Share to:

 

Kakek Bodoh Memindahkan Gunung

Kakek Bodoh Memindahkan Gunung, sebuah lukisan karya Xu Beihong

Kakek Bodoh Memindahkan Gunung (Hanzi: 愚公移山; Pinyin: Yúgōng yí shān) adalah sebuah fabel terkenal dari mitologi Tionghoa tentang nilai-nilai ketekunan dan kekuatan kehendak.[1] Cerita tersebut mula-mula muncul dalam Buku 5 dari Liezi, sebuah teks Daois dari abad ke-4 SM,[2] dan dikisahkan ulang dalam Taman Cendekiawan karya cendekiawan Konfusian Liu Xiang pada abad ke-1 SM. Cerita tersebut juga dipakai oleh Mao Zedong dalam sebuah pidato terkenal pada 1945.[3]

Cerita

Mitos tersebut mengisahkan soal Kakek Bodoh berusia 90 tahun yang tinggal di dekat sepasang gunung (dalam beberapa cerita disebut sebagai gunung Taihang dan Wangwu, di Provinsi Yu). Ia terganggu oleh halangan yang disebabkan oleh dua gunung tersebut dan berniat untuk menyeroknya dengan cangkul dan keranjang. Saat dikatakan bahwa tugasnya tampak tak mungkin terwujud, Kakek Bodoh tersebut menjawab bahwa meskipun ia tak menyelesaikan tugas tersebut pada masa hidupnya, melalui kerja kerasnya sendiri, anak, cucu, cicit dan keturunan seterusnya akan memindahkan kedua gunung tersebut jika ia tekun. Para dewa di sorga, yang terkagum dengan kerja keras dan ketekunannya, kemudian memisahkan dua gunung tersebut.[1]

Pidato Mao

Monumen Banjir Sungai Yangtze 1954 di Wuhan, yang mencantumkan sebuah kutipan dari pidato Mao

Dalam sebuah pidato di Yan'an pada 11 Juni 1945, Mao Zedong mengutip cerita tersebut, menafsirkan ulang cerita tersebut sebagai panggilan untuk tindakan kolektif:[3]

Sekarang, dua gunung besar terbentang bagai beban berat bagi rakyat Tiongkok. Yang satu adalah imperialisme, yang lainnya adalah feodalisme. Partai Komunis Tiongkok telah lama menghimpun pikirannya untuk menyeroknya. Kita harus tekun dan kerja keras, dan kita juga akan membuat hati Dewa tersentuh. Dewa kita tak lain adalah masyarakat Tiongkok. Jika mereka berdiri dan menyerok bersama dengan kita, apakah mustahil dua gunung tersebut dibersihkan?

Bersama dengan Layani Rakyat dan Kenangan Norman Bethune (紀念白求恩), pernyataan tersebut menjadi salah satu dari tiga cerita paling banyak dibaca dalam Buku Merah dari perkataan-perkataan Mao dan dikenang oleh anak-anak sekolah pada Revolusi Kebudayaan.[4]

Referensi

  1. ^ a b Giddens, Owen; Giddens, Sandra (2005). Chinese Mythology. The Rosen Publishing Group. hlm. 39. ISBN 978-1-4042-0769-1. 
  2. ^ Schäfer, Dagmar (2011). Cultures of Knowledge: Technology in Chinese History. BRILL. hlm. 117. ISBN 978-90-04-21936-6. 
  3. ^ a b Lawrance, Alan (2004). China Since 1919: Revolution and Reform : a Sourcebook. Psychology Press. hlm. 103–104. ISBN 978-0-415-25141-9. 
  4. ^ Cleverley, John (2000). In the Lap of Tigers: The Communist Labor University of Jiangxi Province. Rowman & Littlefield Publishers. hlm. 99. ISBN 978-1-4616-0064-0. 

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya