Share to:

 

Universi Dominici Gregis

Universi Dominici Gregis adalah sebuah Konstitusi Apostolik Gereja Katolik Roma yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 22 Februari 1996. Dokumen ini menggantikan Konstitusi Apostolik Romano Pontifici Eligendo yang dikeluarkan oleh Paus Paulus VI pada tahun 1975.

Universi Dominici Gregis ('seluruh gembalaan Sang Bapa', diambil dari kalimat pembuka 'Sang penggembala dari seluruh gembalaan Sang Bapa adalah Uskup Gereja Romawi, ...'), dengan keterangan Tentang Kekosongan Tahta Apostolik dan Pemilihan Imam Agung Romawi, membahas masalah kekosongan Singgasana Santo Petrus dan Uskup Roma yang dirujuk sebagai Sri Paus.

Perubahan besar

Tiga perubahan besar terjadi di dalam Konstitusi Apostolik yang baru ini.

  • Adanya ketentuan dalam pemilihan seorang Sri Paus lewat suara mayoritas absolut dalam kondisi-kondisi tertentu.
  • Untuk pertama kali selama berabad-abad masing-masing Kardinal disediakan dengan apartemennya sendiri yang terpisah dari Kapel Sistina.
  • Metode dimana Sri Paus secara simbolis resmi menjabat dibuat tidak terlalu detail. Kalau Romano Pontifici Eligendo yang dikeluarkan oleh Paus Paulus VI secara jelas mengharuskan bahwa Sri Paus yang baru dimahkotai, Konstitusi Apostolik yang baru tidak menekankan hal ini dalam pelantikan Sri Paus, yaitu tidak menuliskan secara jelas apakah pelantikan tersebut harus melakukan upacara pemahkotaan Sri Paus atau bentuk upacara lain yang digunakan sejak tahun 1978. Yang terpenting dalam dokumen ini adalah suatu bentuk dari upacara resmi sudah diadakan. Bagaimana bentuk dari upacara itu sendiri diserahkan pada kebijaksanaan Sri Paus yang baru akan dilantik.

Konklaf tahun 2005

Konklaf pemilihan Sri Paus tahun 2005 adalah pemilihan Sri Paus pertama yang menggunakan sistem ini.

Perubahan

Pada tanggal 11 Juni 2007 Paus Benediktus XVI mengeluarkan sebuah Motu proprio yang dimulai dengan kata-kata Constitutione Apostolica, dengan penjelasan De aliquibus mutationibus in normis de electione romani pontificis yang memberlakukan kembali norma-norma tradisional untuk pemberian suara yang diperlukan untuk memilih seorang Sri Paus. Kecuali diubah oleh Sri Paus yang akan datang, jumlah suara dua-per-tiga dari total suara yang ada harus diperoleh untuk terpilihnya seorang Sri Paus baru berapa kalipun pengambilan suara ini perlu dilakukan untuk proses pemilihan ini.[1]

Lihat juga

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya