Share to:

 

Astronomi

Langit malam yang gelap dan jauh dari lampu-lampu yang terang adalah kondisi yang ideal untuk melakukan pengamatan bintang. Pemandangan langit malam di Observatorium Paranal, Chili. Tiga objek yang tampak terang di sini adalah Bulan (atas), Venus (kiri), dan Jupiter (kanan).

Astronomi (bahasa Yunani: ἀστρονομία, translit. astronomía,[1] dari ástron 'bintang' dan nómos 'hukum'), juga disebut ilmu bintang atau ilmu falak,[2] adalah ilmu alam yang mempelajari benda langit dan fenomena alam yang terjadi di luar Bumi, termasuk fenomena di atmosfer atas Bumi yang berasal dari luar angkasa seperti meteor dan aurora.[3] Ilmu ini secara pokok mempelajari berbagai sisi dari objek langit seperti asal usul, sifat fisika/kimia, meteorologi, dan gerak serta bagaimana pengetahuan akan benda-benda tersebut menjelaskan pembentukan dan perkembangan alam semesta.

Astronomi sebagai ilmu adalah salah satu yang tertua, sebagaimana diketahui dari artefak-artefak astronomis yang berasal dari era prasejarah; misalnya monumen-monumen dari Mesir dan Nubia, atau Stonehenge yang berasal dari Britania. Orang-orang dari peradaban-peradaban awal semacam Babilonia, Yunani Kuno, Tiongkok, India, dan Maya juga didapati telah melakukan pengamatan yang metodologis atas langit malam. Meskipun memiliki sejarah yang panjang, astronomi baru dapat berkembang menjadi cabang ilmu pengetahuan modern melalui penemuan teleskop.

Cukup banyak cabang-cabang ilmu yang pernah turut disertakan sebagai bagian dari astronomi, dan apabila diperhatikan, sifat cabang-cabang ini sangat beragam: dari astrometri, pelayaran berbasis angkasa, astronomi observasional, sampai dengan penyusunan kalender dan astrologi. Meski demikian, dewasa ini astronomi profesional dianggap identik dengan astrofisika.

Pada abad ke-20, astronomi profesional terbagi menjadi dua cabang, yaitu astronomi observasional; Studi astronomi yang melibatkan pengumpulan data dari pengamatan atas benda-benda langit, yang kemudian akan dianalisis menggunakan prinsip-prinsip dasar fisika, dan astronomi teoretis; Studi astronomi yang terpusat pada upaya pengembangan model-model komputer/analitis guna menjelaskan sifat-sifat benda-benda langit serta fenomena-fenomena alam lainnya. Adapun kedua cabang ini bersifat komplementer; Astronomi teoretis berusaha untuk menerangkan hasil-hasil pengamatan astronomi observasional, dan astronomi observasional akan mencoba untuk membuktikan kesimpulan yang dibuat oleh astronomi teoretis.

Astronomi harus dibedakan dari astrologi, yang merupakan kepercayaan bahwa nasib dan urusan manusia berhubungan dengan letak benda-benda langit seperti bintang atau rasinya. Memang betul bahwa dua bidang ini memiliki asal usul yang sama, namun pada saat ini keduanya sangat berbeda.[4]

Leksikologi

Penggunaan istilah "astronomi" dan "astrofisika"

Secara umum baik "astronomi" maupun "astrofisika" boleh digunakan untuk menyebut ilmu yang sama.[5][6][7][8] Apabila merujuk pada definisi KBBI, "astronomi" adalah ilmu tentang "matahari, bulan, bintang, dan planet-planet lain"[2] sedangkan "astrofisika" adalah cabang astronomi yang mempelajari tentang "perilaku, sifat fisik, serta dinamika benda dan fenomena langit."[9]

Dalam kasus-kasus tertentu, misalnya pada pembukaan buku The Physical Universe oleh Frank Shu, "astronomi" boleh dipergunakan untuk sisi kualitatif dari ilmu ini, sedang "astrofisika" untuk sisi lainnya yang lebih berorientasi fisika.[10] Namun, penelitian-penelitian astronomi modern kebanyakan berurusan dengan topik-topik yang berkenaan dengan fisika, sehingga bisa dianggap bahwa astronomi modern adalah astrofisika.[5]

Banyak badan-badan penelitian yang, dalam memutuskan menggunakan istilah yang mana, hanya bergantung dari apakah secara sejarah mereka berafiliasi dengan departemen-departemen fisika atau tidak.[7] Astronom-astronom profesional sendiri banyak yang memiliki gelar di bidang fisika.[8] Untuk ilustrasi lebih lanjut, salah satu jurnal ilmiah terkemuka pada cabang ilmu ini bernama Astronomy and Astrophysics (Astronomi dan Astrofisika).

Sejarah

Orientasi batu-batu Stonehenge yang sedemikian mungkin menunjukkan bahwa astronom kuno menggunakan Stonehenge sebagai semacam kalender matahari untuk melacak pergerakan matahari dan bulan dan menandai perubahan musim.[11]

Pada awalnya, astronomi hanya melibatkan pengamatan beserta prediksi atas gerak-gerik benda-benda langit yang terlihat dengan mata telanjang. Pada beberapa situs seperti Stonehenge, peradaban-peradaban awal juga menyusun artefak-artefak yang diduga memiliki kegunaan astronomis. Observatorium-observatorium purba ini jamaknya bertujuan seremonial, namun dapat juga dimanfaatkan untuk menentukan musim, cuaca, dan iklim —sesuatu yang wajib diketahui apabila ingin bercocok tanam— atau memahami panjang tahun.[12]

Sebelum ditemukannya peralatan seperti teleskop, penelitian harus dilakukan dari atas bangunan-bangunan atau dataran yang tinggi, semua dengan mata telanjang. Seiring dengan berkembangnya peradaban, terutama di Mesopotamia, Tiongkok, Mesir, Yunani, India, dan Amerika Tengah, orang-orang mulai membangun observatorium dan gagasan-gagasan mengenai sifat-sifat semesta mulai ramai diperiksa. Umumnya, astronomi awal disibukkan dengan pemetaan letak-letak bintang dan planet (sekarang disebut astrometri), kegiatan yang akhirnya melahirkan teori-teori tentang pergerakan benda-benda langit dan pemikiran-pemikiran filosofis untuk menjelaskan asal usul Matahari, Bulan, dan Bumi. Bumi kemudian dianggap sebagai pusat jagat raya, sedang Matahari, Bulan, dan bintang-bintang berputar mengelilinginya; model semacam ini dikenal sebagai model geosentris, atau sistem Ptolemaik (dari nama astronom Romawi-Mesir Ptolemeus).[13]

Dimulainya astronomi yang berdasarkan perhitungan matematis dan ilmiah dulu dipelopori oleh orang-orang Babilonia.[14] Mereka menemukan bahwa gerhana bulan memiliki sebuah siklus yang teratur, disebut siklus saros.[15] Mengikuti jejak astronom-astronom Babilonia, kemajuan demi kemajuan kemudian berhasil dicapai oleh komunitas astronomi Yunani Kuno dan negeri-negeri sekitarnya. Astronomi Yunani sedari awal memang bertujuan untuk menemukan penjelasan yang rasional dan berbasis fisika untuk fenomena-fenomena angkasa.[16] Pada abad ke-3 SM, Aristarkhos dari Samos melakukan perhitungan atas ukuran Bumi serta jarak antara Bumi dan Bulan, dan kemudian mengajukan model Tata Surya yang heliosentris — pertama kalinya dalam sejarah. Pada abad ke-2 SM, Hipparkhos berhasil menemukan gerak presesi, juga menghitung ukuran Bulan dan Matahari serta jarak antara keduanya, sekaligus membuat alat-alat penelitian astronomi paling awal seperti astrolab.[17] Mayoritas penyusunan rasi bintang di belahan utara sekarang masih didasarkan atas susunan yang diformulasikan olehnya melalui katalog yang waktu itu mencakup 1.020 bintang.[18] Mekanisme Antikythera yang terkenal (ca. 150-80 SM) juga berasal dari periode yang sama: komputer analog yang digunakan untuk menghitung letak Matahari/Bulan/planet-planet pada tanggal tertentu ini merupakan barang paling kompleks dalam sejarah sampai abad ke-14, ketika jam-jam astronomi mulai bermunculan di Eropa.[19]

Di Eropa sendiri selama Abad Pertengahan astronomi sempat mengalami kebuntuan dan stagnansi. Sebaliknya, perkembangan pesat terjadi di dunia Islam dan beberapa peradaban lainnya, ditandai dengan dibangunnya observatorium-observatorium di belahan dunia sana pada awal abad ke-9.[20][21][22] Pada tahun 964, astronom Persia Al-Sufi menemukan Galaksi Andromeda (galaksi terbesar di Grup Lokal) dan mencatatnya dalam Book of Fixed Stars (Kitab Suwar al-Kawakib).[23]

Supernova SN 1006, ledakan bintang paling terang dalam catatan sejarah, berhasil diamati oleh astronom Mesir Ali bin Ridwan dan sekumpulan astronom Tiongkok yang terpisah pada tahun yang sama (1006 M). Astronom-astronom besar dari era Islam ini kebanyakan berasal dari Persia dan Arab, termasuk Al-Battani, Tsabit bin Qurrah, Al-Sufi, Ibnu Balkhi, Al-Biruni, Al-Zarqali, Al-Birjandi, serta astronom-astronom dari observatorium-observatorium di Maragha dan Samarkand. Melalui era inilah nama-nama bintang yang berdasarkan bahasa Arab diperkenalkan.[24][25] Reruntuhan-reruntuhan di Zimbabwe Raya dan Timbuktu[26] juga kemungkinan sempat memiliki bangunan-bangunan observatorium[27] melemahkan keyakinan sebelumnya bahwa tidak ada pengamatan astronomis di daerah sub-Sahara sebelum era kolonial.[28][29][30][31]

Revolusi ilmiah

Sketsa Bulan oleh Galileo. Melalui pengamatan, diketahui bahwa permukaan Bulan berbukit-bukit.

Pada Zaman Renaisans, Copernicus menyusun model Tata Surya heliosentris, model yang kemudian dibela dari kontroversi, dikembangkan, dan dikoreksi oleh Galileo dan Kepler. Galileo berinovasi dengan teleskop guna mempertajam pengamatan astronomis, sedang Kepler berhasil menjadi ilmuwan pertama yang menyusun secara tepat dan mendetail pergerakan planet-planet dengan Matahari sebagai pusatnya.[32]

Meski demikian, ia gagal memformulasikan teori untuk menjelaskan hukum-hukum yang ia tuliskan, sampai akhirnya Newton (yang juga menemukan teleskop reflektor untuk pengamatan langit) menjelaskannya melalui dinamika angkasa dan hukum gravitasi.[32][33]

Seiring dengan semakin baiknya ukuran dan kualitas teleskop, semakin banyak pula penemuan-penemuan lebih lanjut yang terjadi. Melalui teknologi ini, de Lacaille berhasil mengembangkan katalog-katalog bintang yang lebih lengkap; usaha serupa juga dilakukan oleh astronom Jerman-Inggris William Herschel dengan memproduksi katalog-katalog nebula dan gugusan.

Pada tahun 1781 ia menemukan planet Uranus, planet pertama yang ditemui di luar planet-planet klasik.[34] Pengukuran jarak menuju sebuah bintang pertama kali dipublikasikan pada 1838 oleh Bessel, yang pada saat itu melakukannya melalui pengukuran paralaks dari 61 Cygni.[35]

Abad ke-18 sampai abad ke-19 pertama diwarnai oleh penelitian atas masalah tiga benda oleh Euler, Clairaut, dan D'Alembert; penelitian yang menghasilkan metode prediksi yang lebih tepat untuk pergerakan Bulan dan planet-planet. Pekerjaan ini dipertajam oleh Lagrange dan Laplace, sehingga memungkinkan ilmuwan untuk memperkirakan massa planet dan satelit lewat perturbasi/usikannya.[36]

Penemuan spektroskop dan fotografi kemudian mendorong kemajuan penelitian lagi: pada 1814-1815, Fraunhoffer menemukan lebih kurang 600 pita spektrum pada Matahari, dan pada 1859 Kirchhoff akhirnya bisa menjelaskan fenomena ini dengan mengatribusikannya pada keberadaan unsur-unsur. Pada masa ini bintang-bintang dikonfirmasikan sebagai Matahari-matahari lain yang lebih jauh letaknya, namun dengan perbedaan-perbedaan pada suhu, massa, dan ukuran.[24]

Baru pada abad ke-20 Galaksi Bima Sakti (di mana Bumi dan Matahari berada) bisa dibuktikan sebagai kelompok bintang yang terpisah dari kelompok-kelompok bintang lainnya. Dari pengamatan-pengamatan yang sama disimpulkan pula bahwa ada galaksi-galaksi lain di luar Bima Sakti dan bahwa alam semesta terus mengembang, sebab galaksi-galaksi tersebut terus menjauh dari galaksi kita.[37] Astronomi modern juga menemukan dan berusaha menjelaskan benda-benda langit yang asing seperti kuasar, pulsar, blazar, galaksi radio, lubang hitam, dan bintang neutron. Kosmologi fisik maju dengan pesat sepanjang abad ini: model Dentuman Besar (Big Bang) misalnya, telah didukung oleh bukti-bukti astronomis dan fisika yang kuat (antara lain radiasi CMB, hukum Hubble, dan ketersediaan kosmologis unsur-unsur).

Astronomi observasional

Seperti diketahui, astronomi memerlukan informasi tentang benda-benda langit, dan sumber informasi yang paling utama sejauh ini adalah radiasi elektromagnetik, atau lebih spesifiknya, cahaya tampak.[38] Astronomi observasional bisa dibagi lagi menurut daerah-daerah spektrum elektromagnetik yang diamati: sebagian dari spektrum tersebut bisa diteliti melalui permukaan Bumi, sementara bagian lain hanya bisa dijangkau dari ketinggian tertentu atau bahkan hanya dari ruang angkasa. Keterangan lebih lengkap tentang pembagian-pembagian ini bisa dilihat di bawah:

Astronomi radio

Observatorium Very Large Array (VLA) di New Mexico, AS: contoh teleskop radio

Astronomi observasional jenis ini mengamati radiasi dengan panjang gelombang yang lebih dari satu milimeter (perkiraan).[39] Berbeda dengan jenis-jenis lainnya, astronomi observasional tipe radio mengamati gelombang-gelombang yang bisa diperlakukan selayaknya gelombang, bukan foton-foton yang diskrit. Dengan demikian pengukuran fase dan amplitudonya relatif lebih gampang apabila dibandingkan dengan gelombang yang lebih pendek.[39]

Gelombang radio bisa dihasilkan oleh benda-benda astronomis melalui pancaran termal, namun sebagian besar pancaran radio yang diamati dari Bumi adalah berupa radiasi sinkrotron, yang diproduksi ketika elektron-elektron berkisar di sekeliling medan magnet.[39] Sejumlah garis spektrum yang dihasilkan dari gas antarbintang (misalnya garis spektrum hidrogen pada 21 cm) juga dapat diamati pada panjang gelombang radio.[10][39]

Beberapa contoh benda-benda yang bisa diamati oleh astronomi radio: supernova, gas antarbintang, pulsar, dan inti galaksi aktif (AGN - active galactive nucleus).[10][39]

Galaksi Pusaran dilihat dari gelombang panjang Inframerah

Astronomi inframerah

Astronomi inframerah melibatkan pendeteksian beserta analisis atas radiasi inframerah (radiasi di mana panjang gelombangnya melebihi cahaya merah). Sebagian besar radiasi jenis ini diserap oleh atmosfer Bumi, kecuali yang panjang gelombangnya tidak berbeda terlampau jauh dengan cahaya merah yang tampak. Oleh sebab itu, observatorium yang hendak mengamati radiasi inframerah harus dibangun di tempat-tempat yang tinggi dan tidak lembap, atau malah di ruang angkasa.

Spektrum ini bermanfaat untuk mengamati benda-benda yang terlalu dingin untuk memancarkan cahaya tampak, misalnya planet-planet atau cakram-cakram pengitar bintang. Apabila radiasinya memiliki gelombang yang cenderung lebih panjang, ia dapat pula membantu para astronom mengamati bintang-bintang muda pada awan-awan molekul dan inti-inti galaksi — sebab radiasi seperti itu mampu menembus debu-debu yang menutupi dan mengaburkan pengamatan astronomis.[40] Astronomi inframerah juga bisa dimanfaatkan untuk mempelajari struktur kimia benda-benda angkasa, karena beberapa molekul memiliki pancaran yang kuat pada panjang gelombang ini. Salah satu kegunaannya yaitu mendeteksi keberadaan air pada komet-komet.[41]

Teleskop Subaru (kiri) dan Observatorium Keck (tengah) di Mauna Kea, keduanya contoh observatorium yang bisa mengamati baik cahaya tampak atau cahaya hampir-inframerah. Di kanan adalah Fasilitas Teleskop Inframerah NASA, yang hanya beroperasi pada panjang gelombang hampir-inframerah.

