Share to:

 

Katherine dari Aragon

Katherine dari Aragon
Dilukis oleh Lucas Hornebolte
Permaisuri Raja Inggris
Periode11 Juni 1509 – 23 Mei 1533
Penobatan24 Juni 1509
PendahuluElizabeth dari York
PenerusAnne Boleyn
Kelahiran16 Desember 1485
Istana Uskup Agung, Alcalá de Henares, Spanyol
Kematian7 Januari 1536(1536-01-07) (umur 50)
Kastil Kimbolton, Cambridgeshire, Inggris
Pemakaman29 Januari 1536
Katedral Peterborough, Inggris
PasanganArthur, Pangeran Wales
1501 – 1502
Henry VIII, Raja Inggris
m. 1509; dibatalkan 1533
Keturunan
lainnya...
Mary I, Ratu Inggris
WangsaTrastámara
AyahFernando II, Raja Aragon
IbuIsabel, Ratu Kastila
AgamaKatolik Roma
Tanda tanganTanda tangan Katherine dari Aragon

Katherine dari Aragon (Kastilia: Catalina; 16 Desember 1485 – 7 Januari 1536) merupakan Permaisuri Raja Inggris dari tahun 1509 sampai dengan 1533 sebagai istri pertama Raja Henry VIII. Dia sebelumnya adalah Putri Wales sebagai istri Pangeran Arthur.

Katherine adalah putri Isabel, Ratu Kastila dan Fernando II, Raja Aragon, dua penguasa Spanyol yang terkenal karena telah mengalahkan negara Muslim terakhir di Spanyol. Katherine hanya berusia tiga tahun ketika ia dijodohkan oleh Pangeran Arthur, ahli waris takhta Inggris. Mereka menikah pada tahun 1501 dan Arthur meninggal lima bulan kemudian. Pada tahun 1507, ia menjabat sebagai duta besar untuk istana Spanyol di Inggris, dan menjadi duta besar wanita yang pertama di dalam sejarah Eropa.[1] Katherine kemudian menikah dengan adik Arthur yang baru saja naik takhta, Henry VIII, pada tahun 1509. Selama enam bulan pada tahun 1513, ia berperan sebagai wali penguasa ketika Henry VIII berada di Prancis. Selama itu Inggris memenangkan Pertempuran Flodden, suatu peristiwa di mana Katherine memainkan sebuah peranan penting.[2]

Tahun 1525, Henry VIII yang sudah tidak sabar dengan pernikahannya yang tidak menghasilkan putra mulai menjalin hubungan dengan Anne Boleyn. Demi memperistri Anne, Henry berupaya untuk membatalkan pernikahannya dengan Katherine dan menggerakkan rantai peristiwa yang menyebabkan perpecahan Inggris dengan Gereja Katolik. Ketika Paus Klemens VII menolak untuk membatalkan pernikahan tersebut, Henry menantangnya dengan Akta Supremasi atas urusan-urusan agama. Pada tahun 1533, pernikahan Henry dan Katherine dinyatakan tidak sah dan Henry menikahi Anne di depan seorang pendeta di Inggris, tanpa mengacu kepada Paus. Katherine menolak untuk menerima Henry sebagai Kepala Supremasi Gereja Inggris dan menganggap dirinya istri raja dan permaisuri yang sah, yang banyak menarik simpati masyarakat.[3] Meskipun demikian, Henry hanya mengakui status Katherine sebagai "Putri Wales janda", status Katherine setelah kematian suami pertamanya dan sebelum menikah dengan Henry. Setelah diusir dari istana, ia menghabiskan sisa hidupnya di Kastil Kimbolton dan meninggal di sana pada tanggal 7 Januari 1536. Pengikut Inggris Katherine memandang tinggi dirinya dan kematiannya membuat rakyat Inggris sangat berkabung.[4]

Sebuah buku yang kontroversial The Education of Christian Women oleh Juan Luis Vives, yang mengisahkan bahwa wanita memiliki hak untuk pendidikan, yang didedikasikan untuk dirinya. Begitulah citra Katherine dimata rakyat yang bahkan musuhnya, Thomas Cromwell, mengungkapkan tentang dirinya, "Jika bukan karena jenis kelaminnya, ia dapat menantang semua pahlawan sejarah."[5] Ia berhasil mengampuni hidup para pemberontak yang terlibat di dalam III Hari Mei demi keluarga mereka.[6] Katherine juga memenangkan kekaguman besar dengan memulai program ekstensif untuk membantu rakyat yang miskin.[7][6] Ia merupakan pelindung Humanisme Renaisans dan sahabat dari sarjana-sarjana hebat Desiderius Erasmus dan Thomas More.[7]

Ejaan nama

Katherine yang lahir di Spanyol dibaptis dengan nama "Catalina" dan nama ini dieja "Katherine" di Inggris. Dia sendiri menandatangani surat-surat menggunakan ejaan nama yang berbeda-beda, seperti "Katherine", "Katherina", "Katharine", dan terkadang "Katharina". Pangeran Arthur, suami pertamanya, menyebutnya sebagai "Princess Katerine", sedangkan putrinya, Ratu Mary I, menyebutnya "Quene Kateryn". Makamnya di Katedral Peterborough bertuliskan "Katharine Queen of England".[8][9]

Awal kehidupan

Gambar dilukis oleh Juan de Flandes yang diduga adalah Katherine ketika berusia sebelas tahun. Ia mirip dengan saudarinya Juana la Loca.
Gambar saudari Katherine Juana la Loca, Ratu Kastila. Dilukis oleh Juan de Flandes

Katherine dilahirkan di istana Uskup Agung di Alcalá de Henares di dekat Madrid, pada malam tanggal 16 Desember 1485. Ia merupakan putri bungsu Fernando II, Raja Aragon dan Isabel, Ratu Kastilia.[10] Baik Fernando maupun Isabel adalah anggota wangsa Trastámara. Keduanya dianugerahi gelar "Penguasa Katholik" oleh Paus karena jasa mereka dalam memperjuangkan agama, terkhusus atas keberhasilan mereka mengakhiri kekuasaan negara Muslim terakhir di semenanjung Iberia, membuat mereka menjadi salah satu kepala monarki paling terkenal dan berpengaruh di Eropa kala itu. Katherine berpostur pendek[11] dengan rambut panjang berwarna merah, memiliki mata besar yang berwarna biru, berparas bundar dan berkulit pucat.[12] Dari jalur ibu, Katherine memiliki darah bangsawan Inggris. Nenek Ratu Isabel dari pihak ayah, Catherine, Permaisuri Kastilia dan Leon, juga nenek buyutnya dari pihak ibu, Filipa, Permaisuri Portugal, keduanya adalah putri John dari Gaunt, putra Edward III, Raja Inggris. Dengan demikian, Katherine merupakan sepupu ketiga ayah mertuanya, Henry VII, Raja Inggris[13] dan sepupu keempat ibu mertuanya Elizabeth dari York.

Katherine dididik oleh Alessandro Geraldini, yang merupakan seorang juru tulis Ordo Suci. Ia belajar aritmetika, kanon dan hukum perdata, sastra klasik, silsilah dan lambang sejarah, filsafat, agama, dan teologi. Dia adalah seorang penganut Katolik yang taat dan kepercayaan agamanya yang kuat memainkan peranan utama di kemudian hari.[14] Ia belajar berbicara, membaca, dan menulis di dalam bahasa Spanyol dan Latin, dan berbicara bahasa Prancis dan Yunani. Ia juga diajarkan keterampilan rumah tangga, seperti memasak, menari, menggambar, menenun dan merenda dengan cara yang baik, menyulam dan menjahit.[15] Tokoh Erasmus kemudian menyatakan bahwa Katherine "mencintai sastra yang bagus yang dia pelajari dengan sukses sejak kecil".[16]

Di usianya yang dini, Katherine dianggap sebagai istri yang ideal untuk Arthur yang merupakan seorang Pangeran Wales (gelar untuk putra mahkota Inggris) karena ia memiliki keturunan Inggris yang berasal dari ibundanya. Dengan demikian, Katherine memiliki hak sah yang lebih kuat atas takhta Inggris daripada calon ayah mertuanya, Raja Henry VII sendiri. Katherine adalah keturunan putri-putri John dari Gaunt yang lahir dari dua istri pertamanya; Blanche dari Lancaster dan Constanza dari Kastilia (1354-1394). Sebaliknya, Henry VII merupakan keturunan John dari Gaunt dari pernikahan ketiganya dengan Katherine Swynford, yang anak-anaknya lahir di luar nikah dan status mereka hanya disahkan setelah kematian Constanza dan pernikahan John dengan Katherine. Keturunan John dan Katherine, sementara dilegitimasi, dilarang dari segala warisan takhta Inggris, sebuah striktur yang diabaikan di dalam generasi berikutnya. Karena Henry merupakan keturunan dari anak haram yang dilarang menjadi ahli waris takhta Inggris, wangsa Tudor tidak diterima oleh semua kerajaan Eropa. Pada saat itu, wangsa Trastámara merupakan dinasti yang paling bergengsi di Eropa,[13] dan ditambah Katherine sendiri memiliki klaim atas takhta Inggris yang lebih kuat, menjadikan pernikahan Katherine dan Arthur dipandang sebagai penguat keabsahan kekuasaan wangsa Tudor. Bila pernikahan mereka melahirkan seorang pewaris pria, maka keabsahan anak ini sebagai pewaris takhta menjadi tidak terbantahkan lagi.

Baik Katherine dan Arthur menikah dengan perwalian pada tanggal 19 Mei 1499 dan berlangsung dengan bahasa Latin sampai Arthur berusia lima belas tahun, ketika diputuskan bahwa mereka cukup dewasa untuk menikah.[17] Saat Katherine dari Aragon tiba di London, ia membawa sekelompok pelayan Afrika dengannya, termasuk salah satunya diidentifikasikan sebagai pemain trumpet John Blanke.[18] Mereka adalah bangsa Afrika pertama yang tercatat tiba di London pada saat itu, dan dianggap sebagai pelayan yang mewah. Mereka menimbulkan kesan yang mendalam kepada sang putri dan kekuasaan keluarganya.[19]

Putri Wales

Arthur pada saat sekitar pernikahannya tahun 1501
Lukisan seorang putri yang diduga adalah Katherine, pada sekitar tahun 1502, oleh Michael Sittow, pada awal abad ke-16. Museum Kunsthistorisches, Wina.[20][21]

Katherine dan Arthur bertemu pada tanggal 4 November 1501 di Dogmersfield, Hampshire. Tidak banyak yang diketahui mengenai kesan pertama mereka satu sama lain, tetapi Arthur pernah menulis kepada mertuanya bahwa ia akan menjadi "seorang suami yang baik" dan memberitahukan orangtuanya bahwa ia akan sangat bahagia untuk "melihat paras calon istrinya yang cantik". Pasangan itu berkorespondensi di dalam bahasa Latin, namun tidak dapat saling mengerti karena mereka belajar dialek yang berbeda.[22] Sepuluh hari kemudian, pada tanggal 14 November 1501, mereka melangsungkan pernikahan di Katedral Kuno Santo Paulus.[13] Maskawin sebesar 200,000 koruna disetujui dan setengahnya dibayar tak lama setelah upacara pernikahan.[23] Dikarenakan menikah dengan Pangeran Wales, Katherine menerima gelar Putri Wales (Princess of Wales).

Setelah menikah, Arthur dikirim ke Kastil Ludlow di perbatasan Wales untuk memimpin Dewan Wales dan Perbatasan, sebagaimana tugasnya sebagai Pangeran Wales beserta istrinya yang menemaninya. Pasangan itu tinggal di Castle Lodge, Ludlow. Beberapa bulan kemudian, mereka jatuh sakit, kemungkinan terserang penyakit menular yang disebut "penyakit keringat" yang melanda kota tersebut. Arthur meninggal pada tanggal 2 April 1502 dan Katherine sembuh dari sakitnya dan menjadi janda.[24] Meninggalnya Arthur menjadikan status Katherine berubah menjadi Putri Wales Janda (Dowager Princess of Wales).

Pada titik ini, Henry VII menghadapi tantangan menghindari kewajiban untuk mengembalikan maskawin Katherine sebesar 200.000 dukat kepada Raja Fernando yang setengahnya belum Henry terima. Setelah meninggalnya istri Henry, Permaisuri Elizabeth dari York, pada Februari 1503, Henry berniat untuk menikahi Katherine sendiri. Namun penentangan dari Raja Fernando dan pertanyaan mengenai keabsahan anak dari mereka nantinya mengakhiri gagasan tersebut.

Untuk menyelesaikan masalah tersebut, disepakati bahwa Katherine akan menikah dengan putra kedua Henry VII, Pangeran Henry, Adipati York, yang berusia lima tahun lebih muda dari Katherine. Namun atas kematian ibunda Katherine, berarti bahwa "nilai"nya di pasar pernikahan menurun. Kastilia, wilayah kekuasaan Isabel, merupakan sebuah kerajaan yang jauh lebih besar daripada Aragon, wilayah kekuasaan Fernando, dan Kastilia diwariskan kepada saudari Katherine yang sakit mental, Ratu Juana. Berpura-pura menunda pernikahan sampai Henry berusia cukup dewasa, namun Henry VII menunda pernikahan itu terlalu lama dan menimbulkan keraguan jika pernikahan itu akan benar-benar dilangsungkan. Katherine hidup sebagai tahanan rumah di Istana Durham di London.[25] Beberapa surat yang ditulis kepada ayahandanya tentang keluhannya mengenai perlakuan yang dia terima. Di dalam surat-surat tersebut ia menuliskan bahwa "Saya memilih apa yang saya percayai, dan tidak mengatakan apa-apa. Karena saya tidak sesederhana seperti yang saya mungkin tampak." Ia memiliki sedikit uang dan berjuang untuk bertahan karena ia harus menyokong dayang-dayangnya dan juga dirinya sendiri. Pada tahun 1507 ia bekerja sebagai duta besar Spanyol di Inggris dan menjadi seorang duta besar wanita pertama di dalam sejarah Eropa. [1] Henry VII beserta pejabat-pejabatnya beranggapan bahwa ia dapat dengan mudah dimanipulasi, Katherine membuktikan bahwa anggapan mereka itu tidak benar.[1]

Pada dasarnya, menikahi istri dari saudara merupakan perbuatan yang terlarang dalam hukum kanon (Imamat 18: 16). Meski begitu, Paus Yulius II mengeluarkan keringanan bagi Katherine dan Henry karena Katherine bersaksi bahwa selama pernikahannya yang singkat dengan Arthur, dia masih dalam keadaan perawan. Sesuai dengan hukum kanon, sebuah pernikahan tidak sempurna berlaku jika kedua suami istri belum melakukan hubungan badan.[26][27]

Permaisuri (1509–1533)

Ukiran kayu dari abad ke-16 pemahkotaan Henry VIII dari Inggris dan Katherine dari Aragón yang menunjukkan lencana heraldik mereka, Mawar Tudor dan Delima Granada

Pernikahan

Pernikahan Katherine dilangsungkan pada tanggal 11 Juni 1509,[28] tujuh tahun setelah kematian Pangeran Arthur. Ia menikah dengan Henry VIII, yang baru saja naik takhta, di dalam sebuah upacara pribadi di Gereja Greenwich. Ia berusia dua puluh tiga tahun dan raja sendiri baru beranjak delapan belas tahun.[29][28] Dengan ini, Katherina secara resmi menjadi Permaisuri Inggris.

Pemahkotaan

Pada hari Sabtu tanggal 23 Juni, prosesi tradisional malam penobatan untuk Westminster disambut dengan penuh antusias oleh masyarakat yang membentuk kerumunan besar. Sebagaimana tradisi, pasangan akan menghabiskan malam sebelum pemahkotaan mereka di Menara London. Pada hari Minggu di pertengahan musim panas, 24 Juni 1509, Henry VIII dan Katherine diurapi dan dimahkotai bersama oleh Uskup Agung Canterbury di sebuah upacara yang megah di Westminster Abbey. Penobatan tersebut diikuti oleh perjamuan di Westminster Hall. Banyak kesatria yang dilantik di dalam upacara penobatan itu.[28] Pada bulan berikutnya, banyak acara-acara sosial yang diselenggarakan oleh permaisuri yang baru untuk masyarakat. Ia membuat kesan yang baik dan diterima dengan baik oleh rakyat Inggris.[24]

Kehamilan dan Keturunan

Pada tanggal 31 Januari 1510, Katherine melahirkan secara prematur seorang putri yang lahir mati. Seorang putra, dinamai Henry, lahir pada Hari Raya Tahun Baru 1511. Pada tanggal 22 Februari 1511 pangeran kecil itu tiba-tiba meninggal dan penyebab kematiannya tidak tercatat. Tahun 1513, Katherine kembali hamil,[30] tetapi ia kembali keguguran ketika Henry kembali dari Prancis. Bayinya kemungkinan lahir prematur atau meninggal tak lama setelah dilahiran. Pada bulan Desember 1514, ia kembali memiliki seorang bayi laki-laki, juga dinamai Henry yang lahir mati. Pada tanggal 18 Februari 1516, Katherine melahirkan seorang bayi perempuan.[31] Bayi itu diberi nama Mary dan dibaptis tiga hari kemudian dengan sebuah upacara yang besar di Gereja Observant Friars. Tahun 1518, Katherine kembali hamil untuk yang terakhir kalinya. Ia melahirkan seorang putri pada tanggal 10 November, namun bayi itu hanya hidup selama beberapa jam saja atau selama seminggu. Katherine hamil setidaknya sebanyak enam kali.[32]

Katherine menyaksikan Henry yang sedang bertanding tombak di atas kudanya yang mengenakan blazon berinisial huruf 'K' untuk menghormatinya yang telah melahirkan seorang putra.
Nama Lahir Meninggal Catatan
Putri yang tidak bernama
31 Januari 1510[33]
Lahir mati.
Henry 1 Januari 1511 22 Februari 1511 Hidup 52 hari.
Henry
Oktober 1513
Lahir mati atau hidup selama beberapa jam.
Henry
Desember 1514
Hidup selama beberapa jam.
Mary I, Ratu Inggris 18 Februari 1516 17 November 1558 Satu-satunya yang selamat.
Putri yang tidak bernama 10 November 1518 17 November 1518 Hidup selama tujuh hari.

Pengaruh

Gambar Henry VIII, dilukis oleh Hans Holbein Muda skt. 1540

Pada tanggal 11 Juni 1513, Henry melantik Katherine sebagai wali penguasa Inggris ketika ia pergi ke Prancis untuk kampanye militernya.[34] Saat Louis d'Orléans, Adipati Longueville ditawan di Thérouanne, Henry mengirimnya untuk tinggal di rumah tangga Katherine. Katherine menulis kepada Wolsey bahwa ia dan konsilinya memilih sang Adipati untuk tinggal di Menara London karena rakyat Skotlandia "sekarang menjadi begitu sibuk".[35] Perang dengan Skotlandia menyibukkan rakyatnya, dan ia menjadi "sangat sibuk dengan membuat spanduk dan lencana" di Istana Richmond. Rakyat Skotlandia menyerang pada tanggal 3 September ia memerintahkan Thomas Lovell untuk angkat senjata di kabupaten midland.[36]

