EksorsismeEksorsisme (dari Bahasa Latin akhir exorcismus, yang berasal dari Bahasa Yunani exorkizein - mendesak) adalah sebuah praktik untuk mengusir setan atau makhluk halus (roh) jahat lainnya dari seseorang atau suatu tempat yang dipercaya sedang kerasukan setan. Praktik ini sudah cukup tua dan menjadi bagian dari sistem kepercayaan (agama) di berbagai negara. Orang yang melakukan eksorsisme, dikenal dengan sebutan eksorsis, sering kali adalah seorang rohaniwan atau seseorang yang dipercaya memiliki kekuatan atau kemampuan khusus. Eksorsis bisa menggunakan doa-doa dan hal-hal religius lainnya, seperti mantra, gerak-gerik, simbol, gambar/patung orang suci, jimat, dan yang lainnya. Sang eksorsis sering kali memohon bantuan Tuhan, Yesus dan/atau beberapa malaikat dan malaikat agung lainnya untuk ikut campur di dalam eksorsisme. Secara umum, orang yang sedang kerasukan setan tidak dianggap sebagai setan itu sendiri, termasuk juga sama sekali tidak bertanggung-jawab akan tindakan orang itu sendiri. Oleh karena itu, para pelakunya menganggap eksorsisme lebih sebagai suatu penyembuhan daripada suatu hukuman. Ritual-ritual yang umum akan hal ini biasanya memperhatikan unsur tersebut, memastikan bahwa tidak akan terjadi kekerasan terhadap diri orang yang kerasukan itu. Apabila ada potensi terjadinya kekerasan, maka orang yang sedang kerasukan itu biasanya hanya direbahkan dan diikat.[1] SejarahKonsep kerasukan setan atau roh jahat dan praktik eksorsisme telah berusia sangat tua dan tersebar dimana-mana, dan mungkin berasal dari berbagai kepercayaan perdukunan prasejarah. Kitab Perjanjian Baru Kristiani mengikut-sertakan eksorsisme di antara keajaiban-keajaiban yang dilakukan oleh Yesus. Karena hal ini, kerasukan setan ada dalam sistem kepercayaan Kristiani semenjak agama ini lahir, dan eksorsisme masih merupakan praktik yang dikenal di dalam agama Katolik, Ortodoks Timur dan beberapa denominasi Protestan. Gereja Inggris juga memiliki seorang eksorsis resmi di tiap keuskupannya.[2] Setelah Masa Pencerahan, praktik eksorsisme semakin berkurang nilai pentingnya bagi kebanyakan kelompok religius dan penggunaannya semakin berkurang, terutama di masyarakat Barat. Secara umum, pada abad ke-20, penggunaannya kebanyakan ditemukan di Eropa Timur dan Afrika, dengan beberapa kasus memperoleh peliputan media massa; kasus Anneliese Michel mungkin merupakan kasus yang paling terbaru daripadanya. Hal ini terjadi terutama karena berkembangnya penelitian di bidang psikologi dan di bidang fungsi dan struktur otak manusia. Banyak kasus yang dulunya dianggap perlu untuk eksorsisme sering kali akhirnya dapat dijelaskan sebagai penyakit mental dan oleh karenanya ditangani sesuai dengan hal tersebut. Namun pada tahun 1973 film The Exorcist dirilis dan pemikiran akan eksorsisme langsung menyeruak ke permukaan. Setelah dirilisnya film ini, tanggapan yang sangat luas datang dari publik Amerika Serikat dan Eropa, dan kepercayaan akan kerasukan setan dan eksorsisme mendapatkan tempat di tengah-tengah masyarakat modern. Kepercayaan mengenai keabsahan praktik ini tidak lagi menjadi pemikiran yang radikal, dan mulai diterima secara luas.