Share to:

 

Kerajaan Amarasi

Amarasi adalah sebuah kerajaan tradisional di Timor Barat, saat ini menjadi wilayah Indonesia. Kerajaan ini memiliki peran penting dalam sejarah politik Timor selama abad ke-17 dan 18, menjadi negara klien dari kolonial Portugal, dan kemudian menjadi bagian dari Hindia Belanda.

Sejarah

Asal usul Amarasi diceritakan dalam berbagai legenda. Versi tertua mengatakan bahwa garis dinasti kerajaan ini berasal dari Wehali. Salah satu anggota keluarga, Nafi Rasi, secara tidak sengaja memecahkan mangkuk berharga dan terpaksa melarikan diri karena kemarahan saudaranya. Bersama para pengikutnya, ia pergi ke Beboki-Insana di bagian utara dari Wehali, dan kemudian ke pantai selatan Timor Barat.[1]

Di tempat tersebut ia mendirikan sebuah kerajaan dengan bantuan senjata api yang telah diperoleh di Beboki-Insana. Kelompok penjelajah dari Belu tiba dan meningkatkan kekuatan dari Nafi Rasi.[1] Meskipun berasal dari Belu, penduduk daerah ini termasuk dalam kelompok Atoni, berbicara menggunakan dialek Dawan.

Sumber-sumber Eropa mengkonfirmasi bahwa Amarasi merupakan kerajaan kuat di Timor Barat pada awal abad ke-17. Kerajaan ini dipengaruhi oleh agama Katolik melalui misionaris Dominika di 1630-an, dan ternyata menjadi negara klien penting untuk Portugal. Akibatnya, Amarasi melawan Perusahaan Hindia Belanda (Vereenigde Oost-Indische Compagnie atau VOC), yang berusaha untuk memperluas kekuasaannya di Timor karena tertarik dengan cendana yang memiliki nilai komersial. Ekspedisi Belanda yang berukuran cukup besar dipimpin oleh Arnold de Vlaming van Oudshoorn (1656) dikalahkan oleh Amarasi dan Portugal.[2]

Selama hampir satu abad setelah peristiwa ini, Amarasi tetap menjadi bawahan Portugal, melawan negara klien VOC di Timor khusunya di daerah Kupang. Pertempuran ini berupa peperangan skala kecil.[3] Amarasi sebenarnya dihitung sebagai salah satu bukti kekuasaan Portugal di Timor pada era ini.[4]

Penguasaan Belanda

Raja Amarasi.

Pada tahun 1749, tentara Amarasi dipaksa untuk berpartisipasi dalam perang skala besar yang dipimpin oleh Portugal menghadapi Belanda di Kupang. Dalam Pertempuran Penfui, Portugal dipukul mundur oleh pasukan VOC, sementara Amarasi melarikan diri dari lapangan pertempuran dan kemudian diserahkan ke VOC. Dalam waktu yang singkat, pada tahun 1752, Amarasi berusaha untuk menarik diri dari Belanda dan kembali bergabung kembali Portugal. Namun, kerajaan ini dikalahkan oleh negara klien Belanda lainnya, raja Amarasi dipaksa memeluk agama Protestan agar terbebas dari pemenjaraan. Sebagian besar rakyat dibunuh atau diperbudak. Sisa penduduk Amarasi diperbolehkan menetap di tanah mereka setelah beberapa tahun. Dari titik ini, kerajaan ini tetap dalam kekuasaan Belanda sampai tahun 1940-an.[5] Perlawanan terhadap Belanda oleh raja (uispah) Amarasi Don Alfonzo Koroh berlangsung dalam dua gelombang (1749 dan 1752). Belanda membalas serangan Amarasi pada tahun 1843 dimana Don Alfonzo Koroh kalah dalam Perang Penfui ini. Ia dengan terpaksa memeluk agama Kristen Protestan. Doko mencatat bahwa pada tahun 1847 Belanda menempatkan seorang Posthouder di Baun untuk mengawasi raja dan masyarakatnya yang telah beralih dari Katolik ke Protestan.[6] Kekalahan perang, yang diikuti dengan pemaksaan untuk menerima dan memeluk agama Kristen Protestan ini kemudian digambarkan dalam satu motif tenun ikat di Amarasi yang terkenal yaitu, Koroh natiik Maria. Terjemahan harfiahnya adalah, Koroh tendang Maria. Maknanya, raja Amarasi sebagai representasi masyarakat wilayah Amarasi yang memeluk agama Katolik melepaskannya dan beralih menjadi pemeluk agama Kriten Protestan.[7]

Indonesia

Pada tahun-tahun pertama setelah tercapainya kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949, kerajaan Amarasi bertahan dengan status swapraja, sampai tahun 1962, ketika Negara Kesatuan Republik Indonesia menghapuskan bentuk-bentuk pemerintahan tradisional di wilayah ini. Hari ini Amarasi termasuk dalam wilayah Kabupaten Kupang, dan terbagi dalam kecamatan Amarasi, Amarasi Barat, Amarasi Selatan, dan Amarasi Timur. Pusat kerajaan di desa Baun, tempat kediaman terakhir dari raja Amarasi masih dapat ditemui. Raja-raja Amarasi Nai rasi Uf, Nai Ras, Tus Rasi, Sif Rasi, Fo Rasi , Tu Rasim Muni Rasi , Nai soti

Esu Rasi ,Kiri Rasi,Muni rasi,Koroh rasimm . Muni Obe, Tefa koroh, Kefi Rasi , Obe Koroh,Rasi Koroh, Taku Obe, Rasih Koroh, Izak Koroh, Alex Koroh, HA Koroh, Feki Koroh,

Referensi

  1. ^ a b Geerloff Heijmering, 'Bijdragen tot de geschiedenis van Timor', Tijdschrift voor Nederlandsch-Indë 9:3 1847.
  2. ^ Arend de Roever, De jacht op sandelhout.
  3. ^ Hans Hägerdal, 'White and Dark Stranger Kings; Kupang in the Early Colonial Era', Moussons 12 2009, p. 153.
  4. ^ Artur Teodoro de Matos, Timor Português, 1515-1769.
  5. ^ H.G. Schulte Nordholt, The Political System of the Atoni of Timor.
  6. ^ Doko I.H, Nusa Tenggara Timur dalam Kancah Perjuangan Kemerdekaan Indonesia, Balai Pustaka, 1973.
  7. ^ Bani Heronimus, Koroh natiik Maria, Tabloit InfoNTT, edisi Januari 2018.
Kembali kehalaman sebelumnya