Katherine berkendara ke utara dengan zirahnya untuk mengendalikan pasukan, meskipun ia sedang hamil besar pada saat itu. (Ia melahirkan seorang putra yang lahir mati pada sekitar bulan Oktober). Pidatonya yang berkesan dilaporkan oleh sejarawan Peter Martyr d'Anghiera di Valladolid dalam dua pekan.[37] Meskipun buletin Italia menyatakan bahwa ia berada sejauh 100 mil (160 km) dari London ketika berita kemenangan di Pertempuran Flodden sampai di telinganya, ia berada di dekat Buckingham.[38] Dari Woburn Abbey ia mengirim surat kepada Henry bersama dengan sebuah cabikan mantel berdarah James IV, Raja Skotlandia, yang tewas di medan perang, untuk digunakan Henry sebagai spanduk di pengepungan Tournai.[39]

Pengabdian beragama Katherine meningkat saat ia berusia lanjut, begitu juga minatnya dalam dunia pendidikan. Ia terus memperluas pengetahuan dan memberikan pelatihan kepada putrinya. Pendidikan di kalangan perempuan menjadi populer yang sebagian terjadi karena pengaruh Katherine. Ia juga menyumbangkan uang dalam jumlah yang besar ke beberapa perguruan tinggi.

Meski pernikahan mereka telah menghasilkan satu orang putri yang hidup sampai usia dewasa, Mary, Henry tetap beranggapan bahwa keberadaan pewaris laki-laki masih sangat penting dan tak dapat digantikan dengan perempuan. Wangsa Tudor masih baru dan keabsahannya masih diuji.[40] Sebuah perang sipil yang panjang (1135–54) di Inggris pernah terjadi lantaran seorang wanita, Matilda, menjadi ahli waris takhta. Bencana perang sipil masih segar di dalam kenangan hidup dari Perang Mawar.[41]

Tahun 1520, keponakan Katherine Karl V, Kaisar Romawi Suci,[42] melakukan kunjungan kenegaraan ke Inggris, dan ia mendesak Henry memasuki aliansi dengan Karl daripada dengan Prancis. Segera setelah kepergiannya, ia menemani Henry ke Prancis untuk merayakan kunjungan yang diselenggarakan oleh François I, yang disebut Camp du Drap d'Or. Dalam waktu dua tahun, perang diumumkan melawan Prancis dan Kaisar sekali lagi diterima di Inggris. Saat itu juga dilakukan perencanaan untuk mempertunangkan Karl dengan putri Katherine, Mary.

Hal Besar Raja

Katherine yang sedang memohon kasus perceraiannya dari Henry. Dilukis oleh Henry Nelson O'Neil

Tahun 1525, Henry VIII tergila-gila oleh Anne Boleyn, seorang dayang Permaisuri Katherine yang berusia sembilan tahun lebih muda dari Henry. Henry mulai mengejarnya;[43] Katherine pada saat itu sudah tidak dapat memberinya keturunan lagi. Henry mulai percaya bahwa pernikahannya dikutuk dan mencari konfirmasi dari Alkitab, yang ditafsirkan bahwa jika seorang pria menikahi istri saudaranya, maka pasangan tersebut tidak akan memiliki keturunan.[44][7] Meskipun pernikahan Katherine dengan Arthur belum disempurnakan (dan Katherine bersumpah mati bahwa ia masih perawan ketika menikah dengan Henry), penafsiran Henry atas Alkitab mengartikan bahwa pernikahan mereka adalah dosa di mata Tuhan.[27] Masalah ini menjadi topik yang panas di dalam upaya Henry untuk mendapat izin dari Paus untuk membatalan pernikahan dengan Katherine.[27] Ada kemungkinan bahwa gagasan pembatalan itu telah diajukan oleh Henry lebih awal, dan sangat mungkin bahwa hal itu didorong oleh keinginannya untuk memiliki seorang putra. Sebelum ayahanda Henry dimahkotai, Inggris dilanda oleh perang sipil antar keluarga bangsawan dalam upaya perebutan takhta, dan Henry mungkin ingin menghindari ketidakpastian yang sama atas suksesi.[45]

Segera menjadi salah satu objek yang menyerap keinginan Henry untuk mendukung pembatalan itu.[46] Katherine menolak ketika disarankan kepadanya untuk diam-diam pensiun ke sebuah biara, ia menyatakan, "Tuhan tidak pernah memanggil saya ke sebuah biara. Saya adalah istri Raja yang sejati dan sah".[47] Henry mengatur bandingnya ke Tahta Suci, bertindak secara mandiri dari Kardinal Thomas Wolsey yang tidak dia beritahu rencananya. William Knight, sekretaris Raja dikirim menghadap Paus untuk menuntut pembatalan pernikahan Henry dan Katherine, dengan alasan bahwa pengeluaran bulla Paus Yulius II yang berisikan izin memperbolehkan pernikahan antara Katherine dan Henry di masa lalu diperoleh dengan alasan yang salah.

Paus yang bertakhta pada saat itu, Paus Klemens VII, merupakan tahanan dari keponakan Katherine, Karl V, Kaisar Romawi Suci, setelah jatuhnya Roma pada bulan Mei 1527, Knight memiliki kesulitan mendapatkan akses. Pada akhirnya, utusan Henry harus kembali tanpa hasil. Henry sekarang tidak punya pilihan selain menempatkan masalah besar ini ke tangan Thomas Wolsey, dan Wolsey berupaya sebisanya untuk mengamankan keputusan yang menguntungkan Henry.[48]

Anak perempuan Katherine dan Henry, Mary

Wolsey berupaya sampai mengadakan pengadilan gerejawi di Inggris dengan wakil Paus yang memimpin, Henry dan Katherine turut hadir. Paus tidak berniat untuk mengeluarkan keputusan itu di Inggris, dan wakilnya dipanggil kembali. Seberapa jauh Paus dipengaruhi oleh Karl V sulit diterka, namun hal yang jelas Henry melihat bahwa Paus tidak mungkin membatalkan pernikahannya dengan bibi Kaisar.[49] Paus melarang Henry untuk menikah lagi sebelum keputusan dibuat di Roma, bukan di Inggris. Wolsey gagal dan dipecat dari jabatannya tahun 1529. Wolsey kemudian memulai sebuah plot rahasia untuk membuat Anne Boleyn dibuang kepengasingan dan mulai berkomunikasi dengan Paus untuk hal itu. Namun rencana itu terbongkar dan Henry memerintahkan penahanan Wolsey. Jika saja Wolsey tidak sakit parah dan meninggal pada tahun 1530, ia kemungkinan akan dieksekusi untuk pengkhianatannya.[50] Setahun kemudian, Katherine diusir dari istana, dan ruangannya diberikan kepada Anne Boleyn. Pembatalan pernikahan Henry dan Katherine juga diikuti dengan pencabutan status anak perempuan mereka, Mary, sebagai seorang putri. Mary dinyatakan sebagai anak tidak sah atau anak haram dan kehilangan haknya atas takhta. Ketika Uskup Agung Canterbury William Warham meninggal, pendeta keluarga Boleyn, Thomas Cranmer dilantik untuk mengisi posisi yang kosong itu.[51] Di masa-masa sulit itu, Katherine berkeluh kesah lewat surat yang disampaikan kepada keponakannya, Karl.

Penderitaanku begitu besar, hidupku begitu terganggu oleh rencana harian yang dibuat untuk niat Raja yang lebih jahat, kejutan-kejutan yang diberikan Raja kepada saya, dengan beberapa orang konsilinya, begitu fana, dan perlakuanku apa yang diketahui Tuhan, cukup untuk mempersingkat sepuluh nyawa, lebih dari nyawaku.

Ketika Henry memutuskan untuk membatalkan pernikahannya dengan Katherine, John Fisher menjadi konselor sekaligus pendukung utama Katherine. Ia muncul di istana mewakilinya dan mengejutkan orang dengan keterusterangannya, dan dengan kenyataan itu, seperti layaknya Yohanes Pembaptis, ia siap untuk mati jika perceraian terjadi. Henry sangat marah atas perlakuannya dan ia menulis dengan bahasa Latin yang panjang untuk menjawab pidato Fisher. Salinan Fisher masih ada sampai sekarang, dengan penjelasan naskah di dalam margin yang menunjukkan keberaniannya menantang kemarahan Henry. Menyebabkan penghapusan ke Roma dan mengakhiri peranan Fisher di dalam masalah ini, tapi Henry tidak pernah memaafkannya.[52][53] Tokoh lain yang mendukung kasus Katherine termasuk Thomas More; saudari kandung Henry, Mary Tudor, Permaisuri Prancis (meskipun sebagai seorang anggota keluarga Tudor dan kerajaan, ia selamat dari hukuman dan eksekusi); María de Salinas, bangsawan Spanyol yang merupakan salah satu dayang Katherine; Karl V, Kaisar Romawi Suci; Paus Paulus III; dan pembaharu Protestan Martin Luther[54] dan William Tyndale.[55]

Pengasingan dan kematian

Setelah kembali ke Dover dari suatu pertemuan dengan François I, Raja Prancis di Calais, Henry menikahi Anne Boleyn di dalam sebuah upacara rahasia.[56] Beberapa sumber berspekulasi bahwa Anne telah hamil pada saat itu (dan Henry tidak ingin mengambil risiko memiliki anak haram karena lahir sebelum menikah), namun yang lain bersaksi bahwa Anne (yang telah melihat saudarinya Mary Boleyn dijadikan sebagai gundik raja dan kemudian dicampakkan sewenang-wenang) menolak untuk tidur dengan Henry sampai mereka resmi menikah. Henry membela keabsahan ikatan mereka dengan menunjukkan bahwa Katherine sebelumnya telah menikah. Jika ia dan Arthur telah menyempurnakan pernikahan mereka (istilah untuk pasangan yang telah berhubungan intim), Henry oleh hukum kanon memiliki hak untuk menikah lagi.[57] Pada tanggal 23 Mei 1533, Cranmer, duduk di pengadilan khusus yang diadakan di Dunstable Priory untuk memutuskan keabsahan pernikahan Henry dengan Katherine, menyatakan bahwa pernikahan tersebut tidak sah meskipun Katherine bersaksi bahwa ia dan Arthur tidak pernah melakukan hubungan badan selama masa pernikahan mereka yang singkat. Di sisi lain, Cranmer menyatakan bahwa pernikahan Henry dan Anne sah lima hari kemudian, pada tanggal 28 Mei 1533.[58]

Sampai akhir hayatnya, Katherine merujuk dirinya sendiri sebagai satu-satunya istri Henry dan Permaisuri Inggris yang sah, dan para pelayannya terus memanggilnya dengan gelar tersebut. Henry menolak status Katherine sebagai permaisuri dan menyebutnya "Putri Wales Janda", mengindikasikan bahwa dia hanya berstatus sebagai janda Pangeran Arthur.[56]

Katherine diasingkan ke kastil The More pada musim dingin tahun 1531/32.[59] Tahun 1535 ia dipindahkan ke Kastil Kimbolton. Di sana ia mengurung dirinya sendiri di dalam sebuah ruangan (yang hanya ditinggalkan untuk menghadiri misa), hanya mengenakan pakaian Silisium Ordo Santo Fransiskus dan puasa terus menerus. Meski sesekali ia diizinkan untuk menerima pengunjung, ia dilarang untuk melihat putrinya, Mary. Mereka juga dilarang untuk saling berkirim surat, tetapi para pendukung mereka diam-diam mengantarkan surat-surat di antara keduanya. Henry menawarkan baik kepada Katherine dan Mary izin untuk bertemu dan mengunjungi satu sama lain jika mereka mengakui Anne Boleyn sebagai permaisuri. Namun tawaran itu ditolak oleh keduanya.[59]

Pada akhir Desember 1535, ketika ia merasa ajalnya mendekat, Katherine membuat surat wasiat dan menulis kepada keponakannya, Karl V, Kaisar Romawi Suci, yang memintanya untuk melindungi putrinya.[60] Katherine meninggal di Kastil Kimbolton pada tanggal 7 Januari 1536.[61] Keesokan harinya, berita kematiannya sampai di telinga raja. Pada saat itu terdapat rumor bahwa ia telah diracuni[62][63][64] diduga oleh Gregory di Casale.[65] Menurut penulis kronik Edward Hall, Anne Boleyn mengenakan pakaian berwarna kuning untuk berkabung, yang dapat ditafsirkan dengan berbagai cara; Polydore Vergil menafsirkan bahwa ini berarti Anne tidak berkabung.[66] Chapuys melaporkan bahwa Raja Henry yang berpakaian kuning, merayakan berita tersebut dan membuat acara besar untuk dirinya dan anak perempuan Anne, Elizabeth, untuk orang-orang di istananya.[67] Hal ini dipandang sebagai tindakan yang tidak menyenangkan dan vulgar oleh banyak orang. Teori lain adalah berpakaian kuning adalah untuk menghormati Katherine yang konon warna kuning adalah warna berkabung untuk bangsa Spanyol. Tentu saja di kemudian hari dilaporkan bahwa Henry dan Anne baik secara individu maupun secara pribadi menangisi kematiannya. Pada hari pemakaman Katherine, Anne Boleyn keguguran seorang putra. Desas-desus kemudian beredar bahwa Katherine telah diracuni oleh Anne atau Henry, atau keduanya, karena Anne mengancam akan membunuh Katherine dan Mary pada beberapa kesempatan. Kabar itu muncul setelah pembalseman jenazah Katherine, diketahui bahwa terdapat warna hitam di jantungnya yang kemungkinan disebabkan oleh racun.[68] Ahli medis modern sepakat bahwa perubahan warna jantungnya bukan karena racun melainkan disebabkan oleh kanker, penyakit yang tidak dipahami pada saat itu.[69]

Katherine dimakamkan di Katedral Peterborough dengan format upacara yang diadakan sebagaimana untuk memakamkan Putri Wales, bukan untuk seorang permaisuri. Henry tidak menghadiri pemakamannya dan melarang Mary untuk menghadirinya pula.[70][69] Di kemudian hari, anak perempuan Henry dan Katherine, Mary, naik takhta sebagai Ratu Inggris.