Astronomi optikal

Dikenal juga sebagai astronomi cahaya tampak, astronomi optikal mengamati radiasi elektromagnetik yang tampak oleh mata telanjang manusia. Oleh sebab itu, ini merupakan cabang yang paling tua, karena tidak memerlukan peralatan.[42] Mulai dari penghujung abad ke-19 sampai kira-kira seabad setelahnya, citra-citra astronomi optikal memakai teknik fotografis, namun sebelum itu mereka harus digambar menggunakan tangan. Dewasa ini detektor-detektor digitallah yang dipergunakan, terutama yang memakai CCD (charge-coupled devices, peranti tergandeng-muatan).

Cahaya tampak sebagaimana diketahui memiliki panjang dari 4.000 Å sampai 7.000 Å (400-700 nm).[42] Namun, alat-alat pengamatan yang dipakai untuk mengamati panjang gelombang demikian dipakai pula untuk mengamati gelombang hampir-ultraungu dan hampir-inframerah.

Citra Ultraungu dari Galaksi Triangulum oleh GALEX

Astronomi ultraungu

Ultraungu yaitu radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang lebih kurang 100 sampai 3.200 Å (10-320 nm).[39] Cahaya dengan panjang seperti ini diserap oleh atmosfer Bumi, sehingga untuk mengamatinya harus dilakukan dari lapisan atmosfer bagian atas, atau dari luar atmosfer (ruang angkasa). Astronomi jenis ini cocok untuk mempelajari radiasi termal dan garis-garis spektrum pancaran dari bintang-bintang biru yang bersuhu sangat tinggi (klasifikasi OB), sebab bintang-bintang seperti itu sangat cemerlang radiasi ultraungunya — penelitian seperti ini sering dilakukan dan mencakup bintang-bintang yang berada di galaksi-galaksi lain. Selain bintang-bintang OB, benda-benda langit yang kerap diamati melalui astronomi cabang ini antara lain nebula-nebula planeter, sisa-sisa supernova, atau inti-inti galaksi aktif. Diperlukan penyetelan yang berbeda untuk keperluan seperti demikian sebab cahayanya mudah tertelan oleh debu-debu antarbintang.[39]

Lubang hitam dapat dideteksi melalui sinar-X yang dipancarkan olehnya. Ini adalah citra dari Cygnus X-1 oleh Observatorium Chandra

Astronomi sinar-X

Benda-benda bisa memancarkan cahaya berpanjang gelombang sinar-X melalui pancaran sinkrotron (pancaran yang berasal dari elektron-elektron yang berkisar di sekeliling medan magnet) atau melalui pancaran termal gas pekat dan gas encer pada 107 K.[39] Sinar-X juga diserap oleh atmosfer, sehingga pengamatan harus dilakukan dari atas balon, roket, atau satelit penelitian. Sumber-sumber sinar-X antara lain bintang biner sinar-X (X-ray binary), pulsar, sisa-sisa supernova, galaksi elips, gugus galaksi, serta Inti galaksi aktif (AGN / Active Galactic Nucleus.[39]

Compton Gamma Ray Observatory merupakan salah satu observatorium berbasis angkasa yang berpanjang gelombang sinar Gamma

Astronomi sinar-gamma

Astronomi sinar-gamma mempelajari benda-benda astronomi pada panjang gelombang paling pendek (sinar-gamma). Sinar-gamma bisa diamati secara langsung melalui satelit-satelit seperti Compton Gamma Ray Observatory (CGRO), atau dengan jenis teleskop khusus yang disebut Teleskop Cherenkov (IACT).[39] Teleskop jenis itu sebetulnya tidak mendeteksi sinar-gamma, tetapi mampu mendeteksi percikan cahaya tampak yang dihasilkan dari proses penyerapan sinar-gamma oleh atmosfer.[43]

Kebanyakan sumber sinar-gamma hanyalah berupa ledakan sinar-gamma, yang hanya menghasilkan sinar tersebut dalam hitungan milisekon sampai beberapa puluh detik saja. Sumber yang permanen dan tidak sementara hanya sekitar 10% dari total jumlah sumber, misalnya sinar-gamma dari pulsar, bintang neutron, atau inti galaksi aktif dan kandidat-kandidat lubang hitam.[39]

Cabang-cabang yang tidak berdasarkan panjang gelombang

Sejumlah fenomena jarak jauh lain yang berbentuk selain radiasi elektromagnetik dapat diamati dari Bumi. Ada cabang bernama astronomi neutrino, di mana para astronom menggunakan fasilitas-fasilitas bawah tanah (misalnya SAGE, GALLEX, atau Kamioka II/III) untuk mendeteksi neutrino, sebentuk partikel dasar yang jamaknya berasal dari Matahari atau ledakan-ledakan supernova.[39] Ketika sinar-sinar kosmik memasuki atmosfer Bumi, partikel-partikel berenergi tinggi yang menyusunnya akan meluruh atau terserap, dan partikel-partikel hasil peluruhan ini bisa dideteksi di observatorium.[44] Pada masa yang akan datang, diharapkan akan ada detektor neutrino yang peka terhadap partikel-partikel yang lahir dari benturan sinar-sinar kosmik dan atmosfer.[39]

Terdapat pula cabang baru yang menggunakan detektor-detektor gelombang gravitasional untuk mengumpulkan data tentang benda-benda rapat: astronomi gelombang gravitasional. Observatorium-observatorium untuk bidang ini sudah mulai dibangun, contohnya observatorium LIGO di Louisiana, AS. Tetapi astronomi seperti ini sulit, sebab gelombang gravitasional amat sukar untuk dideteksi.[45]

Ahli-ahli astronomi planet juga banyak yang mengamati fenomena-fenomena angkasa secara langsung, yaitu melalui wahana-wahana antariksa serta misi-misi pengumpulan sampel. Beberapa hanya bekerja dengan sensor jarak jauh untuk mengumpulkan data, tetapi beberapa lainnya melibatkan pendaratan —dengan kendaraan antariksa yang mampu bereksperimen di atas permukaan. Metode-metode lain misalnya detektor material terbenam atau melakukan eksperimen langsung terhadap sampel yang dibawa ke Bumi sebelumnya.

Astrometri dan mekanika benda langit

Salah satu tujuan dari Astrometri adalah mengukur gerakan bintang dan planet

Pengukuran letak benda-benda langit, seperti disebutkan, adalah salah satu cabang astronomi (dan bahkan sains) yang paling tua. Kegiatan-kegiatan seperti pelayaran atau penyusunan kalender memang sangat membutuhkan pengetahuan yang akurat mengenai letak Matahari, Bulan, planet-planet, serta bintang-bintang di langit.

Dari proses pengukuran seperti ini dihasilkan pemahaman yang baik sekali tentang usikan gravitasi dan pada akhirnya astronom-astronom dapat menentukan letak benda-benda langit dengan tepat pada masa lalu dan masa depan — cabang astronomi yang mendalami bidang ini dikenal sebagai mekanika benda langit. Dewasa ini penjejakan atas benda-benda yang dekat dengan Bumi juga memungkinkan prediksi-prediksi akan pertemuan dekat, atau bahkan benturan.[46]

Kemudian terdapat pengukuran paralaks bintang. Pengukuran ini sangat penting karena memberi nilai basis dalam metode tangga jarak kosmik; melalui metode ini ukuran dan skala alam semesta bisa diketahui. Pengukuran paralaks bintang yang relatif lebih dekat juga bisa dipakai sebagai basis absolut untuk ciri-ciri bintang yang lebih jauh, sebab ciri-ciri di antara mereka dapat dibandingkan. Kinematika mereka lalu bisa kita susun lewat pengukuran kecepatan radial serta gerak diri masing-masing. Hasil-hasil astrometri dapat pula dimanfaatkan untuk pengukuran materi gelap di dalam galaksi.[47]

Selama dekade 1990-an, teknik pengukuran goyangan bintang dalam astrometri digunakan untuk mendeteksi keberadaan planet-planet ekstrasurya yang mengelilingi bintang-bintang di dekat Matahari.[48]

