Ahli kalam
Ahli kalam atau mutakallimun adalah cendekiawan muslim yang merumuskan keimanan dan keyakinan Islam menggunakan metode ilmiah. Hasil pemikiran dari ahli kalam disebut sebagai teologi Islam.[1] Ahli kalam mengembangkan ilmu kalam dengan meyakini kebenaran pernyataan Al-Qur'an terlebih dahulu untuk kemudian diberikan argumnetasi yang memperkuat pernyataan tersebut.[2] Metode pemikiranAhli kalam pada dasarnya menggabungkan ilmu kalam dan filsafat Islam. Metode pemikirannya hampir sama dengan para filsuf. Ahli kalam mengawali pemikirannya dengan menganggap alam semesta sebagai argumentasi yang kuat mengenai keberadaan Tuhan. Sedangkan para filsuf mengkaji tentang Tuhan secara langsung tanpa mengawalinya dengan kajian tentang alam semesta. Ilmu kalam dikaji oleh ahli kalam dengan menggunakan pernyataan dalam Al-Qur'an. Setelah pernyataan di dalam Al-Qur;an telah menjadi keyakinan, barulah argumentasi mulai disusun dan disampaikan. [3] Para ahli kalam selalu mengedepankan penggunaan pernyataan Al-Qur'an sebelum menggunakan akal. Sedangkan para filsuf langsung menggunakan akal tanpa memerhatikan pernyataan dari pernyataan Al-Qur'an. Para filsuf ini tidak mengabaikan pernyataan Al-Qur'an melainkan untuk menguji kebenaran pendapat mereka. Bagi para filsuf, akal tanpa wahyu tetap dapat mencapai kebenaran yang tertinggi, yaitu Allah.[4] Ahli kalam mengkaji kalam dengan menggunakan akal. Kemampuan akal menjadi kriteria rasional dan kriteria tradisional dalam pengkajiannya. Kemampuan ini meliputi kemampuan mengetahui Tuhan, kemampuan mengetahui kewajiban mengetahui Tuhan, mengetahui kebaikan dan keburukan, serta mengetahui kebajikan untuk melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan.[5] Bahan kajianKeesaan TuhanKeesaan Tuhan merupakan bahan kajian yang dikaji bersama oleh para ahli kalam dan filsuf. Para filsuf dan para ahli kalam menyepakati bahwa Tuhan itu Maha Esa. Perbedaan di antara keduanya adalah cara menetapkan keesaan kepada Tuhan. Penetapan keesaan Tuhan oleh para ahli kalam adalah dengan menggunakan wahyu.[6] Ahli kalam seperti al-Kindi menggunakan teori gerak untuk menetapkan keesaan Tuhan. Sedangkan ahli kalam lain seperti al-Farabi menetapkan keesaan Tuhan menggunakan teori emanasi.[7] Di lain hal, ahli kalam menolak pandangan mengenai keterikatan materi dari segi zat dan aktualisasi bagi segala hal. Ahli kalam meyakini bahwa ketidakterikatan atas dua segi materi ini hanya dimiliki oleh Allah.[8] MazhabMazhab ahli kalam terbagi menjadi Muktazilah dan Asy'ariyah. Kedua mazhab ini menggunakan argumentasi logika yang rasional. Pernyataan mereka dapat diterima oleh akal. Mazhab Muktazilah menggunakan argumen logika dari filsafat untuk mempertahankan akidah Islam. Sedangkan mazhab Asy'Ariyah menggunakan argumen logika untuk mengembalikan akidah Islam sesuai dengan sunah yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad dan Sahabat Nabi.[5] Di sisi lain, terdapat kelompok Islam yang memurnikan aqidah dan mencegah penafsiran filsafat ke dalam pemikiran Islam tanpa dalil. Kelompok ini dikenal sebagai Salafiyah yang tidak termasuk sebagai ahli kalam. Keberadaan Salafiyah awalnya untuk mencegah perbuatan mengafirkan sesama muslim dari mazhab yang berbeda. Tindakan ini untuk mengatasi masuknya ilmu logika dan filsafat Yunani ke dalam pemikiran Islam melalui ilmu kalam.[9] Salah satu tokohnya adalah Imam asy-Syafi'i. Ia tetap mengkaji ilmu kalam hanya dengan berdasarkan kepada Al-Qur'an dan Sunah tanpa penafsiran sama sekali.[10] ReferensiCatatan kaki
Daftar pustaka
|