Klorheksidin
Klorheksidin adalah obat antiseptik untuk melawan infeksi akibat bakteri. Obat ini tersedia dalam bermacam bentuk yaitu salep, larutan, dan obat kumur. Klorheksidin efektif mengatasi berbagai manifestasi peradangan, seperti tonsilitis, radang tenggorokan, stomatitis, dan radang gusi (gingivitis). Klorheksidin juga digunakan untuk membersihkan luka pada kulit, sebelum prosedur operasi, dan sebelum melakukan penyuntikan di daerah kulit.[1][2][3] Efek samping penggunaan klorheksidin adalah iritasi kulit (bila digunakan untuk membersihkan luka), perubahan warna pada gigi, pembentukan tartar, dan reaksi alergi.[2][4][5] PenggunaanKlorheksidin banyak digunakan untuk mengobati gingivitis yaitu penyakit gusi yang menyebabkan gusi merah, bengkak, sakit, serta mudah berdarah. Klorheksidin juga digunakan sebagai disinfektan kulit, larutan untuk irigasi kateter berkemih, pengobatan pada luka lecet (ekskoriasi), luka ringan pada kulit dan kulit pecah-pecah, dan untuk iritasi kulit karena sengatan sinar matahari, atau pengaruh sinar X.[5][6][7][8] Sifat kimia dan kimiaKlorheksidin adalah obat dengan struktur kimia C22H30Cl2N10, memiliki berat molekul 505,4 g/mol. Klorheksidin merupakan kristal dari metanol berbentuk solid, tidak mudah menguap, dengan titik lebur 134-136 °C, kelarutannya di dalam air adalah 0,8 mg/ml pada suhu 20 °C, stabil dalam ruangan tertutup tanpa sinar matahari langsung, konstanta disosiasi asamnya 10,8 pada suhu 25 °C. Jika dipanaskan, klorheksidin akan mengeluarkan uap klorida dan NOX (nitrogen oksida) yang bersifat toksik. Klorheksidin dalam bentuk garam merupakan bubuk padat yang larut dalam air.[6][9][10][11] FarmakodinamikaKlorheksidin adalah antimikroba bisbiguanida yang bersifat kation dengan spektrum luas untuk bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Efek antimikrobanya tergantung pada dosis yang digunakan. Klorheksidin memiliki efek bakteriostatik pada konsentrasi terendah 0,02%-0,06% dan efek bakterisida pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 0,12%. Klorheksidin berikatan dengan protein di dalam serum dan saliva, tetapi belum diketahui dengan pasti berapa banyak ikatannya.[9][10][12] Mekanisme kerjaKlorheksidin bekerja sebagai antiseptik dengan cara bereaksi dengan permukaan sel mikrob untuk menghancurkan membran selnya. Selanjutnya klorheksidin akan menyebabkan kebocoran pada komponen intraseluler yang memungkinkan klorheksidin masuk ke dalam sel. Masuknya klorheksidin akan menyebabkan pengendapan komponen sitoplasma dan kematian sel. Klorheksidin merupakan molekul kation (ion yang bermuatan positif) sehingga dapat bereaksi dengan mikrob sel golongan fosfat yang bersifat anion (ion yang bermuatan negatif). Bakteri gram positif lebih sensitif terhadap klorheksidin dibandingkan bakteri gram negatif karena dinding selnya lebih mudah ditembus.[9][10] FarmakokinetikaKlorheksidin yang tertelan saat proses mencuci mulut atau saat proses implan gigi tidak dapat dideteksi di dalam plasma dan urine. Absorbsinya di saluran pencernaan sangat jelek. Namun pada individu yang menelan klorheksidin glukonat, ekskresinya ditemukan sekitar 90% di feses. Pada penggunaan klorheksidin sebagai cairan pencuci mulut, 30% bahan aktifnya bertahan di dalam mulut selama proses pencucian. Dari penelitian yang dilakukan terhadap 34 bayi baru lahir untuk mengetahui daya absorbsi klorheksidin melalui kulit, ditemukan kadarnya yang rendah di dalam darah pada 10 bayi dengan sampel darah kapiler yang diambil di daerah tumit (menggunakan lanset). Klorheksidin juga ditemukan di dalam darah 5 dari 24 bayi yang lain, yang pengambilan sampel darahnya menggunakan darah vena. Untuk mengetahui waktu paruh klorheksidin, dilakukan penelitian pada susu sapi yang dilakukan dalam dua tahap dengan menyuntikkan klorheksidin ke dalam kelenjar susu. Hasilnya adalah waktu paruh klorheksidin di dalam air susu adalah 11,5 hari.[9][10] Efek sampingEfek samping yang terjadi pada penggunaan klorheksidin sebagai obat kumur adalah mulut kering, iritasi pada mulut dan tenggorokan, perubahan rasa, peningkatan jumlah tartar (plak yang mengeras), dan warna obat yang membekas pada lidah atau gigi. Sedangkan efek samping yang mungkin saja terjadi setelah menggunakan klorheksidin sebagai obat luar atau salep adalah iritasi pada area kulit yang terkena. Gambarannya berupa kulit menjadi merah, gatal, panas, mengelupas, bahkan bengkak. Efek samping yang paling umum pada penggunaan klorheksidin adalah perubahan warna kecoklatan pada gigi dan lidah. Pewarnaan yang disebabkan oleh klorheksidin biasanya tidak hilang dengan menyikat gigi. Mekanisme yang terjadi ialah degradasi molekul klorheksidin menjadi parakloranalin, katalisis dan denaturasi protein dengan kromogen, pembentukan logam sulfida, dan pengendapan senyawa makanan anionik. Efek samping yang lain adalah reaksi alergi seperti hidung tersumbat, napas pendek hingga kesulitan bernapas, kulit memerah, gatal, dan wajah membengkak.[2][3][5][6][8][12][13][14] Referensi
|