Apopleksi (dari bahasa Yunani Kuno ἀποπληξία (apoplexia) 'menyingkirkan') mengacu pada pecahnya organ dalam dan gejala yang terkait. Secara informal atau metaforis, istilah apopleksi dikaitkan dengan rasa marah, terutama sebagai "apoplektik". Secara historis, penyakit ini menggambarkan apa yang sekarang dikenal sebagai strok hemoragik, yang melibatkan pecahnya pembuluh darah di otak; pengobatan modern biasanya menentukan lokasi anatomi perdarahan, seperti otak, ovarium, atau hipofisis.[1][2][3]
Makna historis
Dari akhir abad ke-14 hingga akhir abad ke-19, aplopeksi mengacu pada kematian mendadak yang dimulai dengan hilangnya kesadaran secara tiba-tiba, terutama ketika korban meninggal dalam hitungan detik setelah kehilangan kesadaran. Kata apopleksia terkadang digunakan untuk merujuk pada gejala kehilangan kesadaran secara tiba-tiba sesaat sebelum kematian. Strok, aneurisma aorta yang pecah, dan bahkan serangan jantung disebut sebagai apopleksi di masa lalu, karena sebelum munculnya ilmu kedokteran, kemampuan untuk membedakan kondisi abnormal dan kondisi penyakit masih terbatas. Meskipun fisiologi sebagai bidang medis sudah ada sejak zaman Hipokrates, hingga akhir abad ke-19, para dokter sering kali memiliki pemahaman yang tidak memadai atau tidak akurat tentang banyak fungsi normal dan tampilan abnormal tubuh manusia. Oleh karena itu, mengidentifikasi penyebab spesifik dari suatu gejala atau kematian sering kali terbukti sulit atau mustahil.[4][5][6][7][8]
Pendarahan
Untuk menentukan lokasi perdarahan, istilah "apopleksia" sering disertai dengan kata sifat deskriptif. Misalnya, perdarahan di dalam kelenjar pituitari disebut "apopleksia pituitari," dan perdarahan di dalam kelenjar adrenal disebut "apopleksia adrenal."[9]
Apoplexy juga mencakup pendarahan dalam kelenjar dan disertai masalah neurologis seperti kebingungan, sakit kepala, dan gangguan kesadaran.[10]