As-Saffah
Abū al-ʿAbbās ʿAbd Allāh bin Muḥammad al-Saffāḥ (bahasa Arab: أبو العباس عبد الله بن محمد السفّاح; 721/722 – 8 Juni 754, Anbar) adalah khalifah pertama Kekhalifahan Abbasiyah yang menjadi salah satu negara kekhalifahan terlama yang pernah berdiri. Ia memerintah dari tahun 750 M hingga kematiannya pada 754 M. KeluargaAbu al-'Abbas merupakan pemimpin salah satu cabang Bani Hashim, yang menisbatkan nasabnya kepada Hasyim, buyut Nabi Muhammad, melalui al-Abbas, paman Nabi SAW. Bani Hasyim mendapat dukungan besar dari golongan Syi’ah yang berpikir bahwa keluarganya, yang telah diturunkan dari Nabi Muhammad dan Ali bin Abi Thalib, akan menurunkan pemimpin besar lainnya atau Mahdi yang akan membebaskan Islam. Kebijakan tanggung-tanggung penguasa terakhir Umayyah untuk mentoleransi Muslim non-Arab dan Syi’ah telah gagal memadamkan kerusuhan antara minoritas-minoritas itu. SilsilahAbu al-'Abbas as-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul-Muththalib Bin Hasyim Bin Abdu Manaf Bin Qushay.[1]
[2] Catatan:
Pemberontakan terhadap Bani UmayyahKerusuhan ini menimbulkan pemberontakan selama masa Hisyam bin Abdul-Malik di Kufah, kota terkenal di Irak selatan. Muslim Syi’ah memberontak pada 736 dan menguasai kota sampai 740, dipimpin Zaid bin Ali, cucu Husain bin Ali. Pemberontakan Zaid gagal, dan dipadamkan oleh pasukan Bani Umayyah pada 740. Pemberontakan di Kufah menandai kuatnya Bani Umayyah dan bertambahnya kekacauan di Dunia Islam. Abu al-'Abbas memilih berfokus ke Khurasan, daerah militer penting di Iran timur. Pada 743, kematian Khalifah Bani Umayyah Hisyam bin Abdul-Malik meletuskan perang saudara di dalam Khilafah Islam. Abu al-'Abbas, didukung oleh Syi’ah, Khawarij, dan daerah Khurasan, memimpin pasukannya menang terhadap Bani Umayyah dan akhirnya menjatuhkan penguasa terakhirnya Marwan II pada 750. Perang saudara ditandai dengan oleh kenabian 1000 tahun yang didorong sejumlah Syi’ah bahwa Abu al-'Abbas merupakan mahdi. Sejumlah sarjana Muslim yang menonjol menulis karya seperti Jafr yang mengatakan muslimin yang setia bahwa perang saudara yang brutal merupakan konflik besar antara yang hak dan batil. Pilihan Bani Umayyah memasuki pertempuran dengan bendera putih dan Bani Abbasiyah memasukinya dengan bendera hitam membesarkan teori-teori itu. Warna putih, bagaimanapun dianggap kebanyakan orang Persia sebagai tanda dukacita. Mengenai bahwa ada kemungkinan kembalinya kekuatan Khilafah Bani Umayyah, Abu al-'Abbas mencari-cari seluruh anggota yang tersisa dari keluarga Umayyah untuk menghukum mati mereka. Itulah yang membuat, pelarian ke al-Andalus, atau Spanyol, dipimpin oleh Abd ar-Rahman I di mana Khilafah Bani Umayyah akan bertahan selama 3 abad. Karena usahanya untuk menyingkirkan keluarga Bani Umayyah, Abu al-'Abbas memperoleh julukan as-Saffah, atau tulisan berdarah.[3] Masa KekuasaanSetelah kemenangan terhadap Bani Umayyah, pemerintahan pendek Abu al-'Abbas ditandai dengan usaha mengkonsolidasi dan membangun kembali Khilafah. Para pendukungnya diwakili dalam pemerintahan baru, namun selain dari kebijakannya terhadap keluarga Umayyah, Abu al-'Abbas secara luas dipandang sejarawan sebagai pemenang yang mendingan. Orang-orang Yahudi, Kristen Nestorian, dan Persia secara baik diwakili dalam pemerintahan Abu al-'Abbas dan dalam meneruskan administrasi Abbasiyah. Pendudukan juga didorong, dan pabrik kertas pertama didirikan di Samarkand. Sama-sama revolusioner merupakan perbaikan pasukan Abu al-'Abbas, yang beranggotakan termasuk non-Muslim dan non-Arab sangat berbeda dengan Bani Umayyah yang menolak pasukan dari 2 golongan itu. Abu al-'Abbas memilih yang berbakat Abu Muslim sebagai komandan militernya, yang akan menjabat sampai 755 dalam ketentaraan. Pengingkaran janji
Abu al-'Abbas mengingkari janjinya terhadap kelompok Syi'ah dalam menyatakan Khilafah untuk dirinya sendiri. Kelompok Syi’ah telah berharap bahwa imam mereka akan dinamai sebagai Khalifah, membuka masa perdamaian dan kemakmuran yang milenialis telah percaya akan datang. Pengkhianatan mengasingkan pendukung Syi’ah Abu al-'Abbas, meski hubungan baik yang berjalan terus dengan kelompok lain membuat penguasaan Bani Umayyah nyata lebih mudah terpecahkan daripada Umayyah. Abu al-'Abbas meninggal pada 754, hanya 5 tahun setelah menjatuhkan Bani Umayyah. Ia digantikan saudaranya al-Mansur.
Referensi
BibliografiBonner, M!D (2004). Arab-Byzantine Relations in Early Islamic Times. Farnham: Ashgate. ISBN 9780860787167. Hoiberg, Dale H (2010). "Abbasid Dynasty%. London: Encyclopedia Britannica. ISBN 978-1-59339-837-8. |