Belajar bermaknaTeori Belajar Bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dikemukakan oleh David Paul Ausubel (25 Oktober 1918 - 9 Juli 2008) seorang ahli psikologi pendidikan dari Amerika Serikat. Inti teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Menurut Ausubel faktor utama yang memengaruhi belajar bermakna adalah struktur kognitif yang telah ada, stabilitas, kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi, dan pada waktu tertentu.[1] Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul pada waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu, demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Ausubel juga menekankan pentingnya pembelajaran yang bermakna daripada hafalan. Ia menyatakan bahwa teorinya hanya berlaku untuk pembelajaran reception di lingkungan sekolah. Ausubel percaya bahwa pemahaman konsep, prinsip, dan ide-ide dicapai melalui penalaran deduktif. Teori belajar bermakna David Ausubel dipengaruhi ajaran Jean Piaget. Mirip dengan ide-ide Piaget tentang skema konseptual, Ausubel menghubungkan dengan penjelasannya tentang bagaimana orang memperoleh pengetahuan. Konsep-konsepPembelajaran bermakna mengacu pada konsep bahwa pengetahuan yang dipelajari sepenuhnya dipahami oleh individu dan bahwa individu itu tahu bagaimana fakta spesifik itu berkaitan dengan fakta-fakta lainnya yang telah tersimpan sebelumnya.[2] Dalam menerapkan teori belajar (Ausubel) dalam mengajar perlu memperhatikan konsep-konsep atau prinsip-prinsip, yaitu pengatur awal, diferensiasi progresif, penyesuaian integratif, dan belajar superordinat. Contoh pengatur awal, misalnya peserta didik akan mempelajari tentang konsep kebijakan pemerintahan kolonial. Para peserta didik lalu diminta membaca uraian tentang kebijakan pemerintah kolonial yang di dalamnya dibahas tentang kedatangan bangsa barat, kebijakan-kebijakan pemerintahan kolonial, dan perlawanan rakyat di berbagai daerah. Dalam diferensiasi progresif, para guru mengajarkan konsep-konsep yang paling inklusif, lalu yang kurang inklusif, lalu mengajarkan hal-hal yang khusus, seperti contoh-contoh kebijakan pemerintahan kolonial Belanda dan Inggris masa itu. Untuk menentukan mana konsep yang inklusif, dan tidak memang tidak mudah. Dibutuhkan analisis konsep-konsep dalam pengembangan kurikulum. Belajar superordinat terjadi, bila konsep-konsep yang dipelajari sebelumnya dikenal dari unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas, lebih inklusif. Untuk mencapai penyesuaian integratif, materi pelajaran hendaknya disusun sedemikian rupa menggerakkan tingkatan-tingkatan konseptual “atas ke bawah” selama informasi disajikan. Kebaikan Belajar BermaknaMenurut Ausubel dan Novak,[3] ada tiga kebaikan belajar bermakna, yaitu :
Langkah-Langkah BelajarMenurut Ausubel, ada enam langkah-langkah belajar bermakna, yaitu: Pertama, menentukan tujuan pembelajaran. Guru perlu menentukan tujuan yang akan dicapai dalam suatu pembelajaran. Kedua, melakukan identifikasi karakteristik peserta didik, misalnya kemampuan awal dan motivasi, gaya belajar. Karakteristik ini diperlukan agar para guru dapat memilih materi pelajaran yang sesuai. Ketiga, guru memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mengaturnya dalam bentuk konsep-konsep inti. Keempat, menentukan topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk pengorganisasian lebih lanjut yang akan dipelajari peserta didik itu. Kelima, mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk nyata/konkret, Keenam, Guru melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik.[4] Strategi Promosi Belajar BermaknaMenurut Joseph D. Noval, strategi yang dapat digunakan untuk mempromosikan belajar bermakna, yaitu peta konsep dan diagram Vee. [5] Referensi
|