Astronomi teoretis

Terdapat banyak jenis-jenis metode dan peralatan yang bisa dimanfaatkan oleh seorang astronom teoretis, antara lain model-model analitik (misalnya politrop untuk memperkirakan perilaku sebuah bintang) dan simulasi-simulasi numerik komputasional; masing-masing dengan keunggulannya sendiri. Model-model analitik umumnya lebih baik apabila peneliti hendak mengetahui pokok-pokok persoalan dan mengamati apa yang terjadi secara garis besar; model-model numerik bisa mengungkap keberadaan fenomena-fenomena serta efek-efek yang tidak mudah terlihat.[49][50]

Para teoris berupaya untuk membuat model-model teoretis dan menyimpulkan akibat-akibat yang dapat diamati dari model-model tersebut. Ini akan membantu para pengamat untuk mengetahui data apa yang harus dicari untuk membantah suatu model, atau memutuskan mana yang benar dari model-model alternatif yang bertentangan. Para teoris juga akan mencoba menyusun model baru atau memperbaiki model yang sudah ada apabila ada data-data baru yang masuk. Apabila terjadi pertentangan/inkonsistensi, kecenderungannya adalah untuk membuat modifikasi minimal pada model yang bersangkutan untuk mengakomodir data yang sudah didapat. Kalau pertentangannya terlalu banyak, modelnya bisa dibuang dan tidak digunakan lagi.

Topik-topik yang dipelajari oleh astronom-astronom teoretis antara lain: dinamika dan evolusi bintang-bintang; formasi galaksi; struktur skala besar materi di alam semesta; asal usul sinar kosmik; relativitas umum; dan kosmologi fisik (termasuk kosmologi dawai dan fisika astropartikel). Relativitas astrofisika dipakai untuk mengukur ciri-ciri struktur skala besar, di mana ada peran yang besar dari gaya gravitasi; juga sebagai dasar dari fisika lubang hitam dan penelitian gelombang gravitasional.

Beberapa model/teori yang sudah diterima dan dipelajari luas yaitu teori Dentuman Besar, inflasi kosmik, materi gelap, dan teori-teori fisika fundamental. Kelompok model dan teori ini sudah diintegrasikan dalam model Lambda-CDM.

Beberapa contoh proses:

Proses fisik Alat eksperimen Model teoretis Yang dijelaskan/diprediksi
Gravitasi Teleskop radio Efek Nordtvedt (sistem gravitasi yang mandiri) Lahirnya sebuah tata bintang
Fusi nuklir Spektroskopi Evolusi bintang Bagaimana bintang berpijar; bagaimana logam terbentuk (nukleosintesis).
Dentuman Besar (Big Bang) Teleskop luar angkasa Hubble, COBE Alam semesta yang mengembang Usia alam semesta
Fluktuasi kuantum Inflasi kosmik Masalah kerataan alam semesta (flatness problem)
Keruntuhan gravitasi Astronomi sinar-X Relativitas umum Sekumpulan lubang hitam di pusat Galaksi Andromeda.
Siklus CNO pada bintang-bintang

Wacana yang tengah hangat dalam astronomi pada beberapa tahun terakhir adalah materi gelap dan energi gelap — penemuan dan kontroversi mengenai topik-topik ini bermula dari penelitian atas galaksi-galaksi.[51]

Cabang-cabang spesifik

Citra ultraviolet dari fotosfer aktif Matahari, hasil tangkapan teleskop TRACE oleh NASA.

Astronomi surya

Matahari adalah bintang yang terdekat dari Bumi pada sekitar 8 menit cahaya, dan yang paling sering diteliti; ia merupakan bintang katai pada deret utama dengan klasifikasi G2 V dan usia sekitar 4,6 miliar tahun. Walau tidak sampai tingkat bintang variabel, Matahari mengalami sedikit perubahan cahaya melalui aktivitas yang dikenal sebagai siklus bintik Matahari — fluktuasi pada angka bintik-bintik Matahari selama sebelas tahun. Bintik Matahari ialah daerah dengan suhu yang lebih rendah dan aktivitas magnetis yang hebat.[52]

Luminositas Matahari terus bertambah kuat secara tetap sepanjang hidupnya, dan sejak pertama kali menjadi bintang deret utama sudah bertambah sebanyak 40%. Matahari juga telah tercatat melakukan perubahan periodik dalam luminositas, sesuatu yang bisa menyebabkan akibat-akibat yang signifikan atas kehidupan di atas Bumi.[53] Misalnya periode minimum Maunder, yang sampai menyebabkan fenomena zaman es kecil pada Abad Pertengahan.[54]

Permukaan luar Matahari yang bisa kita lihat disebut fotosfer. Di atasnya ada lapisan tipis yang biasanya tidak terlihat karena terangnya fotosfer, yaitu kromosfer. Di atasnya lagi ada lapisan transisi di mana suhu bisa naik secara cepat, dan di atasnya terdapatlah korona yang sangat panas.

Di tengah-tengah Matahari ialah daerah inti; ada tingkat suhu dan tekanan yang cukup di sini sehingga fusi nuklir dapat terjadi. Di atasnya terdapat zona radiatif; di sini plasma akan menghantarkan panas melalui proses radiasi. Di atas zona radiatif adalah zona konvektif; materi gas di zona ini akan menghantarkan energi sebagian besar lewat pergerakan materi gas itu sendiri. Zona inilah yang dipercaya sebagai sumber aktivitas magnetis penghasil bintik-bintik Matahari.[52]

Terdapat angin surya berupa partikel-partikel plasma yang bertiup keluar dari Matahari secara terus-menerus sampai mencapai titik heliopause. Angin ini bertemu dengan magnetosfer Bumi dan membentuk sabuk-sabuk radiasi Van Allen dan — di mana garis-garis medan magnet Bumi turun menujur atmosfer — menghasilkan aurora.[55]

Ilmu keplanetan

Cabang astronomi ini meneliti susunan planet, bulan, planet katai, komet, asteroid, serta benda-benda langit lain yang mengelilingi bintang, terutama Matahari, walau ilmu ini meliputi juga planet-planet ekstrasurya. Tata Surya kita sendiri sudah dipelajari secara mendalam — pertama-tama melalui teleskop dan kemudian menggunakan wahana-wahana antariksa — sehingga pemahaman sekarang mengenai formasi dan evolusi sistem keplanetan ini sudah sangat baik, walaupun masih ada penemuan-penemuan baru yang terjadi.[56]

Titik hitam di atas ialah sebuah setan debu (dust devil) yang tengah memanjat suatu kawah di Mars. Ini serupa dengan tornado yang berpilin dan berpindah-pindah, menghasilkan "ekor" yang panjang dan gelap. Citra oleh NASA.

Tata Surya dibagi menjadi beberapa kelompok: planet-planet bagian dalam, sabuk asteroid, dan planet-planet bagian luar. Planet-planet bagian dalam adalah planet-planet bersifat kebumian yaitu Merkurius, Venus, Bumi dan Mars. Planet-planet bagian luar adalah raksasa-raksasa gas Tata Surya yaitu Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.[57] Apabila kita pergi lebih jauh lagi, maka akan ditemukan benda-benda trans-Neptunus: pertama sabuk Kuiper dan akhirnya awan Oort yang bisa membentang sampai satu tahun cahaya.

Terbentuknya planet-planet bermula pada sebuah cakram protoplanet yang mengitari Matahari pada periode-periode awalnya. Dari cakram ini terwujudlah gumpalan-gumpalan materi melalui proses yang melibatkan tarikan gravitasi, benturan, dan akresi; gumpalan-gumpalan ini kemudian lama-kelamaan menjadi kumpulan protoplanet.

