Share to:

 

Aspirin

Aspirin
Nama sistematis (IUPAC)
asam 2-asetilbenzoat
Data klinis
Kat. kehamilan C(AU) D(US)
Status hukum Unscheduled (AU) GSL (UK) OTC (US)
Rute Most commonly oral, also rectal. Lysine acetylsalicylate may be given IV or IM
Data farmakokinetik
Bioavailabilitas Rapidly and completely absorbed
Ikatan protein 99.6%
Metabolisme Hepatic
Waktu paruh 300–650 mg dose: 3.1–3.2 h
1 g dose: 5 h
2 g dose: 9 h
Ekskresi Renal
Pengenal
Nomor CAS 50-78-2
Kode ATC A01AD05 B01AC06, N02BA01
PubChem CID 2244
DrugBank APRD00264
ChemSpider 2157
Sinonim 2-acetyloxybenzoic acid
acetylsalicylate
acetylsalicylic acid
O-acetylsalicylic acid
Data kimia
Rumus C7H8O3 
Massa mol. 180.157 g/mol
SMILES eMolecules & PubChem
Data fisik
Kepadatan 1.40 g/cm³
Titik lebur 135 °C (275 °F)
Titik didih 140 °C (284 °F) (decomposes)
Kelarutan dalam air 3 mg/mL (20 °C)

Aspirin, disebut juga dengan asam asetilsalisilat atau asetosal, adalah obat turunan dari salisilat yang sering digunakan sebagai analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun demam), dan anti-inflamasi (mengobati peradangan). Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan dapat digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung. Kepopuleran penggunaan aspirin sebagai obat dimulai pada 1918 ketika terjadi pandemik flu di berbagai wilayah dunia.[1]

Awal mula penggunaan aspirin sebagai obat diprakarsai oleh Hippocrates yang menggunakan ekstrak tumbuhan dedalu untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Kemudian senyawa ini dikembangkan oleh perusahaan Bayer menjadi senyawa asam asetilsalisilat yang dikenal saat ini.

Aspirin adalah obat pertama yang dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat diperdagangkan dalam bentuk serbuk (puyer). Dalam menyambut Piala Dunia FIFA 2006 di Jerman, replika tablet aspirin raksasa dipajang di Berlin sebagai bagian dari pameran terbuka Deutschland, Land der Ideen ("Jerman, negeri berbagai ide").

Sejarah

Penemuan awal

Senyawa alami dari tumbuhan yang digunakan sebagai obat ini telah ada sejak awal mula peradaban manusia. Dimulai pada peradaban Mesir kuno, bangsa tersebut telah menggunakan suatu senyawa yang berasal dari daun dedalu untuk meredakan nyeri. Pada era yang sama, bangsa Sumeria juga telah menggunakan senyawa yang serupa untuk mengatasi berbagai jenis penyakit. Hal ini tercatat dalam ukiran-ukiran pada bebatuan di daerah tersebut. Barulah pada tahun 400 SM, filsafat Hippocrates menggunakannya sebagai tanaman obat yang kemudian segera tersebar luas.[2]

Zaman modern

Reverend Edward Stone dari Chipping Norton, Inggris, merupakan orang pertama yang mempublikasikan penggunaan medis dari aspirin. Pada 1763, ia telah berhasil melakukan pengobatan terhadap berbagai jenis penyakit dengan menggunakan senyawa tersebut.[3] Pada 1826, peneliti berkebangsaan Italia, Brugnatelli dan Fontana, melakukan uji coba terhadap penggunaan suatu senyawa dari daun willow sebagai agen medis.[4] Dua tahun berselang, pada 1828, seorang ahli farmasi Jerman, Buchner, berhasil mengisolasi senyawa tersebut dan diberi nama salicin yang berasal dari bahasa latin willow, yaitu salix. Senyawa ini memiliki aktivitas antipiretik yang mampu menyembuhkan demam. Penelitian mengenai senyawa ini berlanjut hingga pada 1830 ketika seorang ilmuwan Prancis bernama Leroux berhasil mengkristalkan salicin. Penelitian ini kemudian dilanjutkan oleh ahli farmasi Jerman bernama Merck pada tahun 1833. Sebagai hasil penelitiannya, ia berhasil mendapatkan kristal senyawa salicin dalam kondisi yang sangat murni.[5] Senyawa asam salisilat sendiri baru ditemukan pada 1839 oleh Raffaele Piria dengan rumus empiris C7H6O3.

Pengembangan oleh Bayer

Bayer merupakan perusahaan pertama yang berhasil menciptakan senyawa aspirin (asam asetilsalisilat). Ide untuk memodifikasi senyawa asam salisilat dilatarbelakangi oleh banyaknya efek negatif dari senyawa ini. Pada tahun 1945, Arthur Eichengrun dari perusahaan Bayer mengemukakan idenya untuk menambahkan gugus asetil dari senyawa asam salisilat untuk mengurangi efek negatif sekaligus meningkatkan efisiensi dan toleransinya.[6] Pada tahun 1897, Felix Hoffmann berhasil melanjutkan gagasan tersebut dan menciptakan senyawa asam asetilsalisilat yang kemudian umum dikenal dengan istilah aspirin. Aspirin merupakan akronim dari:

A: Gugus asetil
spir: nama bunga tersebut dalam bahasa Latin
spiraea: suku kata tambahan yang sering kali digunakan
in: untuk zat pada masa tersebut.

