Imperium KebebasanImperium Kebebasan (bahasa Inggris: Empire of Liberty) adalah paham yang pertama kali dikembangkan oleh Thomas Jefferson bahwa Amerika Serikat bertanggung jawab menyebarkan kebebasan ke seluruh dunia. Jefferson memandang misi Amerika Serikat adalah memberi contoh, memperluas wilayahnya ke Amerika Utara barat, dan melakukan intervensi di luar negeri. Pendukung-pendukung ternama paham ini adalah Abraham Lincoln (dalam Pidato Gettysburg), Theodore Roosevelt, Woodrow Wilson (dan "Wilsonianisme"), Franklin D. Roosevelt, Harry Truman, Ronald Reagan, Bill Clinton,[1] dan George W. Bush. Dalam sejarah kebijakan luar negeri Amerika Serikat, Imperium Kebebasan menjadi motivasi untuk terlibat dalam Perang Spanyol–Amerika Serikat (1898),[2] Perang Dunia I (1917),[3] paruh akhir Perang Dunia II (1941), Perang Dingin (1947–91), dan Perang Melawan Teror (2001–sekarang).[4] JeffersonJefferson memakai istilah "Imperium Kebebasan" pada tahun 1780 ketika Revolusi Amerika Serikat masih berlangsung. Tujuannya adalah mendirikan imperium kebebasan yang dapat menghentikan perluasan Imperium Britania, negara yang ia benci dan takuti:
Jefferson membayangkan suatu "Imperium" yang membentang ke Barat di benua Amerika. Perluasan ini dianggap penting bagi masa depan Amerika Serikat. Pada masa pemerintahannya, perluasan ini dicapai melalui pembelian Teritori Louisiana dari Prancis tahun 1803 yang nyaris menggandakan luas Republik Amerika Serikat dan menghapus halangan terbesar bagi ekspansi ke barat. Katanya, "sebenarnya tujuan saya menggandakan luas wilayah kita adalah memperluas cakupan pemerintahan yang sebebas dan sekaya kita dan menjadi prestasi bagi masyarakat yang bahagia di masa depan".[6] Akan tetapi, ini bukan berarti politiknya bersatu. Kata Jefferson, "Baik itu satu konfederasi atau dua konfederasi, Atlantik dan Mississippi, kebahagiaan tetap lebih penting bagi masyarakat di kedua belah pihak."[7] Namun demikian, Jefferson beberapa kali menekankan integritas wilayah Amerika Serikat. Pada tahun 1809, Jefferson menulis kepada penggantinya, James Madison:
Bahkan menjelang kematiannya, Jefferson percaya bahwa Imperium ini tidak boleh berhenti memperluas diri. Ia menulis, "tidak ada yang tahu kapan kemajuan ini akan berhenti. Sementara itu, barbarisme semakin lemah dan tergantikan secara perlahan; dan seiring waktu berlalu, saya yakin [barbarisme] akan lenyap dari muka bumi".[8] Doktrin MonroeDoktrin Monroe, inisiatif kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang diperkenalkan tahun 1923 menyatakan bahwa upaya negara-negara Eropa untuk mendirikan koloni atau ikut campur dalam urusan dalam negeri benua Amerika akan dipandang sebagai tindakan agresi yang memerlukan intervensi Amerika Serikat. Tujuannya adalah membangun Dunia Baru yang memungkinkan adanya kebebasan dan republikanisme ala Amerika Serikat serta mencegah pertumbuhan wilayah jajahan Eropa di Dunia Baru. Doktrin Monroe dikeluarkan sebagai tanggapan atas pendudukan Meksiko oleh Prancis (1860-an) dan Kekaisaran Jerman (lihat Telegram Zimmermann) tahun 1917. Setelah 1960, Doktrin Monroe digunakan untuk mengusir paham komunisme dari Kuba era Castro. Ronald Reagan menegaskan pentingnya menghentikan laju Komunisme di Nikaragua dan Grenada. Reformasi duniaAktivis agama Protestan dan Katolik Amerika Serikat mulai berkelana menjadi misionaris di daerah-daerah "pagan" pada tahun 1820-an dan memperluas operasinya ke seluruh dunia pada akhir abad ke-19.[9] Negara-negara Eropa (khususnya Britania, Prancis, dan Jerman) juga memiliki program misionaris. Bangsa Eropa lebih berfokus pada imperiumnya sendiri.[10] Bangsa Amerika Serikat pergi ke mana saja tanpa bantuan pemerintah. Young Men's Christian Association (YMCA) dan Young Women's Christian Association (YWCA) merupakan dua dari beberapa kelompok yang terlibat dalam aktivitas misionaris. Kelompok lainnya adalah gerakan relawan pelajar dan King's Daughters. Di kalangan Katolik, tiga organisasi Maryknoll aktif di Cina, Afrika, dan Amerika Latin.[11] Organisasi reformasi agama turut menyebarkan kehidupan modern dan berusaha melawan dampak negatif kebodohan, penyakit, opium, dan alkohol. Misalnya, World's Woman's Christian Temperance Union (WWCTU), organisasi pecahan WCTU, memiliki alasan agama yang kuat dan komitmen terhadap upaya internasional dalam menghentikan perdagangan minuman beralkohol.[12] Pada tahun 1930-an, kelompok-kelompok Protestan yang lebih evangelis semakin menggencarkan program-program mereka, tetapi kelompok Protestan yang lebih liberal memikirkan ulang aktivitas mereka, apalagi setelah gagalnya larangan minuman beralkohol di Amerika Serikat membuat mereka meragukan mudahnya mereformasi dunia.[13] Dimensi lainDimensi ekonomi Imperium Kebebasan meliputi sosialisasi metode manajemen Amerika Serikat (seperti Taylorisasi, Fordisme, dan jalur perakitan), teknologi, dan budaya masyarakat seperti film.[14] Pada tahun 1930-an, Kongres mengesahkan Undang-Undang Netralitas yang bertujuan menghindari konflik dengan negara lain. Amerika Serikat terlibat dalam Perang Dunia II dua tahun setelah pecah. Penulis di sayap kiri sering mengkritik anti-imperialisme menggunakan label American Empire (Imperium Amerika) secara negatif. Noam Chomsky dan Chalmers Johnson merupakan penulis anti-imperialis ternama.[15] Menurut mereka, imperium Amerika mewakili perangai setan sekaligus sesuatu (imperialisme) yang sepatutnya dilawan oleh "Imperium Kebebasan". Mereka menyarankan agar imperium ini dibubarkan.[16] Penyair dan novelis Puerto Riko, Giannina Braschi, menulis di "United States of Banana" (2011) bahwa runtuhnya World Trade Center adalah akhir dari Imperium Amerika dan penjajahannya atas Puerto Riko.[17] Lihat pulaReferensi
Bacaan lanjutan
|