Debus (seni)Debus (Bahasa Sunda: ᮓᮨᮘᮥᮞ᮪, Debus) adalah kesenian bela diri masyarakat Sunda Banten di Provinsi Banten.[1] Kesenian ini menyebar ke wilayah Parahyangan. Kesenian ini mempertunjukan kemampuan manusia yang kebal terhadap senjata tajam, air keras, dan lain-lain. Kesenian ini berawal pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin dari Banten pada abad ke-16 (1532-1570). Pada zaman Ageng Tirtayasa dari Banten (1651—1692), debus menjadi sebuah alat untuk memompa semangat juang rakyat Banten melawan penjajah Belanda pada masa itu. Kesenian debus saat ini merupakan kombinasi antara seni tari dan suara.[2] Jenis atraksi debusKesenian debus yang sering dipertontonkan di antaranya:
EtimologiDebus dalam bahasa Sunda berarti tembus juga dalam bahasa Arab berarti senjata tongkat besi dengan ujung runcing berhulu bundar. Bagi sebagian masyarakat awam kesenian debus memang terbilang sangat ekstrem. Pada masa sekarang, debus sebagai seni beladiri yang banyak dipertontonkan untuk acara kebudayaan ataupun upacara adat. SejarahDebus lebih dikenal sebagai kesenian asli masyarakat Banten yang berkembang sejak abad ke-18. Kesenian ini bermula sejak abad ke-16, pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin dari Banten (1532-1570) debus mulai dikenal masyarakat Banten sebagai salah satu cara penyebaran agama Islam. Namun ada juga yang menyebutkan debus berasal dari daerah Timur Tengah bernama Al-Madad yang diperkenalkan ke daerah Banten ini sebagai salah satu cara penyebaran Islam pada waktu itu. Yang lainnya menyebutkan bahwa debus berasal dari tarekat Rifa’iyah Nuruddin al-Raniri yang masuk ke Banten oleh para pengawal Cut Nyak Dien (1848—1908).[2][3][4] Referensi
Lihat pula
|