Karena tekanan radiasi dari angin surya terus mendorong materi-materi yang belum menggumpal, hanya planet-planet yang massanya cukup besar yang mampu mempertahankan atmosfer berbentuk gas. Planet-planet muda ini terus menyapu dan memuntahkan materi-materi yang tersisa, menghasilkan sebuah periode penghancuran yang hebat. Sisa-sisa periode ini bisa dilihat melalui banyaknya kawah-kawah tabrakan di permukaan Bulan. Adapun dalam jangka waktu ini sebagian dari protoplanet-protoplanet yang ada mungkin bertabrakan satu sama lain; kemungkinan besar tabrakan seperti itulah yang melahirkan Bulan kita.[58]

Ketika suatu planet mencapai massa tertentu, materi-materi dengan massa jenis yang berlainan mulai saling memisahkan diri dalam proses yang disebut diferensiasi planet. Proses demikian bisa menghasilkan inti yang berbatu-batu atau terdiri dari materi-materi logam, diliputi oleh lapisan mantel dan lalu permukaan luar. Inti planet ini bisa terbagi menjadi daerah-daerah yang padat dan cair, dan beberapa mampu menghasilkan medan magnet mereka sendiri, sehingga planet dapat terlindungi dari angin surya.[59]

Panas di bagian dalam sebuah planet atau bulan datang dari benturan yang dihasilkan sendiri oleh planet/bulan tersebut, atau oleh materi-materi radioaktif (misalnya uranium, torium, atau 26Al), atau pemanasan pasang surut. Beberapa planet dan bulan berhasil mengumpulkan cukup panas untuk menjalankan proses-proses geologis seperti vulkanisme dan aktivitas-aktivitas tektonik. Apabila planet/bulan tersebut juga memiliki atmosfer, maka erosi pada permukaan (melalui angin atau air) juga dapat terjadi. Planet/bulan yang lebih kecil dan tanpa pemanasan pasang surut akan menjadi dingin lebih cepat dan kegiatan-kegiatan geologisnya akan berakhir, terkecuali pembentukan kawah-kawah tabrakan.[60]

Astronomi bintang

Gas yang dimuntahkan oleh bintang yang sekarat dalam nebula planeter akan memiliki bentuk yang relatif teratur.

Untuk memahami alam semesta, penelitian atas bintang-bintang dan bagaimana mereka berevolusi sangatlah fundamental. Astrofisika yang berkenaan dengan bintang sendiri bisa diketahui baik lewat segi pengamatan maupun segi teoretis, serta juga melalui simulasi komputer.[61]

Bintang terbentuk pada awan-awan molekul raksasa, yaitu daerah-daerah yang padat akan debu dan gas. Ketika kehilangan kestabilannya, serpihan-serpihan dari awan-awan ini bisa runtuh di bawah gaya gravitasi dan membentuk protobintang. Apabila bagian intinya mencapai kepadatan dan suhu tertentu, fusi nuklir akan dipicu dan akan terbentuklah sebuah bintang deret utama.[62]

Nyaris semua unsur yang lebih berat dari hidrogen dan helium merupakan hasil dari proses yang terjadi di dalam inti bintang-bintang.[61]

Ciri-ciri yang akan dimiliki oleh suatu bintang secara garis besar ditentukan oleh massa awalnya: semakin besar massanya, maka semakin tinggi pula luminositasnya, dan semakin cepat pula ia akan menghabiskan bahan bakar hidrogen pada inti. Lambat laun, bahan bakar hidrogen ini akan diubah menjadi helium, dan bintang yang bersangkutan akan mulai berevolusi. Untuk melakukan fusi helium, diperlukan suhu inti yang lebih tinggi, oleh sebab itu intinya akan semakin padat dan ukuran bintang pun berlipat ganda — bintang ini telah menjadi sebuah raksasa merah. Fase raksasa merah ini relatif singkat, sampai bahan bakar heliumnya juga sudah habis terpakai. Kalau bintang tersebut memiliki massa yang sangat besar, maka akan dimulai fase-fase evolusi di mana ia semakin mengecil secara bertahap, sebab terpaksa melakukan fusi nuklir terhadap unsur-unsur yang lebih berat.[63]

Adapun nasib akhir sebuah bintang bergantung pula pada massa. Jika massanya lebih dari sekitar delapan kali lipat Matahari kita, maka gravitasi intinya akan runtuh dan menghasilkan sebuah supernova;[64] jika tidak, akan menjadi nebula planet, dan terus berevolusi menjadi sebuah katai putih.[65] Yang tersisa setelah supernova meletus adalah sebuah bintang neutron yang sangat padat, atau, apabila materi sisanya mencapai tiga kali lipat massa Matahari, lubang hitam.[66] Bintang-bintang biner yang saling berdekatan evolusinya bisa lebih rumit lagi, misalnya, bisa terjadi pemindahan massa ke arah bintang rekannya yang dapat menyebabkan supernova.[67]

Nebula-nebula planet dan supernova-supernova diperlukan untuk proses distribusi logam di medium antarbintang; kalau tidak demikian, seluruh bintang-bintang baru (dan juga sistem-sistem planet mereka) hanya akan tersusun dari hidrogen dan helium saja.[68]

Astronomi galaksi

Struktur lengan-lengan spiral Bima Sakti yang sudah teramati.

Tata Surya kita beredar di dalam Bima Sakti, sebuah galaksi spiral berpalang di Grup Lokal. Ia merupakan salah satu yang paling menonjol di kumpulan galaksi tersebut. Bima Sakti merotasi materi-materi gas, debu, bintang, dan benda-benda lain, semuanya berkumpul akibat tarikan gaya gravitasi bersama. Bumi sendiri terletak pada sebuah lengan galaksi berdebu yang ada di bagian luar, sehingga banyak daerah-daerah Bima Sakti yang tidak terlihat.

Pada pusat galaksi ialah bagian inti, semacam tonjolan berbentuk seperti batang; diyakini bahwa terdapat sebuah lubang hitam supermasif di bagian pusat ini. Bagian ini dikelilingi oleh empat lengan utama yang melingkar dari tengah menuju arah luar, dan isinya kaya akan fenomena-fenomena pembentukan bintang, sehingga memuat banyak bintang-bintang muda (metalisitas populasi I). Cakram ini lalu diliputi oleh cincin galaksi yang berisi bintang-bintang yang lebih tua (metalisitas populasi II) dan juga gugusan-gugusan bintang berbentuk bola (globular), yaitu semacam kumpulan-kumpulan bintang yang relatif lebih padat.[69]

Daerah di antara bintang-bintang disebut medium antarbintang, yaitu daerah dengan kandungan materi yang jarang — bagian-bagiannya yang relatif terpadat adalah awan-awan molekul berisi hidrogen dan unsur lainnya, tempat di mana banyak bintang baru akan lahir. Awalnya akan terbentuk sebuah inti pra-bintang atau nebula gelap yang merapat dan kemudian runtuh (dalam volume yang ditentukan oleh panjang Jeans) untuk membangun protobintang.[62]

Ketika sudah banyak bintang besar yang muncul, mereka akan mengubah awan molekul menjadi awan daerah H II, yaitu awan dengan gas berpijar dan plasma. Pada akhirnya angin serta ledakan supernova yang berasal dari bintang-bintang ini akan memencarkan awan yang tersisa, biasanya menghasilkan sebuah (atau lebih dari satu) gugusan bintang terbuka yang baru. Gugusan-gugusan ini lambat laun berpendar, dan bintang-bintangnya bergabung dengan Bima Sakti.[70]

Sejumlah penelitian kinematika berkenaan dengan materi-materi di Bima Sakti (dan galaksi lainnya) menunjukkan bahwa materi-materi yang tampak massanya kurang dari massa seluruh galaksi. Ini menandakan terdapat apa yang disebut materi gelap yang bertanggung jawab atas sebagian besar massa keseluruhan, tetapi banyak hal yang belum diketahui mengenai materi misterius ini.[71]

Astronomi ekstragalaksi

Citra di atas menampilkan gugus galaksi dengan lensa gravitasional yang berdiameter sangat besar, yaitu 2 juta tahun cahaya; ini adalah gambar dari gugus galaksi Abell 1689. Efek lensa itu dihasilkan medan gravitasi gugusan dan membelokkan cahaya sehingga gambar salah satu benda yang lebih jauh diperbesar dan terdistorsi.

Penelitian benda-benda yang berada di luar galaksi kita — astronomi ekstragalaksi — merupakan cabang yang mempelajari formasi dan evolusi galaksi-galaksi, morfologi dan klasifikasi mereka, serta pengamatan atas galaksi-galaksi aktif beserta grup-grup dan gugusan-gugusan galaksi. Ini, terutama yang disebutkan belakangan, penting untuk memahami struktur alam semesta dalam skala besar.

Kebanyakan galaksi akan membentuk wujud-wujud tertentu, sehingga pengklasifikasiannya bisa disusun berdasarkan wujud-wujud tersebut. Biasanya, mereka dibagi-bagi menjadi galaksi-galaksi spiral, elips, dan tak beraturan.[72]

Persis seperti namanya, galaksi elips berbentuk seperti elips. Bintang-bintang berputar pata garis edarnya secara acak tanpa menuju arah yang jelas. Galaksi-galaksi seperti ini kandungan debu antarbintangnya sangat sedikit atau malah tidak ada; daerah penghasil bintangnya tidak banyak; dan rata-rata penghuninya bintang-bintang yang sudah tua. Biasanya galaksi elips ditemukan pada bagian inti gugusan galaksi, dan bisa terlahir melalui peleburan galaksi-galaksi besar.