Aspirin adalah zat sintetik pertama di dunia dan penyebab utama perkembangan industri farmasi. Bayer mendaftarkan aspirin sebagai merek dagang pada 6 Maret 1899. Felix Hoffmann bukanlah orang pertama yang berusaha untuk menciptakan senyawa aspirin ini. Sebelumnya pada tahun 1853, seorang ilmuwan Prancis bernama Frederick Gerhardt telah mencoba untuk menciptakan suatu senyawa baru dari gabungan asetil klorida dan sodium salisilat.[7] Aspirin dijual sebagai obat pada tahun 1899 setelah Felix Hoffmann berhasil memodifikasi asam salisilat, senyawa yang ditemukan dalam kulit kayu dedalu.

Bayer kehilangan hak merek dagang setelah pasukan sekutu merampas dan menjual aset luar perusahaan tersebut setelah Perang Dunia Pertama. Di Amerika Serikat (AS), hak penggunaan nama aspirin telah dibeli oleh AS melalui Sterling Drug Inc., pada 1918. Walaupun masa patennya belum berakhir, Bayer tidak berhasil menghalangi saingannya dari peniruan rumus kimia dan menggunakan nama aspirin. Akibatnya, Sterling gagal untuk menghalangi "Aspirin" dari penggunaan sebagai kata generik. Di negara lain seperti Kanada, "Aspirin" masih dianggap merek dagang yang dilindungi.

Farmakologi

Mekanisme aksi

325 mg Tablet selaput aspirin

Menurut kajian John Vane, aspirin menghambat pembentukan hormon dalam tubuh yang dikenal sebagai prostaglandin. Siklooksigenase adalah enzim yang terlibat dalam pembentukan prostaglandin dan tromboksan. Aspirin mengasetil enzim tersebut secara irreversible. Prostaglandin adalah hormon yang dihasilkan di dalam tubuh dan mempunyai efek berbagai di dalam tubuh termasuk proses penghantaran rangsangan sakit ke otak dan modulasi termostat hipotalamus. Tromboksan bertanggungjawab pula dalam agregasi platelet. Serangan jantung disebabkan oleh penggumpalan darah dan rangsangan sakit menuju ke otak. Oleh itu, pengurangan gumpalan darah dan rangsangan sakit ini disebabkan konsumsi aspirin pada kadar kecil dianggap baik dari segi pengobatan.

Namun, efeknya darah lambat membeku menyebabkan pendarahan berlebihan bisa terjadi. Oleh karena itu, pasien yang akan menjalani pembedahan atau mempunyai masalah pendarahan tidak diperbolehkan mengonsumsi aspirin.

Sintesis

Aspirin ini dibuat dengan cara esterifikasi, dimana bahan aktif dari aspirin yaitu asam salisitat direaksikan dengan asam asetat anhidrad atau dapat juga direaksikan dengan asam asetat glacial bila asam asetat anhidrad sulit untuk ditemukan. Asam asetat anhidrad ini dapat digantikan dengan asam asetat glacial karena asam asetat glacial ini bersifat murni dan tidak mengandung air selain itu asam asetat anhidrad juga terbuat dari dua asan asetat galsial sehingga pada pereaksian volumenya semua digandakan. Pada proses pembuatan reaksi esterifikasi ini dibantu oleh suatu katalis asam untuk mempercepat reaksi. Tetapi pada penambahan katalis ini tidak terlalu berefek maka dilakukan lah pemanasan untuk mempercepat reaksinya. Pada pembuatan aspirin juga ditambahkan air untuk melakukan rekristalisasi berlangsung cepat dan akan terbentuk endapan. Endapan inilah yang merupakanaspirin.

Lihat pula

Jenis-jenis obat analgesik yang lain ialah:

Referensi

  1. ^ Schror K. 2009. Acetylsalicylic Acid. Darmstadt: Wiley-Blackwell. ISBN 978-3-527-32109-4.
  2. ^ Gross M, Greenberg. 1948. The Salicylates: A Critical Bibliographic Review. LA: Hillhouse Press, New Haven.
  3. ^ Stone E. 1763. Anaccount of the success of the bark of the willow in the cure of agues. Transactions of the Royal Entomol Soc London 53:195–200.
  4. ^ Sharp G. 1915. The history of the salicylic compounds and of salicin. Pharmaceutical J 94:857.
  5. ^ Horsch W. 1979. Die Salicylate. Die Pharmazie 34:585–604.
  6. ^ Eichengruun A. 1949. 50 Jahre Aspirin. Die Pharmazie 4:582–584.
  7. ^ Gerhardt CF. 1855. Lehrbuch der Organischen Chemie. Leipzig: Verlag Otto Wigand.

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya