Jatinegara Kaum, Pulo Gadung, Jakarta Timur
Kelurahan ini memiliki penduduk sebesar ... jiwa dan luas 12,3 km2. Kelurahan ini berbatasan dengan kelurahan Rawamangun, kecamatan Pulogadung di sebelah utara, ... di sebelah barat, kelurahan Klender kecamatan Pulogadung di sebelah timur, dan kelurahan Pondok Bambu di sebelah selatan. EtimologiNama Jatinegara Kaum berasal dari kosakata bahasa Sunda kaum, yang berarti "tempat tinggal penghulu agama beserta bawahannya". Sampai tahun 1930an, mayoritas penduduk Jatinegara Kaum umumnya berbahasa Sunda, tepatnya mereka berasal dari Banten. Bukti lain adalah adanya nama-nama orang seperti Tubagus, Raden, dan Ateng. Nama-nama ini berasal dari Banten dan sampai sekarang nama-nama tersebut masih digunakan. SejarahDahulu Jatinegara Kaum adalah tempat pengasingan, kawasan ini merupakan daerah hutan yang ditumbuhi oleh pohon-pohon jati. Di tempat inilah Pangeran Jayakarta membuka hutan bersama pengikut-pengikutnya untuk dijadikan sebagai tempat pemerintahan dalam pengasingannya. Selanjutnya ia menyebut daerah ini dengan nama "Jati Negara". Nama ini dapat diartikan sebagai “negara yang sejati” atau “pemerintahan yang sejati”. Kemudian sebutan Jatinegara meluas dibarengi dengan meluasnya daerah tersebut. Untuk membedakan Jatinegara lama dengan Jatinegara hasil pengembangan kota, maka Jatinegara lama disebut Jatinegara Kaum. Kata "Kaum" ini dapat diartikan sebagai tempat pemukiman para santri sekitar masjid (pemeluk Islam yang taat). Tetapi sampai sejauh ini belum dapat dipastikan sejak kapan nama “Kaum” tersebut digunakan. Menurut informasi dari warga keturunan etnis Tionghoa yang telah lama tinggal disana mengatakan bahwa nama Jatinegara Kaum tidak dikenal, yang dikenalnya hanyalah sebutan Kampung Dalem. Sebutan Dalem menunjukkan kepada bangunan keraton atau tempat bermukimnya para pembesar kerajaan. Dalam hal ini dapat dihubungkan dengan peristiwa pengasingan Pangeran Jayakarta beserta para pengikutnya. Di kelurahan ini juga terdapat Masjid Assalafiyah yang didalamnya terdapat makam Pangeran Jayakarta dan Masjid Jami Al-Ma'mur yang bersebrangan dengan pasar Klender dan Stasiun Klender yang dipotong oleh jembatan fly over Klender yang berdiri pada tahun 1992. KebudayaanMayoritas penduduk Jatinegara Kaum dahulu adalah orang Sunda yang berasal dari wilayah Kesultanan Banten. Mereka adalah para pengikut dan pengawal Pangeran Jayakarta yang diasingkan oleh pemerintah Hindia Belanda ke Batavia. Bahasa
Bahasa yang dituturkan oleh mayoritas penduduk Jatinegara Kaum saat ini adalah bahasa Indonesia dan Betawi. Dahulu, bahasa Sunda dialek Banten adalah bahasa mayoritas diantara para penduduk Jatinegara Kaum hingga tahun 1930an. Saat ini, hanya tersisa beberapa penutur asli bahasa Sunda di Jatinegara Kaum. Mereka umumunya adalah para orang-orang tua, dan saat ini hanya RW 03 Jatinegara Kaum yang mayoritas masyarakatnya masih menuturkan bahasa Sunda.[1]
Pada penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia mengenai pemakaian kata sapaan dalam bahasa Sunda yang dilakukan di RW 03 Jatinegara Kaum, Jakarta Timur, pada Juli 1986–Mei 1988, hasil penelitian menunjukkan bahwa pemakaian bahasa di RW 03 Jatinegara Kaum yang lebih dominan adalah bahasa Indonesia, kemudian bahasa Sunda, dan terakhir bahasa campuran. Pemakaian kata sapaan di RW 03 Jatinegara Kaum cukup beraneka ragam, bila deskripsi kata sapaan dalam bahasa Sunda Jatinegara Kaum (BSJK) diperbandingkan dengan kata sapaan dalam bahasa Sunda Banten (BSB) dan bahasa Sunda Cirebon (BSC) menampakkan adanya persamaan dan perbedaan dari segi leksikon dan pemakaiannya. Persamaan leksikon dan pemakaian kata sapaan dalam BSJK dengan BSB membuktikan bahwa sekelompok kecil penutur BSJK adalah pemakai bahasa Sunda yang berasal dari Banten, Perbedaan leksikon dan pemakaian kata sapaan menunjukkan bahwa kata sapaan dalam BSJK termasuk dialek bahasa Sunda di Jatinegara Kaum.[2] Referensi
Pranala luar
|