[3] KristianiDi dalam agama Kristiani, eksorsisme dilakukan dengan menggunakan "kuasa Kristus" atau "dalam nama Yesus". Hal ini berdasar pada kepercayaan bahwa Yesus memerintahkan para pengikutnya untuk mengusir roh-roh jahat dalam nama-Nya (Injil Matius 10:1; 10:8; Injil Markus 6:7; Injil Lukas 9:1; 10:17; Injil Markus 16:17). Menurut artikel Catholic Encyclopedia mengenai eksorsisme: Yesus mengusir setan sebagai sebuah tanda akan Kuasa Penyelamatan-Nya dan memberikan kuasa itu kepada para murid-Nya untuk melakukan hal yang sama.[4] Artikel Jewish Encyclopedia mengenai Yesus menyatakan bahwa Yesus "terutama rajin untuk mengusir setan" dan juga percaya bahwa Ia memberikan kuasa ini kepada para pengikut-Nya; namun, Ia lebih berkuasa daripada mereka di dalam eksorsisme".[5] Murid-murid Yesus mampu mengusir setan dalam nama Yesus.[6] Selain dua belas murid Yesus yang pertama, Yesus juga mengutus 70 murid lain untuk mengabarkan Injil dan memberi mereka kuasa untuk melakukan penyembuhan termasuk mengusir roh-roh jahat.[7] Di samping murid-murid yang langsung dipilih oleh Yesus tersebut, orang-orang yang menjadi murid setelah Yesus naik ke sorga juga mempunyai kuasa, misalnya: Filipus, salah satu dari tujuh diaken.[8] Paulus, yang tidak termasuk dua belas murid yang pertama, tujuh puluh murid maupun diaken, juga mendapat kuasa untuk mengusir setan dalam nama Yesus.[9] Pada waktu Yesus masih bersama kedua belas murid, ada jenis yang tidak dapat diusir oleh para murid,[10] tetapi dapat diusir oleh Yesus, yang kemudian menyatakan bahwa para murid itu kurang percaya[11] dan juga "jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa."[12] (ditambah "dan berpuasa" dalam Injil Matius).[13] Yesus memperingatkan bahwa roh jahat yang sudah diusir masih dapat kembali merasuki orang yang sudah disembuhkan.[14] Dalam Injil Markus dan Injil Lukas tercatat pula peristiwa di mana ada seorang yang bukan murid Yesus mengusir setan dalam nama Yesus. Murid Yesus mencegah orang itu melakukan perbuatan itu karena orang tersebut bukan murid Yesus. Tetapi kata Yesus: "Jangan kamu cegah dia! Sebab tidak seorang pun yang telah mengadakan mujizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita."[15] Namun, Yesus juga memperingatkan bahwa orang yang dapat mengusir setan demi nama Yesus, otomatis tidak dapat masuk Kerajaan Allah, kalau berbuat kejahatan.[16] Kepada murid-murid yang bangga karena mampu mengusir setan demi nama-Nya, Yesus mengingatkan agar "janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga."[17] Dalam Kisah Para Rasul tercatat ada "beberapa tukang jampi Yahudi, yang berjalan keliling" di wilayah sekitar Efesus "mencoba menyebut nama Tuhan Yesus atas mereka yang kerasukan roh jahat dengan berseru, katanya: "Aku menyumpahi kamu demi nama Yesus yang diberitakan oleh Paulus." Tetapi mereka malah dikalahkan dan dianiaya oleh roh jahat itu.[18] Di zaman Yesus, sumber-sumber Yahudi yang non-Perjanjian Baru menyatakan bahwa eksorsisme dilakukan dengan cara memberikan obat-obatan dengan campuran sari akar yang beracun atau sari-sari lainnya lewat upacara kurban.(Josephus, "B. J." vii. 6, § 3; Sanh. 65b). Tulisan-tulisan ini tidak menceritakan Yesus sebagai seorang eksorsis, namun menyebutkan bahwa praktik eksorsisme dilakukan oleh sekte Essene dari agama Yahudi (Gulungan Laut Mati di Qumran). KatolikMenurut Katekismus Gereja Katolik (KGK) 1673, eksorsisme dilakukan untuk mengusir setan atau untuk membebaskan seseorang dari pengaruh setan melalui kewenangan rohani yang Yesus percayakan kepada Gereja-Nya.