Share to:

 

Itak poul poul

Itak poul poul adalah kue tradisional Indonesia yang berasal dari sejumlah daerah di Sumatera Utara, seperti Kabupaten Mandailing Natal, Kota Padangsidimpuan dan Kabupaten Tapanuli Selatan. Itak poul poul diambil dari bahasa Batak Mandailing. Itak berarti kue tradisional yang berbahan dasar tepung. Sementara itu poul bermakna kepal. Jika keduanya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka itak poul poul memiliki arti sebagai penganan atau kue yang dikepal. Hal ini dikarenakan itak poul poul dibuat dengan cara dikepal menggunakan tangan dan tidak menggunakan cetakan seperti kue yang lain. Ciri khas dari kue ini terletak pada bentuknya yang menyerupai bekas jemari kepalan tangan orang dewasa.[1]

Dahulu, penganan lokal yang satu ini sering ditemui di pasar tradisional dan kedai kopi. Kini itak poul poul biasa disajikan pada momen-momen tertentu saja. Misalnya sebagai hidangan untuk tamu yang datang bersilaturahmi, saat seorang anak lahir, sebagai hantaran oleh keluarga mempelai laki-laki saat pesta perkawinan dan bahkan saat menjalankan ritus memasuki rumah baru. Salah satu contoh penerapan dari tradisi ini terdapat pada pesta perkawinan antara Bobby Nasution dan putri dari Joko Widodo, Kahiyang Ayu pada 2017 silam. Dalam pesta perkawinan tersebut terdapat berbagai penganan khas Mandailing, termasuk itak poul poul.[1][2]

Keberadaan itak poul poul sebagai salah satu budaya Indonesia sudah langka. Statusnya kini terancam punah. Oleh karena itu, pada 2018 pemerintah melalui Direktorat Warisan dan diplomasi Budaya direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud RI berusaha melestarikannya dengan cara menetapkan itak poul poul sebagai warisan budaya takbenda Indonesia asal Sumatera Utara. Penetapan yang dilakukan di Jakarta ini merupakan tindak lanjut dari usulan dari Badan Pelestarian Nilai Budaya, UPT Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI wilayah Sumatra bagian Utara tentang inventarisasi budaya Indonesia asal Sumatera Utara.[3][4]

Filosofi

Itak poul poul terbuat dari beberapa bahan, di antaranya adalah tepung beras, gula aren atau gula merah, garam dan juga kelapa parut. Bahan-bahan yang terkandung pada kue tradisional yang satu ini mencerminkan nilai filosofis tertentu.

Pertama adalah tepung beras. Bahan yang berwarna putih ini mengandung makna bahwa orang yang membuat ataupun menghantarkan itak poul poul pada momen penting memiliki hati yang bersih. Bahan berikutnya adalah gula aren. Dengan rasanya yang manis, kandungan gula aren tersebut merefleksikan tentang harmonisnya hubungan kekerabatan dan kekeluargaan yang terjalin.

Kemudian ada parutan kelapa. Bahan yang satu ini merupakan simbol dari kebermanfaatan pada masyarakat Mandailing. Hal itu dikarenakan buah kelapa akan berbuah sepanjang tahun. Lalu apapun yang terdapat pada buah kelapa, seperti daunnya dan batangnya dapat memberikan manfaat kepada masyarakat. Dengan demikian, diharapkan sesama manusia dapat saling memberikan manfaat satu sama lain dalam menjalani kehidupan. Adapun asinnya garam mencerminkan bahwa dalam menjalani kehidupan, kita harus mampu menghadapi berbagai hal atau kejadian yang tidak kita harapkan. Hal tersebut senada dengan rasa masakan yang akan terasa kurang jika tidak mengandung garam.

Tak hanya bahan pembuatannya saja, cara pembuatan dari itak poul poul juga memiliki nilai filosofisnya tersendiri. Cara pembuatan kue yang dilakukan dengan kepalan tangan mencerminkan bahwa tentang simbol persatuan dan kekuatan. Itulah kenapa masyarakat Mandailing mengenal sistem kekerabatan dalihan na tolu karena mereka percaya bahwa ketika kita bersatu maka akan terwujud sebuah kekuatan.[1]

Referensi

  1. ^ a b c nasution, miftah (2018-12-17). "Itak Poul Poul, Penganan Khas Mandailing yang Sarat Makna". Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-04-26. 
  2. ^ Girsang, Ken (2017-11-10). "Putri Jokowi Jadi Boru Siregar, Masyarakat Sumut Bangga". JPNN.com. Diakses tanggal 2019-04-26. 
  3. ^ Juraidi (2018-08-06). "Itak Poul-poul ditetapkan sebagai warisan budaya Takbenda". ANTARA News. Diakses tanggal 2019-04-26. 
  4. ^ https://www.waspadamedan.com/index.php/2018/10/11/8-budaya-sumut-ditetapkan-sebagai-warisan-budaya-takbenda-2018/ Diarsipkan 2019-04-26 di Wayback Machine.K, Adji (11 Oktober 2018). "8 Budaya Sumut Ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda 2018". Waspada Medan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-04-26. Diakses tanggal 26 April 2019. 
Kembali kehalaman sebelumnya