Keturunan

Sumber

Catatan Kaki

  1. ^ a b c Weir 1991, hlm. 59.
  2. ^ Catherine of Aragon, Queen of England.
  3. ^ Catherine of Aragon (1485–1536).
  4. ^ Lehman 2011, hlm. 295.
  5. ^ Chapuys 1533, hlm. 737.
  6. ^ a b Deutscher & Bietenholz 1987, hlm. 283.
  7. ^ a b c Catherine of Aragon Biography.
  8. ^ Fraser 1992, hlm. 57–58.
  9. ^ "Find A Grave". Find A Grave. 23 November 2002. Diakses tanggal 16 September 2013. 
  10. ^ Lehman 2011, hlm. 283.
  11. ^ Fraser 1992, hlm. 24.
  12. ^ Weir 1991, hlm. 15.
  13. ^ a b c Lehman 2011, hlm. 284.
  14. ^ Fraser 1992, hlm. 12.
  15. ^ Weir 1991, hlm. 20.
  16. ^ Dowling 1986, hlm. 17.
  17. ^ Sanders & Low 1910, hlm. 235.
  18. ^ John Blanke.
  19. ^ Goodwin 2008, hlm. 166.
  20. ^ "KHM Bilddatenbank — KHM Bilddatenbank". Bilddatenbank.khm.at. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-07-14. Diakses tanggal 16 September 2013. 
  21. ^ "KHM Bilddatenbank — KHM Bilddatenbank". Bilddatenbank.khm.at. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-07-14. Diakses tanggal 16 September 2013. 
  22. ^ Fraser 1992, hlm. 25.
  23. ^ "Catherine of Aragon Timeline". Historyonthenet.com. 15 October 2010. Diakses tanggal 16 September 2013. 
  24. ^ a b Lehman 2011, hlm. 285.
  25. ^ Williams 1971, hlm. 15.
  26. ^ Weir 1991, hlm. 34.
  27. ^ a b c Lehman 2011, hlm. 290.
  28. ^ a b c Lehman 2011, hlm. 287.
  29. ^ Eagles 2002, hlm. 194.
  30. ^ Rymer 1741, hlm. 48.
  31. ^ Eagles 2002, hlm. 195.
  32. ^ Lehman 2011, hlm. 288.
  33. ^ "Catherine of Aragon". Britannica. 
  34. ^ Rymer, Thomas, ed., Foedera, vol. 13 (1712), p. 370, Catherine was appointed "Rectrix" and "Gubernatrix" of England.
  35. ^ Ellis 1846, hlm. 152-154.
  36. ^ Rymer 1741, hlm. 49.
  37. ^ Letters & Papers vol. 1 (1920), no. 2299: Catherine was issued with banners at Richmond on 8 September, Letters & Papers, vol.1 (1920), no.2243
  38. ^ Letters & Papers Henry VIII vol. 1 (1920) no. 2278: Calendar State Papers Venice, vol.2, no. 340: Hall, Edward, Chronicle, (1809), 564.
  39. ^ Ellis 1846, hlm. 82-84, 88-89.
  40. ^ Lehman 2011, hlm. 288-289.
  41. ^ Wilkinson 2009, hlm. 70.
  42. ^ Lehman 2011, hlm. 291.
  43. ^ Scarisbrick 1997, hlm. 154.
  44. ^ Leviticus 20:21
  45. ^ Lacey 1972, hlm. 70.
  46. ^ Brigden 2000, hlm. 114.
  47. ^ Farquhar, hlm. 61.
  48. ^ "Henry VIII" in the 1913 Catholic Encyclopedia.
  49. ^ Morris 1998, hlm. 166.
  50. ^ Haigh 1993, hlm. 92.
  51. ^ "Clement VII" in the 1913 Catholic Encyclopedia.
  52. ^ Jestice 2004, hlm. 277.
  53. ^ Rex 2003, hlm. 27.
  54. ^ Brecht 1994, hlm. 44.
  55. ^ Rees 2006, hlm. 77.
  56. ^ a b Lehman 2011, hlm. 292.
  57. ^ Starkey 2003, hlm. 462-464.
  58. ^ Williams 1971, hlm. 124.
  59. ^ a b Lehman 2011, hlm. 293.
  60. ^ Sharon Turner, The History of England from the Earliest Period to the Death of Elizabeth (Longman, Rees, Orme, Brown and Green,1828)
  61. ^ Eagles 2002, hlm. 202.
  62. ^ Letters and Papers of the Reign of Henry VIII, vol. X, no. 190
  63. ^ Letters and Papers of the Reign of Henry VIII, vol. X, no. 59
  64. ^ Letters and Papers of the Reign of Henry VIII, vol. X, no. 230
  65. ^ Letters and Papers of the Reign of Henry VIII, vol. X, no. 200
  66. ^ Warnicke 1991, hlm. 187.
  67. ^ Warnicke 1991, hlm. 188.
  68. ^ Lofts 1979, hlm. 139.
  69. ^ a b Lehman 2011, hlm. 294.
  70. ^ B. Deutscher & P.G. Bietenholz 2003, hlm. 284.
  71. ^ She was the daughter John of Gaunt, 1st Duke of Lancaster to his first wife Blanche of Lancaster, making her half-sister of Katherine of Aragon's maternal great-grandmother Katherine of Lancaster, daughter of John of Gaunt, 1st Duke of Lancaster to his second wife Constance of Castile.

Daftar pustaka

Internet

Bibliografi

Pranala luar

Katherine dari Aragon
Lahir: 16 Desember 1485 Meninggal: 7 Januari 1536
Inggris
Lowong
Terakhir dijabat oleh
Elizabeth dari York
Permaisuri Raja Inggris
Lady Irlandia

11 Juni 1509 – 23 Mei 1533
Lowong
Selanjutnya dijabat oleh
Anne Boleyn
Kembali kehalaman sebelumnya