Efek Dunning–Kruger
Efek Dunning–Kruger adalah suatu bias kognitif ketika seseorang yang tidak memiliki kemampuan mengalami superioritas ilusif, artinya ia merasa kemampuannya lebih hebat daripada orang lain pada umumnya. Bias ini diakibatkan oleh ketidakmampuan orang tersebut secara metakognitif untuk mengetahui segala kekurangannya, biasanya orang tersebut cenderung memiliki watak keras kepala, merasa tahu, merasa jago, dan merasa pintar, merasa pendapatnya paling benar dan tidak pernah mau mendengarkan pendapat orang lain.[1] Kompetensi yang nyata bisa melemahkan kepercayaan diri, karena orang-orang yang kompeten bisa saja salah mengira bahwa orang lain memiliki pemahaman yang sama. David Dunning dan Justin Kruger dari Universitas Cornell menyimpulkan bahwa, "kesalahan dalam menilai orang yang inkompeten berawal dari kesalahan menilai diri sendiri, sedangkan kesalahan dalam menilai orang yang sangat kompeten berawal dari kesalahan menilai orang lain".[2] DefinisiEfek Dunning–Kruger didefinisikan sebagai kecenderungan orang-orang dengan kemampuan rendah di bidang tertentu untuk memberikan penilaian yang terlalu positif terhadap kemampuan pada dirinya sendiri.[3][4][5] Efek ini dianggap sebagai bias kognitif, yang mana bias biasanya didefinisikan sebagai kecenderungan sistematis seseorang untuk memiliki suatu pemikiran atau penilaian yang keliru.[6][7][8] Secara umum, sesuatu pemikiran yang dianggap keliru dapat disebut sebagai bias karena kesalahan berpikir tersebut dilakukan secara konsisten dalam situasi yang berbeda.[7] Sesuatu juga dapat disebut bias karena ia menyangkut disposisi tertentu yang dapat diamati dalam kelompok orang meski tidak selalu diwujudkan dalam setiap situasi.[6][7] Dalam kasus efek Dunning-Kruger, bias ini berlaku terutama untuk orang-orang dengan keterampilan rendah dalam bidang tertentu yang mencoba mengevaluasi kompetensi mereka dalam bidang tersebut. Kesalahan sistematis yang dilakukan dapat menyangkut kecenderungan orang-orang yang berkemampuan rendah tersebut untuk melebih-lebihkan kompetensi mereka atau menganggap diri mereka lebih terampil daripada orang lain.[6] Beberapa peneliti menekankan komponen metakognisi dalam definisi efek Dunning-Kruger yang mereka ajukan.[9][10] Menurut para peneliti tersebut, efek Dunning-Kruger adalah sebuah efek yang mana mereka yang tidak kompeten di bidang tertentu cenderung mengabaikan ketidakmampuan mereka. Hal ini disebabkan karena mereka tidak memiliki kemampuan metakognisi untuk menyadari ketidakmampuan mereka.[6][11] Definisi ini cocok untuk penjelasan sederhana tentang efek tersebut. Seseorang dapat dikatakan tidak kompeten apabila ia tidak bisa membedakan antara kemampuan dan ketidakmampuan itu sendiri. Itulah sebabnya sulit bagi orang yang tidak kompeten untuk mengenali ketidakmampuan mereka.[6][11] Ketidakmampuan ini kadang-kadang disebut sebagai "beban ganda" karena adanya dua beban yang muncul secara berpasangan, yaitu kurangnya keterampilan dan ketidaktahuan akan kekurangannya tersebut.[12] Tetapi, sebagian besar definisi dari efek ini seringkali berfokus pada kecenderungan untuk melebih-lebihkan kemampuan seseorang serta hubungannya dengan metakognisi.[6][12] Perbedaan ini cukup penting karena penjelasan meta-kognitif seringkali bersifat kontroversial dan berbagai kritik terhadap efek Dunning-Kruger menargetkan penjelasan dari metakognisi tetapi bukan efek itu sendiri ketika efek tersebut didefinisikan dalam arti sempit.