Kayu putih lembut
Kayu putih lembut[4][5] (Leptospermum javanicum), atau juga dikenal dengan nama gelam bukit dan kayu papua,[5] adalah sejenis perdu atau semak anggota suku Myrtaceae yang biasa tumbuh di tanah-tanah miskin, terutama di pegunungan. Nama-nama daerahnya, di antaranya, cantigi gunung,[6] ki tanduk (Sd.);[7] hulong, hurong (Amb.);[2][8] dan lèlèl (Seram selatan).[9] Di sekitar Danau Toba, tumbuhan ini dikenal dengan nama kayu sulim[10] atau silom. PengenalanPerdu hingga setinggi 9 m;[11] dengan batang yang biasanya bengkak-bengkok dan berbenjol-benjol, bercabang banyak, sering mengerdil pada tanah-tanah miskin hingga tingginya < 50 cm.[12] Kayunya keras, dengan pepagan memecah, beralur-alur memanjang, berwarna kelabu. Ranting-ranting berambut balig, menyegitiga, dengan gigir rendah (flanges) yang menonjol dan memanjang ranting di bawah tertancapnya tangkai daun.[11][12] Daun-daun berseling, duduk, harum apabila diremas, hijau di atas dan keabu-abuan (daun muda dengan rambut balig keperakan) di bawah atau hampir sewarna, jorong sempit, 10-30 × 3-9 mm, ujungnya runcing atau menumpul. Bunga biasanya soliter, jarang berkumpul sampai 4 kuntum, muncul pada cabang samping yang pendek, bergaris tengah antara 15–20 mm, bertangkai amat pendek 0–1 mm; taju kelopak tumpul, dengan tepi berambut; mahkota putih; harum. Buah kering, keras berkayu, serupa kerucut terbalik, atasnya bentuk kubah menutup di atas mangkuk, beruang-5, 4-5 X 6–7 mm;[11] bila masak ujungnya membuka dengan celah yang cukup lebar untuk melepaskan banyak sekali biji berbentuk pita.[12] Agihan dan ekologiGelam bukit menyebar luas di kawasan Malesia, di antaranya Sumatra (termasuk Bangka dan Belitung), Jawa, Flores, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku; ke barat melalui Semenanjung Malaya hingga ke Burma; ke utara hingga Filipina; dan ke timur hingga pesisir utara Queensland di Australia.[11] Tumbuhan ini acap dijumpai pada wilayah dengan lapisan tanah yang tipis,[11] pada tanah-tanah podsolik berpasir, dan pada tanah-tanah di atas batuan asam di pegunungan tinggi.[12] Dijumpai tumbuh mulai ketinggian 50 m dpl.,[11] di Jawa perdu ini hanya didapati di gunung-gunung pada ketinggian 1.200-3.000 m dpl., dan di Sulawesi hingga ketinggian 3.600 (3.400?) m dpl. (G. Latimojong).[12] Di Maluku, hurong didapati pula di gunung-gunung yang tak seberapa tinggi.[2] KegunaanRumphius mencatat bahwa kayunya yang keras dan awet dipakai sebagai bahan pembuatan rumah (kasau), atau sebagai gagang perkakas seperti parang dan kapak.[2] Batang atau cabang yang berukuran kecil namun lurus dipakai sebagai kayu ramuan untuk atap, sedangkan batang yang besar-besar lagi berbonggol dipakai sebagai kayu bakar.[9] Daun-daunnya berbau harum aromatis, dan pada masa lalu acap diseduh sebagai obat penat. Dari daun-daun ini juga dapat disuling minyak atsiri, yang dapat dihirup untuk meringankan radang tenggorokan, atau digosokkan di kulit untuk menyembuhkan encok.[9] Kandungan kimiawi pada L. javanicum telah terbukti potensial sebagai anti kanker paru-paru.[13] Ekstrak daun-daun L. javanicum dari Semenanjung Malaya ditengarai mengandung minyak-minyak esensial terpinen, pinen, serta karyofilen dalam komposisi yang bervariasi menurut tempat tumbuhnya.[14] Catatan kaki
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Leptospermum javanicum.
|