Diprotodon
Diprotodon adalah marsupial terbesar yang pernah ada. Diprotodon disebut sebagai megafauna Australia, keberadaannya sekitar 1.6 juta tahun yang lalu sampai 40.000 tahun yang lalu. Genusnya sekarang dianggap monotipik, mengandung hanya Diprotodon optatum, marsupialia terbesar yang pernah diketahui.[1] Kata diprotodon dirancang dari kata dalam bahasa Yunani Kuno untuk 'dua gigi depan'.[2] Diprotodon sudah ada dari sekitar 1.6 juta tahun yang lalu sampai kepunahannya sekitar 44,000 tahun yang lalu.[3] Fosil Diprotodon spp. telah ditemui di berbagai tempat di Australia.[a] Lebih dari satu tulang betina telah ditemukan dengan bayi berada di kantungnya. UkuranDiprotodon adalah binatang berkantung terbesar di Bumi. Panjangnya bisa mencapai 3 meter dengan berat maksimal sekitar 900 kilogram dan panjang tengkorak mencapai 50 cm. Diprotodon sangat besar dan kemungkinan hidup dalam kawanan, namun masih menjadi mangsa bagi karnivora perkasa seperti Megalania atau Thylacoleo. MakananDiprotodon, seperti juga megaherbivora lainnya seperti gajah afrika, membatasi penyebaran hutan dan tanaman berkayu. Analisa karbon isotop memperlihatkan bahwa Diprotodon mengkonsumsi variasi makanan yang begitu luas, mulai dari pepohonan, semak belukar, hingga rerumputan. MitologiSaat pertama kali fosil diprotodon ditemukan, tidak ada definisi jelas hewan apa yang telah ditemukan, karena memang tidak ada ilmuwan yang secara serius mempelajari kehidupan yang pernah ada di benua ini. Penduduk lokal mengira ini adalah fosil sejenis badak arau gajah. Pendatang Eropa, seperti Reverend John Dunmore Lang, menghubungkan penemuan fosil ini dengan narasi banjir besar di Alkitab. Penduduk asli Aborigin juga mengkreasikan diprotodon sebagai bagian dari ajaran agama mereka, dengan menganggapnya sebagai bunyip, monster pemakan daging yang hidup di danau. Banyak ahli etnologi dan palaentologi pada saat itu yang mempercayai bahwa bunyip adalah ingatan kolektif suku asli mengenai makhluk raksasa yang kadang merambah wilayah rawa, walaupun belum diketahui pasti apakah diprotodon dan megafauna lainnya masih hidup saat Bangsa Eropa mulai mendatangi Australia. Investigasi saintifik mengenai makhluk bunyip mulai mendapat penentangan setelah tengkorak yang diperkirakan sebagai peninggalan bunyip membuat heboh pada tahun 1846 dan dipamerkan di Museum Australia. Tahun berikutnya, Owen menemukan bahwa tengkorak itu sebenarnya milik anak kuda. Ia heran melihat kalangan ilmuwan sains Australia yang mulai berkembang, bisa menghasilkan kekeliruan yang begitu fatal. KepunahanSebagai bagian dari peristiwa kepunahan pada periode Kuarter, diprotodon menjadi bagian dari sekumpulan binatang di darat yang menjadi punah. Penyebab dan waktu terjadinya tidak terlalu jelas karena sulitnya meemperkirakan usia dari fosil yang ditemukan. Biasanya kepunahan ini diperkirakan karena perubahan iklim maupun perburuan berlebihan oleh manusia pendatang, dalam hal ini Suku Aborigin pertama. Tahun 2001, palaentologis Richard Roberts dan rekan-rekannya menentukan umur dari 28 fosil utama yang ditemukan di sepanjang Australia, sehingga bisa sedikit memperjelas penyebab kepunahan mereka. Kebanyakan kepunahan terjadi 80 ribu tahun lalu, kecuali diprotodon, wombat raksasa, Thylacoleo, dan kangguru muka pendek Procoptodon, Protemnodon, dan Simosthenurus yang ditentukan berasal dari 47 hingga 46 ribu tahun lalu. Sehingga bisa diperkirakan peristiwa kepunahan massal ini terjadi antara 50 hingga 41 ribu tahun lalu. Pada tahun 2005, ahli geologi Gifford Miller menemukan bahwa penggunaan api menjadi umum pada 45 ribu tahun lalu. Praktik penggunaan api dalam pembukaan lahan dengan pembakaran terbatas ditemukan pada petani dari Suku Aborigin untuk bisa mendapatkan lahan pertanian yang luas dan produktif. Miller berpendapat hal ini secara radikal mengubah lanskap vehetasi dan menyebabkan berkembangnya ekosistem yang lebih tahan api, dengan konsekuensi tertekannya populasi megafauna yang lebih dulu ada. Sebaliknya, menurunnya populasi megafauna juga menyebabkan berkurangnya konsumsi tumbuhan, sehingga bahan bakar api pun menjadi bertumpuk, sehingga memancing lebih banyak kebakaran. Penggambaran di dinding guaSuku Aborigin memiliki kebiasaan menggambar di dinding gua, namun seringkali subjek yang digambar tidak terlalu jelas bentuknya. Tahun 1907, antropologis Herbert Basedow menemukan peninggalan petroglif jejak kaki di Yunta Springs dan Wilkindinna, Australia Selatan, yang ia percayai merupakan jejak Diprotodon. Tahun 1988, sejarahwan Australia Percy Trezise mempresentasikan apa yang ia anggap merupakan penggambaran Quinkan dari Diprotodon di Kongres Pertama Australian Rock Art Research Association. Keduanya klaim ini memiliki kelemahanan, yaitu inkonsistensi dengan anggota tubuh Diptorodon yang banyak dikenal. Tidak seperti karya seni di Eropa yang lebih realistis, karya seni Suku Aborigin lebih abstrak dan sulit diinterpretasi. Apa yang digambarkan bisa jadi pengalaman mistis di dalam mimpi ketimbang apa yang dilihat di dunia nyata. Referensi
Pranala luar
|