fauna of British India, Including Ceylon and Burma. Reptilia and Batrachia. London: Secretary of State for India in Council. (Taylor and Francis, printers). xviii + 541 pp. (Adeniophis intestinalis, pp. 386–387).
  • Cantor TE. 1847. Catalogue of Reptiles Inhabiting the Malayan Peninsula and Islands. J. Asiatic Soc. Bengal, Calcutta 16 (2): 607-656, 897-952, 1026-1078. (Elaps intestinalis, p. 1028).
  • Laurenti JN. 1768. Specimen medicum, exhibens synopsin reptilium emendatum cum experimentis circa venena et antidota reptilium austriacorum. Vienna: "Joan. Thom. Nob. de Trattnern". 214 pp. + Plates I-V. (Aspis intestinalis, p. 106).
  • Slowinski JB, Boundy J, Lawson R. 2001. The phylogenetic relationships of Asian coral snakes (Elapidae: Calliophis and Maticora) based on morphological and molecular characters. Herpetologica 57 (2): 233-245.

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya