Bantuan langsung tunaiBantuan Langsung Tunai (bahasa Inggris: cash transfers) atau disingkat BLT adalah program bantuan pemerintah berjenis pemberian uang tunai atau beragam bantuan lainnya, baik bersyarat (conditional cash transfer) maupun tak bersyarat (unconditional cash transfer) untuk masyarakat miskin.[1] Negara yang pertama kali memprakarsai BLT adalah Brasil, dan selanjutnya diadopsi oleh negara-negara lainnya.[2] Besaran dana yang diberikan dan mekanisme yang dijalankan dalam program BLT berbeda-beda tergantung kebijakan pemerintah di negara tersebut.[2] Indonesia juga merupakan negara penyelenggara BLT, dengan mekanisme berupa pemberian kompensasi uang tunai, pangan, jaminan kesehatan, dan pendidikan dengan target pada tiga tingkatan: hampir miskin, miskin, sangat miskin.[3] BLT dilakukan pertama kali pada tahun 2005, berlanjut pada tahun 2009 dan di 2013 berganti nama menjadi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).[4] Program BLT diselenggarakan sebagai respon kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) dunia pada saat itu, dan tujuan utama dari program ini adalah membantu masyarakat miskin untuk tetap memenuhi kebutuhan hariannya.[4] Dalam pelaksanaannya, program BLT dianggap sukses oleh beberapa kalangan, meskipun timbul kontroversi dan kritik.[5] Sejarah BLTBantuan langsung tunai pertama kali diciptakan di Brasil pada tahun 1990-an dengan nama Bolsa Escola dan berganti nama menjadi Bolsa Familia.[6] Program ini sifatnya adalah bantuan langsung tunai bersyarat yang diprakarsai oleh Luiz Inácio Lula da Silva, presiden Brasil ke-35.[6] Bolsa Familia masih bertahan hingga saat ini sebagai bantuan langsung tunai bersyarat terbesar di dunia, dan telah berhasil menolong sekitar 26 persen penduduk miskin di Brasil hingga tahun 2011, sehingga program ini ditiru negara-negara lain.[7] BLT di IndonesiaAsal usul BLT di IndonesiaPada tahun 2004 Pemerintah Indonesia memastikan harga minyak dunia naik, mereka pun memutuskan memotong subsidi minyak.[8] Hal ini dilakukan dengan alasan BBM bersubsidi lebih banyak digunakan oleh orang-orang dari kalangan industri dan berstatus mampu.[8] Lalu, setelah didata lebih lanjut, diketahui dari tahun 1998 sampai dengan 2005 penggunaan bahan bakar bersubsidi telah digunakan sebanyak 75 persen.[8] Pemotongan subsidi terus terjadi hingga tahun 2008 dengan kenaikan sebesar 50 persen dari harga awal, karena harga minyak dunia kembali naik saat itu.[8] Akibatnya, harga bahan-bahan pokok pun ikut naik.[8] Demi menanggulangi efek kenaikan harga bagi kelompok masyarakat miskin, pemerintah memperkenalkan program BLT kepada masyarakat untuk pertama kalinya pada tahun 2005.[9] Program ini dicetuskan oleh Jusuf Kalla tepat setelah dirinya dan Susilo Bambang Yudhoyono memenangkan pemilihan umum presiden dan wakil presiden Indonesia pada tahun 2004.[2][9] Akhirnya, berdasarkan instruksi presiden nomor 12, digalakanlah program Bantuan Langsung Tunai tidak bersyarat pada Oktober tahun 2005 hingga Desember 2006 dengan target 19,2 juta keluarga miskin.[3] Lalu, karena harga minyak dunia kembali naik, BLT pun kembali diselenggarakan pada tahun 2008 berdasarkan instruksi presiden Indonesia nomor 3 tahun 2008.[1] Dan terakhir, pada tahun 2013, pemerintah kembali menyelenggarakan BLT tetapi dengan nama baru: Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).[1] Secara mekanisme, BLSM sama seperti BLT, dan jumlah anggaran yang dikeluarkan untuk program ini adalah 3,8 triliun rupiah untuk 18,5 juta keluarga miskin, dengan uang tunai 100 ribu rupiah per bulannya.[1] Selain program BLT tak bersyarat, pemerintah juga menyelenggarakan program BLT bersyarat dengan nama Program Keluarga Harapan (PKH).[10] PKH adalah program bantuan untuk keluarga miskin dengan syarat mereka harus menyekolahkan anaknya dan melakukan cek kesehatan rutin.[10] Target utama dari program ini adalah keluarga miskin dengan anak berusia antara 0 sampai 15 tahun, atau ibu yang sedang hamil pada saat mendaftar.[10] Dana tunai akan diberikan kepada keluarga pendaftar selama enam tahun.[10] Program ini menargetkan sekitar 2,4 juta keluarga miskin, dan telah diberikan ke 20 provinsi, 86 daerah, dan 739 sub daerah dengan jumlah telah menyentuh 816.000 keluarga miskin.[10] Teknis penyaluran BLT di IndonesiaTahapan pelaksanaan program bantuan langsung tunai di Indonesia umumnya dimulai dari sosialisasi, verifikasi data nama nominasi Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang akan diberikan bantuan, pembagian kartu BLT, pencairan dana, dan terakhir pembuatan laporan dan evaluasi.[4] Mekanisme pembagian BLT yang terstruktur baru diberlakukan pada tahun 2008, dan mekanisme ini tetap digunakan pada tahun 2013.[4] Tetapi pada tahun 2013 penyelenggaran BLT tidak lagi menggunakan kartu, melainkan langsung dengan kartu penerima beras miskin (raskin).[11] Rincian kerja dan mekanisme BLT adalah:
Kontroversi program BLT di IndonesiaSelama penyelenggaraannya, banyak kontroversi berkembang terkait program BLT dari tahun ke tahun.[5] Kontroversi tersebut berkembang dengan beragam anggapan seperti program BLT sebagai alat pendongkrak popularitas jelang pemilu, pembodohan bangsa, dan penambah beban dengan hutang.[12][13][14] Konflik yang berjalan pun berkembang menjadi protes dengan demo dari masyarakat, atau perdebatan di kalangan para politikus.[15] BLT sebagai alat pendongkrak popularitasKecurigaan bahwa BLT sebagai alat penarik simpati berkembang karena pemberian BLT selalu bertepatan dengan masa-masa pemilihan umum.[13] Beberapa akademisi maupun kritikus menganggap program BLT yang diselenggarakan presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah semata-mata demi meningkatkan popularitas partainya yang sedang menurun.[12] Kecurigaan tersebut diucapkan pada sebuah seminar diskusi di Universitas Gadjah Mada:
Sebelumnya BLT dianggap sukses pada tahun 2005 tepat setelah SBY dilantik menjadi presiden, lalu diwujudkan kembali pada tahun 2009 di saat musim pemilihan presiden.[3] Hingga pada tahun 2013, kecurigaan kembali menguat ketika program BLT kembali digelontorkan tepat menjelang musim pemilu.[16] Hal ini sama seperti pada tahun 2009, hanya saja program tersebut berganti nama menjadi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).[17] Para pengamat pun mengatakan, program BLT sebenarnya tidak diperlukan sebagai kompensasi jelang kenaikan harga BBM, karena masyarakat Indonesia tidak terkena imbas berupa kesulitan ekonomi pasca kenaikan BBM.[16] Program BLT juga disinyalir rawan manipulasi politik dalam hal pengelolaannya.[17] Strategi manipulasi itu mencakup jangka waktu distribusi, jumlah penerima, metode pembagian bantuan, serta landasan hukum yang menyertainya.[15] Dana BLT dari hutangTemuan paling kontroversial adalah ketika Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Anwar Nasution, membeberkan bahwa uang yang diperoleh untuk program BLT ternyata berasal dari hutang.[18] Hal itu dibuktikan oleh International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) ketika melakukan penelusuran pada dokumen-dokumen perjanjian hutang.[18] Mereka juga menemukan bahwa program BLT adalah salah satu program kebijakan yang didesain oleh Bank Dunia dan didukung oleh Asian Development Bank (ADB), dan Jepang.[19] Komentarnya mengenai program BLT dan hutang adalah:
Meski begitu, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Aburizal Bakrie mengatakan tidak semua pembiayaan BLT menggunakan hutang.[20] Lalu, menteri keuangan Sri Mulyani membantah segala tuduhan tersebut.[20] Katanya, program BLT bukan dari hutang, melainkan dari kompensasi kenaikan harga BBM.[20] Sumber pendanaan biaya ini telah berjalan sejak tahun 2005 lalu.[20] Dan, menurutnya, dewan pemeriksa keuangan telah salah memahami laporan keuangan yang diberikan oleh pemerintah mengenai sumber keuangan BLT.[20] Program BLT tidak mendidikSelain itu, beberapa pihak mengatakan program BLT juga dianggap sebagai program pembodohan masyarakat yang mengubah mental bangsa menjadi pemalas, peminta-minta, dan manja.[14]
Uang yang diberikan dari program tersebut juga dapat disalahgunakan oleh rakyatnya sendiri, seperti membeli rokok, minum-minuman, atau hal-hal yang melanggar tujuan utama dari program BLT.[21][22] Golongan pendukung BLTTetapi, ada juga beberapa kalangan yang mendukung program BLT.[23][24][25] Mereka berpendapat program BLT adalah program yang mampu membantu masyarakat miskin.[25] Meskipun tidak berpengaruh langsung dari segi daya beli masyarakat, uang tunai tersebut dapat menjadi tabungan dan modal usaha bagi warga miskin.[25] Jadi program BLT mampu meningkatkan kesejahteraan sebagian kecil masyarakat, meskipun penyalurannya belum sepenuhnya efektif.[26] Menteri Perdagangan dan Menteri Pembangunan Nasional mengatakan, program BLT pada tahun 2005 hanya terjadi sekitar lima hingga enam persen kegagalan, sedangkan 95 persen lainnya tepat sasaran.[24] Dan berdasarkan survei atas 56 perguruan tinggi negeri maupun swasta membuktikan bahwa 90 persen penyaluran BLT kepada 19,1 juta warga miskin sukses.[27] Dukungan serupa terhadap BLT juga disampaikan oleh Anas Urbaningrum, ketua Partai Demokrat ke-3, yang menekankan bahwa program tersebut harus dilihat dari asas manfaat.[28] Dia menambahkan, pandangan ini penting karena untuk mempertahankan daya beli masyarakat tidak bisa menunggu lebih lama setelah BBM dinaikkan.[28]
Kelemahan program BLT di IndonesiaMeskipun program BLT di Indonesia telah banyak dinilai sukses oleh beberapa tokoh, tidak sedikit kritik dan penilaian kurang memuaskan dari beberapa kalangan dari segi teknisnya.[29] Hal yang menyangkut teknis tersebut adalah pertama, pembagian tidak merata disebabkan data yang digunakan adalah data lama.[29] Contoh kasusnya adalah kasus pemberian dana BLT pada tahun 2008 yang tidak merata dan salah sasaran karena data yang digunakan adalah data warga miskin tahun 2005.[29] Kedua, program BLT kerap kali menciptakan peluang korupsi, dengan jalan pemotongan dana bantuan dengan beragam cara.[30] Contohnya penyunatan dana BLT di Pekalongan Jawa Tengah yang dilakukan oleh kelurahan sekitar dengan alasan pemerataan untuk keluarga yang tidak mendapatkan BLT.[31] Ketiga, kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan para pengurus tingkat daerah.[30] Buktinya adalah kota Manado Sulawesi Utara dan Kotabaru Kalimantan belum mendapat BLT karena PT Pos Indonesia belum mendapatkan pesan dari presiden.[30] Keempat, jumlah nominal insentif BLT sama sekali tidak memiliki pengaruh signifikan bagi kesulitan yang dihadapi warga miskin.[30] Uang 100 ribu per bulan sama sekali tidak memenuhi kebutuhan harian, padahal harga sembako naik.[30] Yang kelima, program BLT disinyalir memicu konflik sosial di tengah masyarakat.[30] Contohnya, di Cirebon terdapat ratusan kepala desa yang menolak kebijakan pemberian BLT sebagai kompensasi kenaikan BBM.[30] Manfaat dan kesuksesan program BLTBank dunia belum lama ini mengumumkan bahwa baik program BLT bersyarat maupun tak bersyarat memiliki pengaruh positif terhadap aspek kesejahteraan hidup di beberapa negara penyelenggara seperti di kawasan Amerika Latin, Afrika, Eropa, dan Asia.[32] Penurunan angka kurang gizi terjadi pada anak-anak di banyak negara seperti Meksiko, Kolombia, dan Jamaika.[32] Program BLT bersyarat di negara-negara tersebut fokus pada peningkatan gizi anak, karena permasalahan utama di negara tersebut adalah pengembangan sumber daya manusia dari segi kesehatan.[32] Di Nikaragua misalnya, angka anak dan bayi kekurangan gizi merosot beberapa persen setelah dua tahun program bantuan bernama Red de Protección Social (RPS) diselenggarakan.[32] Selain pada kesehatan, BLT juga mempermudah masyarakat di Amerika Latin dan Afrika sub-Sahara untuk memperoleh makanan yang cukup.[32] Di Etiopia, berkat program sejenis BLT bernama Meket dari Inggris, hampir 75 persen masyarakatnya membeli makanan bergizi seperti daging, minyak, dan gula.[32] Hal yang sama terjadi di Malawi, dengan program serupa bernama Mchinji, masyarakatnya mampu mengkonsumsi daging dan ikan selama 3 hari per minggu di bandingkan rumah tangga yang tidak mendapat program tersebut.[32][33] Program bantuan langsung tunai juga bermanfaat untuk pendidikan dan pemberdayaan perempuan; hal ini dibuktikan dari survei yang dilakukan di Amerika Latin dan Afrika.[32] Program BLT di negara tersebut mengutamakan penerimanya adalah perempuan, sehingga hal ini berdampak pada status kontrol dan keputusan keuangan berada di tangan para ibu.[32] Di Meksiko, Peru, dan Ekuador menunjukkan bahwa para wanita penerima program BLT di negara tersebut merasa lebih percaya dirin dalam hal pengambilan keputusan seputar manajemen keluarga.[32] Dan yang lebih utama, posisi mereka menjadi sangat penting dalam keluarga, dan diakui oleh para lelaki.[32] Manfaat dan Kesuksesan program BLT di IndonesiaMeskipun program BLT di Indonesia sering dinilai memiliki banyak kelemahan, beberapa lembaga masih mengklaim program tersebut sukses.[34] Bank Dunia melaporkan, Indonesia termasuk Negara yang paling sukses menyelenggarakan bantuan berjenis langsung tunai kepada masyarakat miskin dibandingkan Negara lain.[34] Hal ini mereka buktikan dengan laporan triwulanan ketiga pada tahun 2010.[34] Dalam laporan itu mereka berkomentar pemerintah Indonesia berhasil menyalurkan kepada sepertiga rumah tangga di Indonesia hanya dalam waktu kurang dari 5 bulan.[34] Penyaluran ke keluarga sasaran di Indonesia juga dinilai tepat waktu oleh Bank Dunia, dan hal itu berdampak positif pada pembangunan masyarakat dan menjadi insentif bagi yang tidak produktif.