[3][12] Efek Dunning–Kruger biasanya didefinisikan secara khusus hanya untuk penilaian diri dari orang-orang dengan tingkat kompetensi yang rendah.[6][11][12] Tetapi beberapa definisi yang diajukan tidak membatasi efek ini pada bias orang-orang dengan keterampilan rendah. Terkadang yang terjadi adalah sebaliknya, definisi tersebut menganggap efek ini sebagai evaluasi diri yang keliru ketika menilai keterampilan yang berbeda.[13] Efek ini terkadang diklaim dapat meliputi orang dengan keterampilan tinggi yang salah menilai keterampilan yang tidak dia kuasai secara khusus.[3][5][12] Dalam pandangan ini, efek Dunning-Kruger juga menyangkut kecenderungan orang yang sangat terampil untuk meremehkan kemampuan mereka sendiri terhadap kemampuan orang lain. Tetapi pandangan ini kemudian diperdebatkan karena sumber dari bias tersebut bukanlah berasal dari penilaian diri sendiri atas keterampilan yang dimiliki, tetapi karena penilaian yang terlalu positif terhadap keterampilan orang lain.[3] Fenomena tersebut kemudian dikategorikan sebagai bentuk dari efek konsensus palsu.[3][12] Pengakuan populer"The Dunning–Kruger Song" menjadi bagian dari The Incompetence Opera,[14] yaitu sebuah mini-opera yang ditayangkan perdana pada upacara Hadiah Nobel Ig pada tahun 2017.[15] Mini-opera tersebut kemudian disebut sebagai "pertemuan musik dengan prinsip Peter dan Efek Dunning–Kruger".[16] PenelitianFenomena ini pertama kali diuji melalui serangkaian eksperimen oleh Dunning dan Kruger.[2][17] Dunning dan Kruger menulis bahwa studi-studi sebelumnya menyatakan bahwa ketidaktahuan akan standar kinerja adalah penyebab sedikitnya kompetensi yang ada. Pola ini muncul dalam penelitian kemampuan yang mencakup pemahaman membaca, pengoperasian kendaraan bermotor, dan bermain catur atau tenis. Dunning dan Kruger menyatakan bahwa untuk kemampuan tertentu, orang-orang yang inkompeten:
Dunning membuat sebuah analogi ("anosognosia kehidupan sehari-hari")[1][18] disertai kondisi ketika seseorang yang menderita keterbatasan fisik akibat cedera otak tampaknya tidak sadar atau menolak keberadaan keterbatasan tersebut, bahkan meski mereka menderita tunanetra atau kelumpuhan. PenghargaanDunning dan Kruger dianugerahi Hadiah Ig Nobel untuk kategori Psikologi pada tahun 2000 atas penelitiannya berjudul Unskilled and Unaware of It: How Difficulties in Recognizing One's Own Incompetence Lead to Inflated Self-Assessments.[19][20] Rujukan sejarahMeski efek Dunning–Kruger dipaparkan pada tahun 1999, Dunning dan Kruger telah mengetahui adanya pandangan serupa dari para filsuf dan ilmuwan, termasuk Konfusius ("Pengetahuan sejati berguna untuk mengetahui tingkat ketidaktahuan seseorang."),[17] Bertrand Russell ("Satu hal yang paling mengecewakan saat ini adalah orang-orang yang merasa yakin sebenarnya tidak tahu apa-apa dan orang-orang yang punya imajinasi dan pemahaman justru penuh keraguan dan rasa bimbang"),[21] dan Charles Darwin, yang dikutip di makalah mereka ("Ketidaktahuanlah yang cenderung menghasilkan kepercayaan diri, bukan pengetahuan").[2] Geraint Fuller mengatakan bahwa Shakespeare pernah menyatakan sentimen serupa di As You Like It ("Orang bodoh merasa dirinya bijak, tetapi orang bijak merasa dirinya bodoh." (V.i)).[22] Referensi
|