Galaksi spiral membentuk cakram gepeng yang berotasi, biasanya dengan tonjolan atau batangan pada bagian tengah dan lengan-lengan spiral cemerlang yang timbul dari bagian tersebut. Lengan-lengan ini ialah lapangan berdebu tempat lahirnya bintang-bintang baru, dan penghuninya adalah bintang-bintang muda yang bermassa besar dan berpijar biru. Umumnya, galaksi spiral akan dikelilingi oleh cincin yang tersusun atas bintang-bintang yang lebih tua. Contoh galaksi semacam ini adalah Bima Sakti dan Andromeda.

Galaksi-galaksi tak beraturan bentuknya kacau dan tidak menyerupai bangun tertentu seperti spiral atau elips. Kira-kira seperempat dari galaksi-galaksi tergolong tak beraturan, barangkali disebabkan oleh interaksi gravitasi.

Sebuah galaksi dikatakan aktif apabila memancarkan jumlah energi yang signifikan dari sumber selain bintang-bintang, debu, atau gas; juga, apabila sumber tenaganya berasal dari daerah padat di sekitar inti — kemungkinan sebuah lubang hitam supermasif yang memancarkan radiasi benda-benda yang ia telan.

Apabila sebuah galaksi aktif memiliki radiasi spektrum radio yang sangat terang serta memancarkan jalaran gas dalam jumlah besar, maka galaksi tersebut tergolong galaksi radio. Contoh galaksi seperti ini adalah galaksi-galaksi Seyfert, kuasar, dan blazar. Kuasar sekarang diyakini sebagai benda yang paling dapat dipastikan sangat cemerlang; tidak pernah ditemukan spesimen yang redup.[73]

Struktur skala besar dari alam semesta sekarang digambarkan sebagai kumpulan dari grup-grup dan gugusan-gugusan galaksi. Struktur ini diklasifikasi lagi dalam sebuah hierarki pengelompokan; yang terbesar adalah maha-gugusan (supercluster). Kemudian kelompok-kelompok ini disusun menjadi filamen-filamen dan dinding-dinding galaksi, dengan kehampaan di antara mereka.[74]

Kosmologi

Kosmologi, berasal dari bahasa Yunani kosmos (κόσμος, "dunia") dan akhiran -logia dari logos (λόγος, "pembelajaran") dapat dipahami sebagai upaya meneliti alam semesta secara keseluruhan.

Pengamatan atas struktur skala besar alam semesta, yaitu cabang yang dikenal sebagai kosmologi fisik, telah menyumbangkan pemahaman yang mendalam tentang formasi dan evolusi jagat raya. Salah satu teori yang paling penting (dan sudah diterima luas) adalah teori Dentuman Besar, yang menyatakan bahwa dunia bermula pada satu titik dan mengembang selama 13,7 miliar tahun sampai ke masa sekarang.[75] Gagasan ini bisa dilacak kembali pada penemuan radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis pada tahun 1965.[75]

Selama proses pengembangan ini, alam telah mengalami beberapa tingkat evolusi. Pada awalnya, diduga bahwa terdapat inflasi kosmik yang sangat cepat, mengakibatkan homogenisasi pada kondisi-kondisi awal. Setelah itu melalui nukleosintesis dihasilkan ketersediaan unsur-unsur untuk periode awal alam semesta.[75] (Lihat juga nukleokosmokronologi.)

Ketika atom-atom pertama bermunculan, antariksa menjadi transparan terhadap radiasi, melepaskan energi yang sekarang dikenal sebagai radiasi CMB. Alam semesta yang tengah mengembang pun memasuki Zaman Kegelapan, sebab tidak ada sumber daya bintang yang bisa memancarkan cahaya.[76]

Susunan materi yang hierarkis mulai terbentuk lewat variasi-variasi kecil pada massa jenis. Materi lalu terhimpun pada daerah-daerah dengan massa jenis yang paling tinggi, melahirkan awan-awan gas dan bintang-bintang yang paling purba (metalisitas III). Bintang-bintang besar ini memicu proses reionisasi dan dipercaya telah menciptakan banyak unsur-unsur berat pada alam semesta dini; unsur-unsur ini cenderung meluruh kembali menjadi unsur-unsur yang lebih ringan, memperpanjang siklus.[77]

Pengumpulan yang dipicu oleh gravitasi mengakibatkan materi membentuk filamen-filamen dan menyisakan ruang-ruang hampa di antaranya. Lambat laun, gas dan debu melebur dan membentuk galaksi-galaksi primitif. Lama-kelamaan semakin banyak materi yang ditarik, dan tersusun menjadi grup dan gugusan galaksi. Pada akhirnya, maha-gugusan yang lebih besar pun terwujud.[78]

Benda-benda lain yang memegang peranan penting dalam struktur alam semesta adalah materi gelap dan energi gelap. Benda-benda inilah yang ternyata merupakan komponen utama dunia kita, di mana massa mereka mencapai 96% dari massa keseluruhan alam semesta. Oleh sebab itu, upaya-upaya terus dibuat untuk meneliti dan memahami segi fisika benda-benda ini.[79]

Penelitian-penelitian interdisipliner

Astronomi dan astrofisika telah mengambangkan hubungan yang kuat dengan cabang-cabang ilmu pengetahuan lainnya. Misalnya arkeoastronomi, yang mempelajari astronomi kuno atau tradisional dalam konteks budaya masing-masing mempergunakan bukti-bukti arkeologis dan antropologis. Atau astrobiologi, kali ini mempelajari kelahiran dan perkembangan sistem-sistem biologis di alam semesta; terutama sekali pada topik kehidupan di planet lain.

Ada juga cabang yang meneliti zat-zat kimia yang ditemukan di luar angkasa; bagaimana mereka terwujud, berperilaku, dan terhancurkan. Ini dinamakan astrokimia. Zat-zat yang hendak dipelajari biasanya ditemukan pada awan molekul, walau ada juga yang terdapat di bintang bersuhu rendah, katai coklat, atau planet. Lalu kosmokimia, ilmu serupa yang lebih mengarah ke penelitian unsur-unsur dan variasi-variasi rasio isotop pada Tata Surya. Ilmu-ilmu ini bisa menggambarkan persinggungan dari ilmu-ilmu astronomi dan kimia. Bahkan sekarang ada astronomi forensik, di mana metode-metode astronomi dipakai untuk memecahkan masalah-masalah hukum dan sejarah.

Astronomi amatir

Astronom amatir bisa membangun peralatan mereka sendiri dan menyelenggarakan pesta-pesta dan pertemuan astronomi, contohnya komunitas Stellafane.

Sebagaimana disebutkan, astronomi ialah salah satu dari sedikit cabang ilmu di mana tenaga amatir dapat berkontribusi banyak.[80] Secara keseluruhan, astronom-astronom amatir mengamati berbagai benda dan fenomena angkasa, terkadang bahkan dengan peralatan yang mereka buat sendiri. Yang jamak diamati yaitu Bulan, planet, bintang, komet, hujan meteor, dan benda-benda langit dalam seperti gugusan bintang, galaksi, dan nebula. Salah satu cabang astronomi amatir adalah astrofotografi amatir, yang melibatkan mengambilan foto-foto langit malam. Banyak yang memilih menjadi astrofotografer yang berspesialis dalam objek atau peristiwa tertentu.[81][82]

Kebanyakan astronom amatir bekerja dalam astronomi optikal, walau sebagian kecil ada juga yang mencoba bereksperimen dengan panjang gelombang di luar cahaya tampak, misalnya dengan penyaring inframerah pada teleskop biasa, atau penggunaan teleskop radio. Pelopor radio astronomi amatir adalah Karl Jansky, yang memulai kegiatan ini pada dekade 1930-an. Amatir jenis seperti Jansky ini memakai teleskop buatan sendiri atau teleskop radio profesional yang sekarang sudah boleh diakses oleh amatir seperti halnya Teleskop Satu Mil (One-Mile Telescope).[83][84]

Sumbangsih astronom amatir tidak sepele, sebab banyak hal — seperti pengkuran okultasi guna mempertajam catatan garis edar planet-planet kecil — bergantung pada pekerjaan astronomi amatir. Para amatir dapat pula menemukan komet atau melakukan penelitian rutin atas bintang-bintang variabel. Seiring dengan perkembangan teknologi digital, astrofotografi amatir juga semakin efektif dan semakin giat memberikan sumbangan ilmu.[85][86][87]

Daftar persoalan astronomi yang belum terpecahkan

Meskipun sebagai ilmu pengetahuan astronomi telah mengalami kemajuan-kemajuan yang sangat pesat dan membuat terobosan-terobosan yang sangat besar dalam upaya memahami alam semesta dan segala isinya, masih ada beberapa pertanyaan penting yang belum bisa terjawab. Untuk memecahkan permasalahan seperti ini, boleh jadi diperlukan pembangunan peralatan-peralatan baru baik di permukaan Bumi maupun di antariksa. Selain itu, mungkin juga diperlukan perkembangan baru dalam fisika teoretis dan eksperimental.

  • Apakah asal usul spektrum massa bintang? Maksudnya, mengapa astronom terus mengamati persebaran massa yang sama — yaitu, fungsi massa awal yang sama — walaupun keadaan awal terwujudnya bintang-bintang berbeda-beda?[88] Diperlukan pemahaman yang lebih dalam akan pembentukan bintang dan planet.
  • Adakah wujud kehidupan lain di alam semesta? Adakah wujud kehidupan cerdas lain di alam semesta? Kalau ada, apa jawaban dari paradoks Fermi? Apabila ada kehidupan lain di luar Bumi, implikasinya, baik ilmiah maupun filosofis, sangat penting.[89][90] Apakah Tata Surya kita termasuk normal ataukah ternyata tidak biasa?
  • Apa yang menyebabkan terbentuknya alam semesta? Apakah premis yang melandasi hipotesis "alam semesta yang tertala dengan baik" (fine-tuned universe) tepat? Apabila tepat, apakah ada semacam seleksi alam dalam skala kosmologis? Apa sebenarnya yang menyebabkan inflasi kosmik dini, sehingga alam menjadi homogen? Kenapa terdapat asimetri barion di alam semesta?
  • Apa hakikat sebenarnya dari materi gelap dan energi gelap? Mereka telah mendominasi proses perkembangan dan, pada akhirnya, nasib dari jagat raya, tetapi sifat-sifat mendasar mereka tetap belum dipahami.[91] Apa yang akan terjadi di penghujung waktu?[92]
  • Bagaimana galaksi-galaksi pertama terbentuk? Bagaimana lubang-lubang hitam supermasif terbentuk?
  • Apa yang menghasilkan sinar kosmik berenergi ultratinggi?