[34] Selain itu, Menteri Sosial, Bachtiar Hamzah juga menyatakan keberhasilan program BLT sebagai salah satu program yang bertujuan menurunkan jumlah warga miskin.[24] Hal itu dia buktikan dengan bukti bahwa pada tahun 2007 warga miskin berjumlah 37 juta, namun berkurang pada tahun 2008 menjadi 35 juga warga miskin.[24] Paskah Suzetta, kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), juga memuji keberhasilan program BLT.[24] Menurutnya BLT dapat menjaga daya beli masyarakat dan melepas keterpurukan.[25] Jenis lain dari BLT, Program Keluarga Harapan (PKH), juga diklaim berhasil memenuhi target penyaluran yang mencapai 1,5 juta penerima.[23] Karena sasaran utama dari program ini adalah kaum ibu, program ini menjadi program yang tidak hanya menekan angka kemiskinan, tetapi juga memberdayakan kaum perempuan.[23] Karena kesuksesan tersebut, Program PKH yang telah berjalan sejak 2007 tahun itu tetap dilanjutkan hingga tahun 2014.[23] Sebuah penelitian masif tentang evaluasi PKH di tujuh propinsi di Indonesia merekomendasikan sejumlah hal, yakni landasan pelaksanaan PKH perlu memiliki cara pandang yang lebih tepat mengenai orang miskin, intervensi PKH perlu memperhatikan rantai proses menuju PKH yang efektif berdasarkan hasil riset yang menggunakan analisis jalur (path analysis), perlunya revitalisasi kerja pendamping PKH, pelibatan masyarakat setempat perlu lebih dilibatkan dalam pendataan, serta PKH perlu diintegrasikan dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional.[35] Program BLT di negara-negara lainnyaProgram sejenis BLT juga terdapat di beberapa Negara lain.[6][36] Bahkan, program BLT sendiri diketahui merupakan temuan dari Brasil.[6] Berikut negara-negara yang menyelenggarakan BLT: Brasil: Bolsa Familia (dahulunya Bolsa Escola) sebuah program yang eksis sejak 1990-an dan berkembang pesat pada tahun 2001 dan 2002.[6] Bantuan ini bersifat bantuan tunai bersyarat, dengan syarat sebuah keluarga harus menyekolahkan anaknya dan melakukan cek kesehatan terlebih dahulu untuk mendapatkan uang tunai dari pemerintah.[6] Cili: Chilie Solidario, telah berjalan sejak tahun 2002.[7] Syarat utama untuk memperoleh dana tunai dari program ini adalah sebuah keluarga harus menandatangani perjanjian 53 syarat minimum ciri keluarga sehat dan sejahtera.[7] Jika mereka memenuhi syarat ini, mereka akan memperoleh uang tunai, perlindungan, dan ilmu pengembangan skill, dan pekerjaan.[7] Kolombia: Familias en Acción atau disebut Families in Action, sebuah program bantuan langsung tunai bersyarat yang berlangsung pada tahun 2002.[7] Dari segi teknis dan tujuan program ini mirip dengan program Oportunidades di Meksiko.[7] Dalam program ini, keluarga yang ingin mendapatkan dana tunai harus menyekolahkan anak-anaknya dan memberikan mereka nutrisi yang lengkap.[7] Honduras: The Family Allowance Program disingkat PRAF II (1998) merupakan terusan dari program sebelumnya PRAF I (1990).[7] Merupakan bantuan berupa uang kompensasi yang diberikan oleh pemerintah Republik Honduras.[7] Jamaika: Programme of Advancement Through Health and Education (PATH) merupakan program yang dikembangkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Keamanan Sosial yang memberikan uang tunai kepada keluarga miskin dengan syarat bersedia memajukan kekuatan ekonomi dengan jalan bekerja atau berwirausaha.[7] Program PATH didirikan pada tahun 2001 sebagai sistem penanggulangan kesejahteraan di seantero Jamaika.[7] Meksiko: Opportunidades adalah program anti-kemiskinan yang diprakarsai oleh pemerintah Meksiko.[7] Program ini fokus pada peningkatan taraf hidup keluarga kurang mampu dengan memberikan dana tunai dengan syarat anak mereka harus sekolah dan sehat bernutrisi.[7] Program ini sebelumnya bernama Progresa, tapi berganti nama pada tahun 2002.[7] Guatemala: Mi Familia Progresa, didirikan sejak 16 April 200, sebuah progam bantuan tunai yang bertujuan untuk membantu keluarga di bawah garis kemiskinan, memiliki anak-anak berusia 0 sampai 15 tahun, atau ibu mengandung yang tinggal di daerah terpencil dan terpinggirkan.[7] Nikaragua: The Social Protection Network, program yang berdiri pada tahun 2000 dan dijalankan oleh lembaga Social Emergency Fund (FISE), namun berhenti pada tahun 2005.[7] Panama: Red de Oportunidades, sebuah program yang diurus oleh pemerintah Panama untuk masyarakat berusia di bawah 18 tahun dengan misi program pemberian akses kesehatan dan pendidikan gratis.[7] Filipina: Pantawid Pamilyang Pilipino Program, sebuah program yang dijalankan oleh Departemen Kesejahteraan dan Pembangunan di Filipina.[7] Program ini memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf kesehatan, gizi dan pendidikan utnuk anak usia dini dan remaja untuk warga yang berada di bawah garis kemiskinan.[7] Peru: Juntos, program bantuan berupa uang tunai untuk para ibu yang hidup dalam keadaan sangat miskin.[7] Ibu yang bias menerima bantuan ini diharuskan terlebih menyekolahkan anaknya dan melakukan cek kesehatan rutin.[7] Turki: Şartlı Nakit Transferi, program yang berdiri sejak tahun 2003 dan dijalankan oleh Direktorat Bantuan Sosial dan Solidaritas (Sosyal Yardımlaşma ve Dayanışma Genel Müdürlüğü).[7] Mesir: Program Minhet El-Osra, dimulai sejak tahun 2009 merupakan program yang masih berjalan di dusun urban Kairo, Ain Es-Sira, dan sejumlah desa di pinggiran Mesir.[7] Program ini dijalankan oleh Menteri Solidaritas Sosial Mesir.[7] Amerika: Opportunity NYC atau ONYC. Program ini telah berakhir sejak tanggal 31 Agustus 2010.[7] Program ini merupakan program bantuan langsung tunai pertama dan terbesar di Amerika.[7] Tujuan utama program ini adalah untuk mengetahui dampak pemberian insentif cuma-cuma pada warga Amerika yang ditujukan pada pendidikan anak, dan kesehatan keluarga.[7] Banglades: Female Secondary School Assistance Project, program yang berdiri pada tahun 1994.[7] Program bantuan langsung tunai ini berisi uang dengan syarat bersekolah untuk peningkatan pendidikan untuk anak-anak dan pencegahan pernikahan dini untuk para gadis di Banglades.[7] Kamboja: Cambodia Education Sector Support Project, dijalankan pada tahun 2005.[7] Program ini berisi syarat untuk mendapatkan bantuan dana tunai adalah dengan bersekolah dan menjaga nilai rapot agar jangan sampai turun.[7] Malaysia: Bantuan Rakyat 1 Malaysia (BR1M), suatu program bantuan dana langsung tunai untuk para keluarga dengan pendapatan bulanan di bawah 3000 ringgit malaysia. Bantuan ini telah dikembangkan dari tahun 2012 hingga saat ini (2014).[37] India: Janani Suraksha Yojana, program ini berdiri pada tahun 2005 dengan tujuan utama mengurangi tingkat kematian anak dan ibu yang mati saat melahirkan.[36] Dengan adanya program ini, pemerintah memberikan dana insentif bagi para ibu dengan syarat mereka harus bersalin di rumah sakit dengan fasilitas yang mumpuni.[36] Lihat jugaPranala luar
Rujukan
|