Umbul Jumprit
Kawasan Umbul Jumprit adalah suatu kawasan mata air yang terletak di lereng Gunung Sindoro dengan ketinggian 2.100 meter dpl. Situs ini terletak sekitar 26 kilometer di sebelah barat laut Kota Temanggung. Mata air ini tidak pernah kering meskipun pada saat musim kemarau dan menjadi sumber air bagi Sungai Progo.[1] Mata air ini berada di bawah sebuah gua dan dinaungi pohon besar yang teduh.[3] Sejarah dan legendaKawasan mata air ini dikaitkan dengan legenda Ki Jumprit, yaitu seorang ahli nujum Kerajaan Majapahit, yang muncul dalam Serat Centhini.[1] Lokasi ini disebut sebagai tempat petilasan Ki Jumprit, yang konon juga dipercaya sebagai salah satu putera Prabu Brawijaya. Ia meninggalkan keraton untuk bertapa dengan ditemani seekor monyet bernama Ki Dipo.[3][4] Pada akhir Kerajaan Majapahit dan awal Kerajaan Demak, perseteruan politik antara ajaran Siwa-Buddha dan agama Islam yang baru masuk dan menyebar di tanah Jawa menyebabkan sebagian penganut Siwa-Buddha yang kalah dan tidak mau tunduk di bawah kekuasaan Demak menyebar dan mencari tempat terpencil. Pangeran Singonegoro yang merupakan salah satu penasihat Prabu Brawijaya V meninggalkan keraton bersama dengan dua pengawal dan seekor monyet putih bernama Ki Dipo menuju mata air yang kini dikenal dengan nama Umbul Jumprit. Pangeran Singonegoro kemudian memiliki gelar Panembahan Ciptaning dan ia bermeditasi di lokasi Umbul Jumprit hingga akhir hayatnya dan dimakamkan di sana. Ki Dipo terus menunggui makam tuannya sementara kedua pengawalnya berjalan menuju barat sebelum akhirnya kembali lagi ke makam hingga akhir hayat mereka.[5] Sebelum tahun 1980,lokasi Umbul jumprit hanya diketahui kalangan tertentu. Pada awal 1980an, Umbul Jumprit mulai ramai dikunjungi peziarah yang mengunjungi makan Ki Jumprit dan mandi berendam di mata airnya. Akhirnya pada tahun 1987, Pemkab Temanggung menetapkan kawasan ini sebagai kawasan wanawisata[1][3] atau "wisata yang tujuan atau sasarannya adalah hutan".[6] Kawasan suciSitus Umbul Jumprit merupakan situs suci bagi aliran kepercayaan maupun agama Buddha. Situs ini merupakan salah satu tempat semadi bagi biksu dari Indonesia, Thailand, dan Sri Lanka, maupun bagi umat awam.[5] Aliran kepercayaanPada malam Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon banyak peziarah yang bermeditasi dan berendam di mata air Umbul Jumprit.[1] Pengunjung juga banyak datang pada tanggal 1 Sura untuk bermeditasi dan mandi setelah lewat tengah malam.[3] Lokasi semadi terletak di atas gua dan di dalamnya terdapat sebuah patung kera kecil berlumut yang merupakan patung dari Ki Dipo atau kera peliharaan Pangeran Singonegoro.[5] Suatu kelompok spiritualis meyakini bahwa mandi di Umbul Jumprit dapat membersihkan seseorang dari bekas-bekas gangguan makhluk gaib atau akibat mempelajari ilmu hitam.[7] Agama BuddhaSejak tahun 1987, mata air Umbul Jumprit menjadi tempat mengambil air untuk keperluan Waisak di Candi Borobudur karena diteliti memiliki kualitas spiritual yang baik.[5] Biasanya, tiga hari sebelum perayaan Waisak di Candi Borobudur, Sangha mengambil air dari Umbul jumprit untuk digunakan dalam ritual.[1] Pada tahun 2015, terdapat delapan majelis yang mengikuti ritual di mata air ini, yaitu Sangha Theravada Indonesia, Tantrayana, Tridharma, Kasogatan, Mahayana, Mapanbumi, Madhatantri, dan Mahanikaya.[8] Tidak kesemuanya merupakan Majelis Sangha, melainkan juga dari agama Khonghucu. Kawasan wisataKawasan Umbul Jumprit ditetapkan sebagai kawasan wanawisata atau wisata hutan, khususnya hutan pinus, oleh Pemkab Temanggung pada tanggal 18 Januari 1987. Selain itu, kawasan ini juga menawarkan agrowisata, perkemahan, dan habitat kera liar.[1] Jalan masuk menuju Umbul Jumprit ditandai oleh gerbang dengan arsitektur Jawa kuno. Sekitar 30 meter di dalamnya terdapat gerbang kedua dan sebuah patung Hanoman.[3] Cerita rakyat
Lihat pulaReferensi
Pranala luar |