[19] Dalam agama Katolik, eksorsisme merupakan sakramentali, suatu ritual yang tidak termasuk sakramen. Tidak seperti suatu sakramen, "integritas dan keberhasilan eksorsisme tidak bergantung pada penggunaan ucapan-ucapan yang kaku dan tepat, ataupun tata cara tindakan yang dilakukan dengan urut dan tepat. Keberhasilannya bergantung pada dua unsur: pemberian hak dari kuasa Gereja yang sah dan sesuai hukum, dan iman sang eksorsis".[20] Namun daripada itu, eksorsisme Katolik masihlah merupakan salah satu ritual eksorsisme yang paling kaku dan terorganisasi dengan ketat daripada ritual yang lainnya. Eksorsisme, menurut Hukum Kanon Gereja Katolik, hanya bisa dilaksanakan oleh seorang imam yang telah ditahbiskan (atau yang lebih tinggi jabatan gerejawinya) dengan izin resmi dari uskup setempat, dan hanya dilakukan setelah adanya sebuah pemeriksaan medis (terutama oleh psikiater) untuk menghilangkan kemungkinan bahwa yang terjadi adalah penyakit mental. Hal senada tertulis juga dalam KGK, yang menyatakan bahwa "eksorsisme serius" atau "eksorsisme besar" hanya boleh dilakukan oleh seorang imam dan atas izin uskup, dilakukan dengan bijaksana dan berpegang teguh pada aturan-aturan yang telah ditetapkan Gereja.[19] KGK juga menuliskan bahwa dalam pembaptisan sebenarnya dilakukan suatu eksorsisme 'sederhana',[19] dan seorang yang dibaptis berpartisipasi dengan tegas dan sadar menolak setan melalui janji baptisnya.[21] Catholic Encyclopedia (1908) menuliskan: "Takhyul seharusnya tidak dicampur-adukkan dengan agama, sebanyak apapun sejarah mereka mungkin pernah bersentuhan, demikian juga sihir, seputih apapun bentuknya, untuk dicampur-adukkan dengan ritus religius yang benar". Hal-hal yang tercantum di dalam Ritus Romawi sebagai petunjuk adanya kemungkinan kerasukan setan diantaranya adalah: berbicara dalam bahasa asing atau kuno yang tidak diketahui oleh orang yang kerasukan setan sebelumnya; kemampuan dan kekuatan supernatural; pengetahuan akan hal-hal yang tersembunyi atau yang terletak jauh dimana orang yang kerasukan tidak mungkin tahu, kebencian akan segala sesuatu yang suci, penghinaan kepada Tuhan yang luar biasa, atau penghujatan terhadap segala sesuatu yang suci dan berhubungan dengan Tuhan. Gereja Katolik mengubah Ritus Eksorsisme pada bulan Januari 1999, walaupun Ritus Eksorsisme tradisional dalam Bahasa Latin tetap diperbolehkan sebagai suatu pilihan. Orang yang kerasukan dianggap tetap memiliki kehendak bebas-nya walaupun setan mungkin telah menguasai tubuh mereka. Sehingga tindakan eksorsisme dianggap sebagai suatu tugas rohani yang berbahaya, dan perlu melibatkan doa, berkat, dan seruan sesuai panduan resmi dalam buku De Exorcismis et Supplicationibus Quibusdam (Mengenai Eksorsisme dan Permohonan-permohonan Tertentu) —untuk penggunaan khusus dalam Ritus Latin. Ucapan-ucapan ritual eksorsisme lainnya yang pernah digunakan pada masa lalu diantaranya adalah Vade retro satana dari kaum Benediktin. Di zaman modern, Gereja Katolik sangat jarang memberikan izin untuk melakukan eksorsisme, dengan lebih menelaah kasus-kasus yang berpotensi dengan anggapan bahwa penyakit mental atau fisik yang sebenarnya terjadi. Dalam kasus ringan, doa Litani Santo Mikhael dapat digunakan oleh siapa pun sebagai doa permohonan kepada Allah melalui perantaraan malaikat agung St Mikael. Beberapa eksorsisme terkenalSalvador Dalí konon pernah menerima eksorsisme dari seorang biarawan Italia, Gabriele Maria Berardi, saat ia masih tinggal di Prancis tahun 1947. Dali menciptakan sebuah patung Kristus di atas sebuah salib yang ia berikan kepada biarawan tersebut sebagai tanda terima kasih.[22] Anneliese Michel adalah seorang wanita Katolik dari Jerman yang dipercaya kerasukan oleh enam, mungkin lebih, setan dan yang kemudian menjalani eksorsisme pada tahun 1975. Dua film, The Exorcism of Emily Rose dan Requiem dibuat berdasarkan inspirasi cerita Anneliese ini. Seorang bocah laki-laki dengan nama samaran "Roland Doe" menjadi subyek eksorsisme pada tahun 1949, yang kemudian menjadi tema dari The Exorcist, sebuah novel horor dan kemudian menjadi film yang ditulis oleh William Peter Blatty. Blatty mendengar kasus ini di dalam salah satu kelasnya tahun 1950 ketika ia masih menjadi seorang mahasiswa di Universitas Georgetown. Eksorsisme ini sebagian dilakukan di kota Cottage City, Maryland, dan di kota Bel-Nor, Missouri[23] oleh Romo William S. Bowdern, S.J. dan seorang akademiah Yesuit Romo Walter Halloran, S.J.[24] Pandangan ilmiahRitual Katolik Roma mengenai eksorsisme menelaah subyeknya dengan suatu prosedur yang menganggap adanya sakit mental atau fisik dalam kasus-kasus yang diajukan, dan meminta kepastian dari para pekerja profesional di bidang medis dan kesehatan mental bahwa tidak ada penyebab fisik atau mental dari terjadinya kasus-kasus tersebut sebelum diizinkannya pelaksanaan ritual eksorsisme. Ketika semua kemungkinan sekecil apapun yang dapat menyembuhkan kasus-kasus tersebut tidak ada lagi, maka kasus-kasus ini diperlakukan sebagai kasus-kasus kerasukan setan jahat. Kerasukan setan bukanlah sebuah diagnosa psikiatris atau medis yang sah yang diakui baik oleh Buku Panduan Diagnosa dan Statistik Penyimpangan-penyimpangan Mental (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders/DSM-IV) maupun Klasifikasi Statistik Internasional mengenai Penyakit dan Masalah-masalah Kesehatan yang berhubungan dengannya (International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems/ICD-10). Pihak-pihak yang mengaku percaya pada kerasukan setan kadang-kadang menganggap gejala-gejala yang berhubungan dengan penyakit mental seperti histeria, mania, psikosis, sindrom Tourette, epilepsi, schizophrenia atau penyimpangan identitas terpisah (dissociative identity disorder) sebagai sumber kerasukan setan.[25][26][27] Dalam kasus-kasus dissociative identity disorder dimana kepribadian yang lain ditanya siapa dirinya, dilaporkan bahwa 29% diantaranya mengidentifikasi diri mereka sendiri sebagai setan.[28] Selain itu, terdapat juga sebuah bentuk dari monomania bernama demonomania atau demonopathy dimana sang pasien percaya bahwa dirinya dirasuki oleh satu atau lebih roh jahat. Fakta bahwa eksorsisme berhasil bekerja pada orang-orang yang mengalami gejala-gejala kerasukan setan dihubungkan dengan pengaruh placebo dan kekuatan sugesti.[29] Beberapa orang yang terlihat kerasukan setan sebenarnya adalah kaum narsis atau yang mengalami rasa percaya diri yang sangat rendah yang kemudian berpura-pura menjadi orang yang kerasukan setan untuk memperoleh perhatian orang lain.[25] Eksorsisme dalam Kebudayaan PopularEksorsisme telah menjadi sebuah topik popular dalam dunia fiksi, terutama fiksi horor.
Referensi
Bacaan lanjutan
Pranala luar
|