Bahasa Mandarin Pertengahan
Bahasa Mandarin Pertengahan adalah tahap bahasa Mandarin lisan yang dituturkan selama Dinasti Ming dan Qing. Bahasa ini disebut pada zamannya sebagai Guanhua (Hanzi tradisional: 官話; Hanzi sederhana: 官话; Pinyin: Guānhuà; harfiah: 'lisan pejabat') untuk menghindari ketidakjelasan bersama dari ragam bahasa Tionghoa yang digunakan di berbagai penjuru Tiongkok. Pengetahuan tentang bahasa ini sangat penting untuk meraih pekerjaan dan jabatan di pemerintahan, tetapi tidak pernah diistilahkan secara resmi oleh pemerintah saat itu.[4][5] Ragam resmi berdasarkan Dialek Nanjing lazim digunakan pada masa Dinasti Ming, meskipun kemudian bentuk yang didasarkan Dialek Beijing muncul pada pertengahan abad ke-19 dan menjadi dasar untuk bahasa Tionghoa Baku yang digunakan sejak abad ke-20. Dalam beberapa karya yang ditulis pada abad ke-19, bentuk ini disebut "Dialek Istana".[6] SejarahPada akhir masa kekaisaran, ragam-ragam bahasa Tionghoa telah menyimpang jauh sehingga masyarakat dari provinsi yang berbeda tidak dapat memahami satu sama lain. Untuk memfasilitasi komunikasi antara pejabat dari provinsi yang berbeda, dan antara pejabat dan penduduk daerah di mana mereka ditempatkan, pemerintah kekaisaran mengadopsi bahasa umum berdasarkan berbagai dialek utara. Bahasa Mandarin dari awal dinasti Ming tidak identik dengan dialek tunggal manapun.[7] Meskipun bentuk lisan umum didasarkan Dialek Nanjing, yang merupakan ibu kota Ming pertama dan pusat budaya utama, secara bertahap memperoleh prestise melalui perjalanan dinasti. Bahasa baku pada masa dinasti Ming dan Qing ini, disebut sebagai "Bahasa Mandarin Pertengahan".[8][9][10] Pada tahun 1375, Kaisar Hongwu menugaskan untuk menerbitkan kamus yang dikenal sebagai Hóngwǔ Zhèngyùn (洪武正韻) yang dimaksudkan untuk memberikan pelafalan baku baru. Kamus itu tidak berhasil, dikritik di satu sisi karena menyimpang dari tradisi kamus dan tabel sajak yang dikaidahkan selama Dinasti Song, dan di sisi lain karena tidak secara akurat mencerminkan pembakuan ucapan sebelumnya yang mapan.[11] Cendekiawan asal Korea bernama Shin Suk-ju menerbitkan Hongmu Jeong'un Yeokhun (洪武正韻譯訓 secara harfiah berarti "Sajak yang Benar dari Pemerintahan Hongwu dengan Terjemahan dan Ulasan Bahasa Korea"[12]) pada tahun 1455, menambah Zhèngyùn dengan memberikan pengucapan bahasa Mandarin masing-masing kata menggunakan aksara Hangul. Selain "bacaan baku" ini, dia mencatat kumpulan "bacaan umum", yang agak berbeda, beberapa di antaranya juga disimpan dalam karya-karya oleh Choe Sejin. Kim Kwangjo, dalam penelitian lanjut tentang bahan-bahan ini, menyimpulkan bahwa bacaan baku oleh Shin merupakan fonologi ideal dari kamus sebelumnya, sedangkan bacaan umum mencerminkan bahasa Tionghoa lisan saat itu. Sebaliknya, Yùchí Zhìpíng dan Weldon South Coblin berpendapat bahwa kedua bacaan tersebut mencerminkan ragam yang berbeda dari pelafalan baku abad ke-15.[13] Istilah Guānhuà (官話; 官话), atau "bahasa pejabat", pertama kali muncul dalam sumber-sumber Tionghoa pada pertengahan abad ke-16.[14] Kemudian pada abad itu, seorang misionaris Jesuit bernama Matteo Ricci menggunakan istilah tersebut dalam buku hariannya:[15]
Para misionaris mengakui kegunaan bahasa baku ini, dan memulai penelitiannya.[16] Mereka menerjemahkan istilah Guānhuà ke dalam bahasa Eropa sebagai língua mandarim (Portugis) dan la lengua mandarina (Spanyol), yang berarti "bahasa para menteri", atau "bahasa para pejabat", istilah yang diserap dari bahasa Sanskerta.[17] Ricci dan Michele Ruggieri menerbitkan kamus bahasa Portugis-Mandarin pada tahun 1580-an. Panduan oleh Nicolas Trigault untuk pengucapan bahasa Mandarin diterbitkan pada tahun 1626.[18] Tata bahasa Mandarin ditulis oleh Francisco Varo (diselesaikan pada tahun 1672 tetapi tidak dicetak hingga tahun 1703) dan Joseph Prémare (1730).[19] Pada tahun 1728, Kaisar Yongzheng, yang tidak dapat memahami ucapan pejabat dari Guangdong dan Fujian, menerbitkan surat keputusan yang mewajibkan pemimpin wilayah tersebut untuk memberikan pengajaran pengucapan yang benar. Meskipun Akademi Pengucapan yang Benar (正音書院, Zhèngyīn Shūyuàn) yang didirikan hanya berumur pendek, keputusan tersebut menelurkan sejumlah buku pelajaran yang memberikan beberapa wawasan tentang pengucapan yang ideal.[20] Meskipun Beijing telah menjadi ibu kota pada tahun 1420, bentuk pengucapan tidak menyaingi gengsi baku yang didasarkan Dialek Nanjing hingga pertengahan Dinasti Qing.[21] Sampai tahun 1815, Robert Morrison menulis kamus bahasa Inggris-Tionghoa pertama berdasarkan bahasa Mandarin Yangtze Hilir sebagai acuan baku waktu itu, meskipun dia mengakui bahwa dialek Beijing mulai berpengaruh.[22] Pada pertengahan abad ke-19, dialek Beijing telah menjadi acuan umum dan penting untuk urusan apapun yang berkaitan dengan istana kekaisaran.[6] Acuan baru dijelaskan dalam tata bahasa yang dihasilkan oleh Joseph Edkins (1864), Thomas Wade (1867), dan Herbert Giles (1873).[23] Pada awal abad ke-20, para reformis memutuskan bahwa Tiongkok membutuhkan bahasa nasional. Bentuk baku tertulis tradisional, Tionghoa Sastra, diganti dengan Tionghoa Vernakular, yang menarik kosakata dan tata bahasanya dari berbagai dialek-dialek Utara (kini dikenal sebagai "Mandarin"). Setelah upaya yang gagal untuk mengkaidahkan baku lisan lintas dialek, disadari bahwa satu bentuk lisan yang mapan harus dipilih. Satu-satunya kandidat adalah guānhuà yang berbasis di Beijing, yang diadaptasi dan dikembangkan menjadi bahasa Tionghoa Baku Modern, yang juga sering disebut Mandarin.[24] ReferensiCatatan kaki
Daftar pustaka
Pustaka lanjutan
Pranala luar
|