Yosef Cho Yun-ho
Yosef muda mirip dengan ayahnya dan dia sangat pemberani dan tidak bertele-tele. Seluruh keluarga menjalankan agama mereka dengan setia. Ketika ayahnya yaitu Petrus Cho ditangkap dan diinterogasi, Yosef sedang pulang ke rumahnya. Petrus meminta anaknya untuk melarikan diri, namun Yosef justru menyerahkan diri. Kedua ayah dan anak ini saling memberi semangat supaya tidak meninggalkan iman mereka. Yosef berkata kepada interogator bahwa kakeknya yang mengajarkannya agama Katolik. Dia juga berkata kepada mereka bahwa dia tidak mempunyai buku-buku Katolik. Mereka menyiksa dia dengan kejam supaya dia menyangkal imannya, namun Yosef tidak menyerah. Dia dikirimkan ke penjara Jeonju bersama dengan ayahnya. Yosef dengan tegas dan berani mempertahankan imannya terlepas dari semua siksaan yang dia terima. Suatu hari ketika dia melihat ayahnya dibawa keluar untuk dieksekusi. Yosef meminta supaya dia juga dibawa, namun menurut hukum, ayah adan anak tidak boleh dieksekusi pada hari yang sama dan juga di tempat yang sama. Gubernur memaksa Yosef supaya dia menyerah dari imannya. Dia berjanji kepada Yosef bahwa dia akan mengembalikan semua hartanya yang sudah disita jika dia menyangkal imannya. Namun, Yosef tidak mendengarkannya. Dalam perjalanan menuju tempat eksekusi, algojo berlari kencang dan menarik papan kayu yang mengunci leher Yosef untuk membuatnya cepat lelah. Di tempat eksekusi, gubernur menawarkan kembali kesepakatan untuk mengembalikan hartanya yang sudah disita, namun Yosef dengan tegas menolak penawaran itu. Dia makan makanan terakhirnya, membuat tanda salib dengan khidmat sebelum dia makan. Yosef dipukuli dengan kejam, dan akhirnya dipukuli sampai mati di Seocheongyo di Jeonju pada tanggal 23 December 1866. Pada saai itu dia berusia 19 tahun. Demikianlah tiga generasi, Yosef Cho, ayahnya dan kakeknya, mendapat kehormatan menjadi martir.[1] Referensi |