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Liddell, Henry George; Scott, Robert. "ἀστρονομία". A Greek-English Lexicon. Perseus Digital Library. 
  2. ^ a b "Astronomi". Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2016. 
  3. ^ "Astronomy". A Dictionary of Astronomy (edisi ke-3). Oxford University Press. 2018. doi:10.1093/acref/9780191851193.001.0001/acref-9780191851193-e-305. ISBN 978-0-19-185119-3. 
  4. ^ Unsöld, Albrecht (2001). The New Cosmos: An Introduction to Astronomy and Astrophysics. Berlin, New York: Springer. ISBN 3-540-67877-8. 
  5. ^ a b Scharringhausen, Britt (1 Januari 2002). "What's the difference between astronomy and astrophysics?". Ask an Astronomer (dalam bahasa Inggris). Astronomy Department at Cornell University. Diakses tanggal 22 April 2022. 
  6. ^ Mangum, Jeff (31 Maret 2020). "Is There Any Difference Between Astronomy and Astrophysics?". National Radio Astronomy Observatory (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 22 April 2022. 
  7. ^ a b Odenwald, Sten. "What is the difference between astronomy and astrophysics?". Sten's Space Blog (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 Oktober 2016. Diakses tanggal 22 April 2022. 
  8. ^ a b "Astronomy vs. Astrophysics?". Penn State Behrend. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 April 2015. Diakses tanggal 22 April 2022. 
  9. ^ "Astrofisika". Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2016. 
  10. ^ a b c Shu, F. H. (1982). The Physical Universe. Mill Valley, California: University Science Books. ISBN 0-935702-05-9. 
  11. ^ Chapman, Allan; Henbest, Nigel (8 Februari 2022). "Was Stonehenge used for astronomy?". BBC Sky at Night (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 22 April 2022. 
  12. ^ Forbes, 1909
  13. ^ DeWitt, Richard (2010). "The Ptolemaic System". Worldviews: An Introduction to the History and Philosophy of Science. Chichester, England: Wiley. hlm. 113. ISBN 1405195630. 
  14. ^ Aaboe, A. (1974). "Scientific Astronomy in Antiquity". Philosophical Transactions of the Royal Society. 276 (1257): 21–42. Bibcode:1974RSPTA.276...21A. doi:10.1098/rsta.1974.0007. JSTOR 74272. 
  15. ^ "Eclipses and the Saros". NASA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-24. Diakses tanggal 28 October 2007. 
  16. ^ Krafft, Fritz (2009). "Astronomy". Dalam Cancik, Hubert; Schneider, Helmuth. Brill's New Pauly. 
  17. ^ "Hipparchus of Rhodes". School of Mathematics and Statistics, University of St Andrews, Scotland. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-10-23. Diakses tanggal 28 October 2007. 
  18. ^ Thurston, H., Early Astronomy. Springer, 1996. ISBN 0-387-94822-8 p. 2
  19. ^ Marchant, Jo (2006). "In search of lost time". Nature. 444 (7119): 534–8. Bibcode:2006Natur.444..534M. doi:10.1038/444534a. PMID 17136067. 
  20. ^ Kennedy, Edward S. (1962). "Review: The Observatory in Islam and Its Place in the General History of the Observatory by Aydin Sayili". Isis. 53 (2): 237–239. doi:10.1086/349558. 
  21. ^ Micheau, Francoise. : 992–3.  Tidak memiliki atau tanpa |title= (bantuan); Parameter |contribution= akan diabaikan (bantuan), in (Rashed & Morelon 1996, hlm. 985–1007)
  22. ^ Nas, Peter J (1993). Urban Symbolism. Brill Academic Publishers. hlm. 350. ISBN 9-0040-9855-0. 
  23. ^ Kepple, George Robert (1998). The Night Sky Observer's Guide, Volume 1. Willmann-Bell, Inc. hlm. 18. ISBN 0-943396-58-1. 
  24. ^ a b Berry, Arthur (1961). A Short History of Astronomy From Earliest Times Through the Nineteenth Century. New York: Dover Publications, Inc. ISBN 0486202100. 
  25. ^ Hoskin, Michael, ed. (1999). The Cambridge Concise History of Astronomy. Cambridge University Press. ISBN 0-521-57600-8. 
  26. ^ McKissack, Pat (1995). The royal kingdoms of Ghana, Mali, and Songhay: life in medieval Africa. H. Holt. ISBN 9780805042597. 
  27. ^ Clark, Stuart (2002). "Eclipse brings claim of medieval African observatory". New Scientist. Diakses tanggal 3 February 2010. 
  28. ^ "Cosmic Africa explores Africa's astronomy". Science in Africa. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2003-12-03. Diakses tanggal 3 February 2002. 
  29. ^ Holbrook, Jarita C. (2008). African Cultural Astronomy. Springer. ISBN 9781402066382. 
  30. ^ "Africans studied astronomy in medieval times". The Royal Society. 30 January 2006. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-06-09. Diakses tanggal 3 February 2010. 
  31. ^ Star sheds light on African 'Stonehenge'. December 05, 2002|Richard Stenger CNN
  32. ^ a b Forbes, 1909, hal. 58–64
  33. ^ Forbes, 1909, hal. 49–58
  34. ^ Forbes, 1909, hal. 79–81
  35. ^ Forbes, 1909, hal. 147–150
  36. ^ Forbes, 1909, hal. 74–76
  37. ^ Belkora, Leila (2003). Minding the heavens: the story of our discovery of the Milky Way. CRC Press. hlm. 1–14. ISBN 9780750307307. 
  38. ^ "Electromagnetic Spectrum". NASA. Diakses tanggal 8 September 2006. 
  39. ^ a b c d e f g h i j k l m Cox, A. N., ed. (2000). Allen's Astrophysical Quantities. New York: Springer-Verlag. hlm. 124. ISBN 0-387-98746-0. 
  40. ^ Staff (11 September 2003). "Why infrared astronomy is a hot topic". ESA. Diakses tanggal 11 August 2008. 
  41. ^ "Infrared Spectroscopy – An Overview". NASA/IPAC. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-10-05. Diakses tanggal 11 August 2008. 
  42. ^ a b Moore, P. (1997). Philip's Atlas of the Universe. Great Britain: George Philis Limited. ISBN 0-540-07465-9. 
  43. ^ Penston, Margaret J. (14 August 2002). "The electromagnetic spectrum". Particle Physics and Astronomy Research Council. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-09-08. Diakses tanggal 17 August 2006. 
  44. ^ Gaisser, Thomas K. (1990). Cosmic Rays and Particle Physics. Cambridge University Press. hlm. 1–2. ISBN 0521339316. 
  45. ^ Tammann, G. A.; Thielemann, F. K.; Trautmann, D. (2003). "Opening new windows in observing the Universe". Europhysics News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-09-06. Diakses tanggal 3 February 2010. 
  46. ^ Calvert, James B. (28 March 2003). "Celestial Mechanics". University of Denver. Diakses tanggal 21 August 2006. 
  47. ^ "Hall of Precision Astrometry". University of Virginia Department of Astronomy. Diakses tanggal 10 August 2006. 
  48. ^ Wolszczan, A.; Frail, D. A. (1992). "A planetary system around the millisecond pulsar PSR1257+12". Nature. 355 (6356): 145–147. Bibcode:1992Natur.355..145W. doi:10.1038/355145a0. 
  49. ^ Roth, H. (1932). "A Slowly Contracting or Expanding Fluid Sphere and its Stability". Physical Review. 39 (3): 525–529. Bibcode:1932PhRv...39..525R. doi:10.1103/PhysRev.39.525. 
  50. ^ Eddington, A.S. (1926). Internal Constitution of the Stars. Cambridge University Press. ISBN 9780521337083. 
  51. ^ "Dark matter". NASA. 2010. Diakses tanggal 2 November 2009. third paragraph, "There is currently much ongoing research by scientists attempting to discover exactly what this dark matter is" 
  52. ^ a b Johansson, Sverker (27 July 2003). "The Solar FAQ". Talk.Origins Archive. Diakses tanggal 11 August 2006. 
  53. ^ Lerner, K. Lee (2006). "Environmental issues : essential primary sources". Thomson Gale. Diakses tanggal 11 September 2006. 
  54. ^ Pogge, Richard W. (1997). "The Once & Future Sun" (lecture notes). New Vistas in Astronomy. Diakses tanggal 3 February 2010. 
  55. ^ Stern, D. P.; Peredo, M. (28 September 2004). "The Exploration of the Earth's Magnetosphere". NASA. Diakses tanggal 22 August 2006. 
  56. ^ Bell III, J. F.; Campbell, B. A.; Robinson, M. S. (2004). Remote Sensing for the Earth Sciences: Manual of Remote Sensing (edisi ke-3rd). John Wiley & Sons. Diakses tanggal 23 August 2006. 
  57. ^ Grayzeck, E.; Williams, D. R. (11 May 2006). "Lunar and Planetary Science". NASA. Diakses tanggal 21 August 2006. 
  58. ^ Montmerle, Thierry (2006). "Solar System Formation and Early Evolution: the First 100 Million Years". Earth, Moon, and Planets. Spinger. 98 (1-4): 39–95. Bibcode:2006EM&P...98...39M. doi:10.1007/s11038-006-9087-5. 
  59. ^ Montmerle, 2006, hal. 87–90
  60. ^ Beatty, J.K.; Petersen, C.C.; Chaikin, A., ed. (1999). The New Solar System. Cambridge press. hlm. 70edition = 4th. ISBN 0-521-64587-5. 
  61. ^ a b Harpaz, 1994, hal. 7–18
  62. ^ a b Smith, Michael David (2004). "Cloud formation, Evolution and Destruction". The Origin of Stars. Imperial College Press. hlm. 53–86. ISBN 1860945015. 
  63. ^ Harpaz, 1994
  64. ^ Harpaz, 1994, hal. 173–178
  65. ^ Harpaz, 1994, hal. 111–118
  66. ^ Audouze, Jean; Israel, Guy, ed. (1994). The Cambridge Atlas of Astronomy (edisi ke-3rd). Cambridge University Press. ISBN 0-521-43438-6. 
  67. ^ Harpaz, 1994, hal. 189–210
  68. ^ Harpaz, 1994, hal. 245–256
  69. ^ Ott, Thomas (24 August 2006). "The Galactic Centre". Max-Planck-Institut für extraterrestrische Physik. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2004-09-25. Diakses tanggal 8 September 2006. 
  70. ^ Smith, Michael David (2004). "Massive stars". The Origin of Stars. Imperial College Press. hlm. 185–199. ISBN 1860945015. 
  71. ^ Van den Bergh, Sidney (1999). "The Early History of Dark Matter". Publications of the Astronomy Society of the Pacific. 111 (760): 657–660. arXiv:astro-ph/9904251alt=Dapat diakses gratis. Bibcode:1999PASP..111..657V. doi:10.1086/316369. [pranala nonaktif permanen]
  72. ^ Keel, Bill (1 August 2006). "Galaxy Classification". University of Alabama. Diakses tanggal 8 September 2006. 
  73. ^ "Active Galaxies and Quasars". NASA. Diakses tanggal 8 September 2006. 
  74. ^ Zeilik, Michael (2002). Astronomy: The Evolving Universe (edisi ke-8th). Wiley. ISBN 0-521-80090-0. 
  75. ^ a b c Dodelson, Scott (2003). Modern cosmology. Academic Press. hlm. 1–22. ISBN 9780122191411. 
  76. ^ Hinshaw, Gary (13 July 2006). "Cosmology 101: The Study of the Universe". NASA WMAP. Diakses tanggal 10 August 2006. 
  77. ^ Dodelson, 2003, hal. 216–261
  78. ^ "Galaxy Clusters and Large-Scale Structure". University of Cambridge. Diakses tanggal 8 September 2006. 
  79. ^ Preuss, Paul. "Dark Energy Fills the Cosmos". U.S. Department of Energy, Berkeley Lab. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-08-11. Diakses tanggal 8 September 2006. 
  80. ^ Mims III, Forrest M. (1999). "Amateur Science—Strong Tradition, Bright Future". Science. 284 (5411): 55–56. Bibcode:1999Sci...284...55M. doi:10.1126/science.284.5411.55. Diakses tanggal 6 December 2008. Astronomy has traditionally been among the most fertile fields for serious amateurs [...] 
  81. ^ "The Americal Meteor Society". Diakses tanggal 24 August 2006. 
  82. ^ Lodriguss, Jerry. "Catching the Light: Astrophotography". Diakses tanggal 24 August 2006. 
  83. ^ Ghigo, F. (7 February 2006). "Karl Jansky and the Discovery of Cosmic Radio Waves". National Radio Astronomy Observatory. Diakses tanggal 24 August 2006. 
  84. ^ "Cambridge Amateur Radio Astronomers". Diakses tanggal 24 August 2006. 
  85. ^ "The International Occultation Timing Association". Diakses tanggal 24 August 2006. 
  86. ^ "Edgar Wilson Award". IAU Central Bureau for Astronomical Telegrams. Diakses tanggal 24 October 2010. 
  87. ^ "American Association of Variable Star Observers". AAVSO. Diakses tanggal 3 February 2010. 
  88. ^ Kroupa, Pavel (2002). "The Initial Mass Function of Stars: Evidence for Uniformity in Variable Systems". Science. 295 (5552): 82–91. arXiv:astro-ph/0201098alt=Dapat diakses gratis. Bibcode:2002Sci...295...82K. doi:10.1126/science.1067524. PMID 11778039. Diakses tanggal 28 May 2007. 
  89. ^ "Complex Life Elsewhere in the Universe?". Astrobiology Magazine. Diakses tanggal 12 August 2006. 
  90. ^ "The Quest for Extraterrestrial Intelligence". Cosmic Search Magazine. Diakses tanggal 12 August 2006. 
  91. ^ "11 Physics Questions for the New Century". Pacific Northwest National Laboratory. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-02-03. Diakses tanggal 12 August 2006. 
  92. ^ Hinshaw, Gary (15 December 2005). "What is the Ultimate Fate of the Universe?". NASA WMAP. Diakses tanggal 28 May 2007. 

Daftar pustaka

Pranala luar

Organisasi Dalam Negeri

Organisasi Internasional

Kembali kehalaman sebelumnya