Insiden Jasic
Insiden Jasic (Hanzi: 佳士事件; Pinyin: Jiāshì shìjiàn Sengketa perburuhan) adalah perselisihan para buruh yang terjadi di Distrik Pingshan, Shenzhen, provinsi Guangdong, Republik Rakyat Tiongkok antara penyelenggara perburuhan dengan pihak berwenang yang berlangsung dari Juli hingga Agustus 2018.[5] Perselisihan ini berawal pada 27 Juli 2018 ketika sekelompok pekerja di Jasic Technology Co., Ltd., yang tidak puas dengan kondisi kerja yang buruk, upah yang rendah dan sif kerja yang panjang, berupaya untuk membentuk serikat pekerja.[6] Alih-alih memperhatikan petisi para pekerja tersebut, perusahaan menanggapinya dengan memecat para pekerja. Hal ini memicu gelombang protes selama berminggu-minggu oleh para pekerja pabrik di Shenzhen, serta mahasiswa anggota Kelompok Solidaritas Pekerja Jasic dan simpatisan-simpatisan lainnya. Protes tersebut terdiri dari demonstrasi publik dan pemogokan para buruh yang sebagian besar digambarkan memiliki sifat Marxisme[7] dan Maoisme.[8] Latar belakangJasic Technology Co., Ltd. didirikan pada 2005 dan terdaftar di Bursa Efek Shenzhen, perusahaan ini utamanya bergerak dalam bidang pengelasan dan memproduksi berbagai produk hasil pengelasan.[9][10] Jasic memiliki pabrik di Shenzhen, Chongqing, Chengdu dan lokasi lainnya, termasuk pabrik Shenzhen yang mempekerjakan sekitar 1.000 orang. Direktur utama dijabat oleh Pan Lei bersama Direktur keuangan Xia Ruyi dan sekretaris Rui Li.[11] Media AsiaNews melaporkan bahwa para pekerja mengeluhkan kondisi kerja di pabrik tersebut yang sangat buruk, ditambah pemotongan upah dan dana jaminan sosial serta pemotongan tunjangan perumahan dan perlakuan perusahaan terhadap para pekerja yang diperlakukan "seperti budak".[12] Dengan diperkenalkannya reformasi kapitalis oleh Deng Xiaoping, banyak pendukung garis keras partai dan penganut Maoisme yang mengkritik reformasi tersebut dengan menyebutnya sebagai "revisionis" dan anti-sosialis. Pada umumnya, para mahasiswa mendukung adanya reformasi pasca-peristiwa unjuk rasa Tiananmen 1989, tetapi ketika pertumbuhan ekonomi stagnan dan kesenjangan pendapatan per kapita meningkat di Tiongkok, banyak dari para mahasiswa tersebut yang menunjukkan minatnya terhadap politik kiri jauh, khususnya Marxisme dan Maoisme. Para pengunjuk rasa menyatakan bahwa mereka utamanya dipengaruhi oleh Gerakan Empat Mei tahun 1919.[13] RincianKerusuhan pekerjaMeskipun banyak undang-undang tingkat nasional yang bertujuan untuk melindungi hak-hak buruh telah ditetapkan sejak tahun 2000, hak-hak para pekerja di Tiongkok masih tetap buruk bagi banyak orang. Gerakan buruh sebagai gerakan protes, semakin ditekan sejak tahun 2015.[14] Pada bulan Mei 2018, seorang pekerja berusia 25 tahun yang lahir di provinsi Jiangxi bernama Yu Juncong, telah dipecat dari perusahaan.[15] Dengan alasan pemecatan Yu, didukung dengan kondisi kerja yang buruk dan kewajiban kerja lembur yang tidak sebagaimana mestinya serta denda yang berlebihan, beberapa pekerja di pabrik Jasic Technology di Shenzhen berupaya membentuk serikat pekerja di pabrik tersebut dan menyampaikan petisi mereka kepada Federasi Serikat Buruh Seluruh Tiongkok, petisi ini kemudian ditolak oleh federasi. Namun, para pekerja tetap membentuk serikat pekerja.[16] Meskipun demikian, perusahaan bersikap anti-serikat pekerja dan para manajer perusahaan menyerukan dibentuknya Majelis Perwakilan Karyawan pada bulan Juni untuk mengganti serikat pekerja yang dibentuk oleh para pekerja. Para pimpinan serikat pekerja tersebut segera menjadi sasaran fitnah dan dianggap mencemarkan nama baik perusahaan, disertai ancaman, hinaan dan pengaturan kembali pekerjaan oleh manajemen.[17] Pada 20 Juli, polisi menangkap dua orang pemimpin buruh, kemudian setelahnya lebih dari 20 orang mendatangi kantor polisi untuk menuntut pembebasan kedua orang rekannya, tetapi mereka lalu ditangkap dengan cara yang sama.[18] Pada 27 Juli, ketika para pekerja berupaya kembali bekerja, lebih dari 30 pekerja termasuk anggota penting organisasi buruh dan pendukung yang terlibat dalam perselisihan buruh, kembali ditahan karena "memicu perselisihan dan memprovokasi ketegangan".[19] Pembentukan dan keterlibatan kelompok solidaritasPara mahasiswa mulai sadar akan hal ini pada 27 Juli, ketika polisi secara brutal menangkap hampir 30 orang pekerja dan simpatisan.[17] Sehari kemudian, Wu Jingtang, yang pernah menjadi pemimpin pada peristiwa kerusuhan Tonghua Iron and Steel Group tahun 2009, menyerukan untuk bergabung dalam perjuangan: "Untuk kebangkitan kelas pekerja, untuk Ketua Mao!". Kaum Maois dan Sayap Kiri Baru Tiongkok, terutama editor situs politik Mao Zedong (Maoflag) dan forum internet Utopia, mulai menunjukkan dukungannya bagi para pekerja Jasic.[14] Menurut sebuah posting[20] yang terkait dengan seruan tersebut dan laporan dari Voice of America, sekitar 1.100 orang bergabung dengan kelompok solidaritas yang dibentuk oleh Utopia.[21] Pada 29 Juli, mahasiswa Institut Bahasa Asing Universitas Peking, Yue Xin dan aktivis lainnya menerbitkan Surat Solidaritas untuk Mahasiswa Universitas Peking tentang "Penangkapan Buruh 7-27 di Shenzhen", sekitar tiga puluh mahasiswa dan alumni Universitas Tsinghua menandatangani Surat Solidaritas: Untuk Segera Membebaskan Massa dan Pekerja yang Ditahan, dan surat-surat solidaritas lainnya muncul di Internet. Mereka meminta polisi Shenzhen untuk segera membebaskan para pekerja yang ditangkap, klarifikasi serta menuntut permintaan maaf atas penangkapan tersebut. Surat solidaritas tersebut dihapus dalam waktu kurang dari tiga jam dan telah dibaca puluhan ribu kali sebelum dihapus. Selain itu, surat terbuka yang dikeluarkan sejumlah aktivis tersebut mendapat dukungan sebanyak dua ribu kali, terutama dari universitas-universitas di Tiongkok daratan.[16] Pada hari yang sama, perusahaan Jasic merilis pernyataan bantahan atas tuduhan kepadanya karena telah memperlakukan pekerja dengan buruk atau mencegah pembentukan serikat oleh para pekerja. Melalui pernyataannya, perusahaan beralasan memecat sejumlah pekerja berdasarkan undang-undang dan tengah dalam proses pembentukan serikat pekerja. Permintaan komentar lebih lanjut yang dilayangkan oleh media Reuters melalui faksimili juga tidak ditanggapi oleh Jasic.[22] Pada akhir bulan Juli, mantan pekerja di perusahaan tersebut diduga melakukan tindakan langsung terhadap pabrik Jasic di Shenzhen, dengan membobol pabrik dan mencoba mengganggu produksi dengan melakukan sabotase.[16] Pada tanggal 1 Agustus, Amnesty International mengeluarkan pernyataan ketika seorang peneliti Tiongkok, Pan Jiawei mengatakan bahwa pihak berwenang harus menyelesaikan masalah eksploitasi hak-hak buruh dan menghormati hak pekerja untuk berserikat. Lebih jauh lagi, jika tidak ada bukti adanya tindak kejahatan yang diakui secara internasional, para pekerja harus dibebaskan. Pada hari yang sama, di Hong Kong, total sekitar 30 anggota dari Serikat Perdagangan Konfederasi Hong Kong (CTU), Badan Layanan Sosial Hong Kong (HKCSS) dan Kelompok Buruh Jalanan bergerak dari kantor polisi Distrik Barat ke Kantor Penghubung Hong Kong, meneriakkan slogan-slogan solidaritas bersama dengan para pekerja Jasic. CTU mengatakan pihaknya akan meminta pengaduan dari masyarakat internasional untuk mendukung protes dan pembentukan serikat pekerja independen. Para demonstran akhirnya menempelkan surat protes tersebut di depan pintu kantor, karena Kantor Penghubung Pusat menolak surat tersebut.[23] Pada 6 Agustus 2018, dilaporkan 80 orang pendukung turut ambil bagian dalam demonstrasi yang dilancarkan di depan kantor polisi Yanziling. Di antara mereka terdapat empat puluh anggota terdaftar Partai Komunis Tiongkok dan para pensiunan. Aksi unjuk rasa tersebut sebagian besar digerakkan melalui situs populer Utopia, yakni forum daring yang beraliran kiri dan Maois.[24] Para pengunjuk rasa membawa spanduk bertuliskan "Para pekerja lama Jiangxi dan kader-kader lama mendukung para pekerja dan para pendukungnya." Zhang Qinde, seorang pensiunan dari Kantor Riset Kebijakan Pusat (CCP) dan seorang intelektual Maois, memberikan pidato tanpa teks yang mengatakan bahwa "Kita harus berdiri bersama-sama dengan kelas para pekerja dan maju serta mundur bersama para pekerja Jiangxi. Kita harus melihat perjuangan ini sampai akhir!".[25] Pada 11 Agustus, seorang mahasiswa pascasarjana dari Universitas Sun Yat-sen, bernama Shen Mengyu, dimasukkan ke dalam mobil oleh tiga orang pria tak dikenal dan telah hilang. Para pelajar di sekitar Shen melaporkan penculikan tersebut ke polisi. Namun polisi meragukan cerita mereka dan mengatakan kepada mereka bahwa kamera CCTV di sekitar area kejadian rusak.[22] Para aktivis menuduh penculikan dilakukan oleh pihak berwenang, sementara pemerintah bersikeras bahwa hal ini merupakan "masalah perselisihan keluarga."[26] Pada 19 Agustus, Yue Xin dari Universitas Peking menerbitkan surat terbuka kepada pemimpin tertinggi dan Sekretaris Jenderal Partai Komunis Tiongkok, Xi Jinping. Namun, baik Xi Jinping maupun perwakilan lainnya tidak menanggapi atau mengakui adanya surat tersebut.[16][27] Penangkapan massalPada pagi tanggal 24 Agustus 2018, polisi menggerebek sebuah apartemen yang dijadikan sebagai tempat koordinasi aksi demontrasi para pekerja dan mahasiswa. Polisi menangkap dan menahan sekitar 50 orang yang pada saat itu sedang menyanyikan lagu L'Internationale.[28][29] Pada hari-hari berikutnya, polisi melakukan penggerebekan di seluruh wilayah dan menangkap sejumlah mahasiswa dan para pekerja.[30] The New York Times melaporkan bahwa menurut keterangan dari pihak keluarga dan kerabat, terdapat dua belas aktivis mahasiswa yang hilang. Menurutnya, para aktivis tersebut diculik dari Beijing, Guangzhou, Shanghai, Shenzhen dan Wuhan. Menurut keterangan beberapa saksi mata, para aktivis tersebut dipukuli.[13][31] Pada 9 September 2018, sepuluh pekerja dan mahasiswa berangkat menuju Shaoshan dan memberi penghormatan kepada Mao Zedong. Mereka membentangkan spanduk di lapangan patung perunggu dan meletakkan bunga untuk patung perunggu Mao Zedong sambil menyanyikan L'Internationale sebelum ditangkap oleh polisi setempat.[32] Sepanjang bulan November, belasan aktivis ditahan,[33] termasuk dua orang pejabat dari Federasi Serikat Buruh Seluruh Tiongkok yang menurut keterangan para pekerja, mereka telah membantu membentuk serikat buruh.[34] Pada 26 Desember, Qiu Zhanxuan digelandang polisi sebelum ia pergi menghadiri peringatan 125 tahun kelahiran Mao di Beijing.[35] Keesokan harinya, Perkumpulan Marxis Universitas Peking dipaksa untuk melakukan "restrukturisasi" organisasi dan sebagai presiden, Qiu mengatakan bahwa tidak ada satupun staf baru dari Perkumpulan yang direstrukturisasi tersebut yang merupakan mantan anggota.[36] Mirip dengan kasus Universitas Peking, Universitas Bahasa dan Budaya Beijing, Universitas Nanjing dan Universitas Renmin Tiongkok juga mulai mengatur ulang atau menutup perkumpulan mahasiswa yang beraliran sayap kirinya. Para mahasiswa melancarkan demonstrasi selama berbulan-bulan, yang kelak dikenal sebagai "Perang Defensif" bagi asosiasi mahasiswa.[14] Pada bulan Januari 2019, polisi memanggil beberapa orang aktivis dan menunjukkan kepada mereka video yang diduga "pengakuan paksa" empat orang aktivis (termasuk Yue dan Qiu) mengaku menolak radikalisme buruh. Beberapa aktivis kemudian menulis postingan blog yang mengkritik tindakan polisi, dengan mengatakan bahwa hal tersebut adalah "kinerja konyol yang dilakukan oleh polisi". Kemudian, tujuh orang lagi dibawa pergi.[37] Beberapa koordinator aksi dan para aktivis mahasiswa masih hilang, termasuk Yue Xin dan Zhang Shengye.[31] ReaksiPemerintah TiongkokPada 24 Agustus 2018, kantor berita resmi Tiongkok Xinhua News Agency memposting sebuah laporan berbahasa Mandarin berjudul "Di balik 'perlindungan hak' pekerja di Shenzhen Jasic Technology Co., Ltd."[38] dan laporan berbahasa Inggris bertajuk "Investigasi terhadap apa yang disebut insiden pekerja di Shenzhen",[39] dengan alasan bahwa insiden tersebut dipicu oleh LSM asing, khususnya organisasi yang disebut "pusat pekerja migran". Menurut Xinhua, Yu dan orang lain bentrok dengan polisi atas perintah Fu, seorang karyawan "pusat pekerja migran". Menurut versi berbahasa Mandarin, "pusat pekerja migran" didanai oleh organisasi "Pemberdayaan Pekerja" yang terdaftar di Hong Kong. LainnyaOrganisasi hak asasi manusia internasional, termasuk Amnesty International dan Human Rights Watch[40] telah mengecam tanggapan pemerintah Tiongkok terhadap demonstran Jasic dan menyerukan untuk membebaskan semua demonstran yang ditahan dan terlibat dalam aksi unjuk rasa tersebut.[40] Pada 26 Agustus, media Ming Pao menerbitkan artikel yang mengutip pernyataan seorang anggota kelompok solidaritas secara anonim yang mengatakan bahwa kelompok tersebut awalnya berharap bahwa lembaga-lembaga nirlaba yang terdaftar akan turut serta bergabung, tetapi lembaga-lembaga tersebut takut memprovokasi pemerintah setempat. Anggota kelompok solidaritas yang diwawancarai juga menuduh media Xinhua "mengarang cerita" dan menggunakan "kekuatan asing" untuk menutupi fakta-fakta.[41] Pada 27 Agustus, Worker Empowerment mengeluarkan pernyataan yang menyatakan bahwa mereka "tidak terlibat dalam koordinasi atau membiayai para pekerja Jasic dan simpatisannya", sementara pada saat yang bersamaan, Worker Empowerment juga menyatakan bahwa organisasi lain, pusat pekerja migran, "telah secara aktif berusaha untuk mendaftar ke Biro Urusan Sipil dan telah mengurus ke badan-badan terkait untuk berkomunikasi dengan mereka tentang pengajuannya dan ke otoritas keamanan publik setempat untuk menjelaskan pengajuannya".[42][43] Para pekerja Jasic dan kelompok solidaritas Jasic menerima dukungan internal dari tokoh-tokoh Tiongkok seperti aktivis buruh Tiongkok Li Qiang dan Profesor Pan Yi dari Departemen Sosiologi Universitas Hong Kong, yang keduanya turut menandatangani petisi yang menyerukan pembebasan para pekerja dan mahasiswa yang ditahan dan peningkatan hak-hak atas buruh di Tiongkok.[44][45] Selain itu, menurut media The Guardian, gerakan ini telah mendapatkan pengikut di kalangan elit politik Tiongkok, khususnya di kalangan pejabat partai yang telah pensiun yang menentang kebijakan ekonomi yang dibuat oleh sekretaris jenderal PKT Xi Jinping.[29] Perjuangan para pekerja Jasic khususnya, mendapat sambutan di kalangan kaum kiri di Barat, yang bersimpati dengan tuntutan buruh untuk hak-hak yang lebih baik. Filsuf Marxis populer Slavoj Zizek mengutuk pemerintah Tiongkok, melalui sebuah artikel yang diterbitkan oleh media The Independent, yang menyatakan bahwa penindasan Tiongkok terhadap para pekerja dan mahasiswa adalah bukti kemunafikan ideologis Republik Rakyat Tiongkok dan Partai Komunis Tiongkok yang berkuasa.[46] Setidaknya tiga puluh akademisi, termasuk ahli bahasa dan aktivis politik Noam Chomsky serta profesor Filsafat Politik Universitas Yale, John Roemer memboikot konferensi akademis Marxis Tiongkok, dengan alasan bahwa partisipasi dalam komunitas akademis Tiongkok setelah penindasan ini akan menjadi tindakan keterlibatan. Chomsky dalam pernyataan yang dirilis melalui The Financial Times menyatakan bahwa semua kaum kiri harus bergabung dalam boikot tersebut.[47] Kolumnis majalah Jacobin, Elaine Hui dari Universitas Negeri Pennsylvania dan Eli Friedman, mengutuk penindasan terhadap serikat pekerja Jasic dan demonstrasi mahasiswa.[48] Lihat pula
Referensi
|